Kesetaraan Gender Belum Tercapai Sepenuhnya

Kesetaraan Gender Belum Tercapai

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “kesetaraan gender”? Perilaku yang sama bagi semua gender? Atau perempuan sederajat dengan laki-laki? Kesetaraan gender sering kali dikaitkan dengan derajat perempuan. Hal ini tidak salah karena perempuan lebih banyak mendapat perilaku seksisme. Namun sejak dahulu laki-laki juga banyak mendapat perilaku seksisme.

Apa itu seksisme?

Seksisme adalah prasangka dan diskriminasi terhadap orang berdasarkan jenis kelamin atau gender. Seksisme dapat merujuk pada kepercayaan atau sikap yang berbeda: Kepercayaan bahwa satu jenis kelamin atau seks lebih berharga dari yang lain, chauvinisme pria atau wanita, sifat misoginis (kebencian terhadap wanita) atau misandri (kebencian terhadap laki-laki), dan ketidakpercayaan kepada orang yang berbeda gender.

Contoh-contoh seksisme yang didapat oleh perempuan, yaitu perempuan harus pandai memasak, bersih-bersih, pandai berinteraksi dengan anak kecil, berdandan, perempuan tidak boleh memimpin, pendidikan tidak penting untuk perempuan, menjadi perempuan lebih mudah dari pada menjadi laki-laki, dan masih banyak lagi.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Makna Kesetaraan Gender Dalam Keluarga

Sedangkan contoh-contoh seksisme yang didapat oleh laki-laki, yaitu laki-laki tidak boleh menangis, tidak boleh berdandan, harus lebih kuat dari perempuan baik secara fisik maupun mental, harus lebih unggul dari perempuan, bisa memimpin, dan lain-lain.

Sejak Kapan Ada Seksisme?

Menurut Anil Ananthaswamy dan Kate Douglas dalam tulisannya The Origins of Sexism: How Men Came to Rule 12,000 Years Ago, dengan mengutip pernyataan antropolog dan primatolog dari University of California, Sarah Hrdy, seksisme sudah ada sejak 12 ribu tahun yang lalu.

Dalam temuannya, dahulu ketika manusia masih hidup dengan cara berburu, sistem patriarki tidak terjadi karena posisi perempuan dan laki-laki adalah setara. Namun, ketika manusia mulai hidup dengan cara bercocok tanam dan menetap, kelompok-kelompok manusia mulai memperoleh sumber daya – seperti tanah dan hasil tanam – untuk dipertahankan, dan kekuasaan bergeser ke laki-laki yang secara fisik lebih kuat.

Ayah, anak laki-laki, paman, dan kakek mulai tinggal berdekatan, harta warisan kemudian diturunkan melalui garis laki-laki, sehingga terkikisnya otonomi perempuan. Pergeseran budaya inilah yang kemudian melahirkan apa yang kita sebut sebagai patriarki saat ini.

Mengapa Seksisme Perlu Dihilangkan?

Ada beberapa jenis perilaku seksisme yang umum di masyarakat, diantaranya:

  1. Hostile sexism (perilaku yang memusuhi gender lain, cth. Pelecehan seksual, dan menghina gender yang berbeda),
  2. Benevolent sexism (perilaku yang membingkai, cth. Menganggap wanita butuh perlindungan dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang berat),
  3. Ambivalent sexism (gabungan dari hostile sexism dan benevolent sexism, cth. Menganggap wanita yang baik adalah wanita yang sesuai dengan standar traditional femininity),
  4. Internalized sexism (perilaku seksisme yang berasal dari diri sendiri, biasanya karena pengaruh dari opini publik. cth. Merendahkan diri sendiri karena kurang disukai oleh pria).

Kata-kata seperti “Kamu kan cewek” atau “Kamu itu cowok, lho!” juga merupakan salah satu perilaku seksisme yang sering kali diucapkan tanpa sadar.

Baca Juga: Kesetaraan atau Kesengsaraan Gender

Perilaku-perilaku seksisme seperti di atas memberikan dampak buruk terhadap penerima perilaku seksisme seperti, kurang percaya diri, kekerasan seksual dan fisik, hinaan, trauma, rasa takut, rasa tidak nyaman, dan masih banyak lagi.

Hal ini juga membatasi kebebasan perempuan dalam memilih, bekerja, bahkan berpakaian yang bisa memicu stres dan berdampak negatif terhadap kesehatan mental perempuan. Ketika seorang perempuan ingin melanjutkan studinya, ia akan menerima perkataan yang menyuruhnya untuk menikah saja. Pemimpin pria lebih disegani dibanding pemimpin wanita, di Amerika Serikat gaji pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki memiliki selisih yang cukup jauh.

Yang Harus Kita Lakukan

Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi perilaku seksisme, karena seksisme merupakan pandangan pribadi yang hanya bisa diubah oleh pribadi itu sendiri. Salah satu cara untuk menyadarkan masyarakat tentang kesetaraan gender adalah dengan memberikan edukasi.

Sosial media sekarang adalah tempat orang-orang menghabiskan paling banyak, setiap hari orang-orang pasti membuka sosial media. Dari sosial media inilah kita juga bisa mengurangi perilaku seksisme, dengan cara menegur atau melaporkan postingan atau video yang menunjukkan perilaku seksisme, dan tidak menjadikan gender sebagai bahan candaan. Kita juga harus terbiasa untuk normalized laki-laki menangis, perempuan yang tidak feminin, dan lelaki yang berpakaian feminin.

Baca Juga: Hukum Tidak Berguna dalam Mengurangi Ketidakadilan dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Kita juga bisa melaporkan pelecehan seksual baik di dunia nyata maupun di dunia maya kepada pihak yang berwajib, mengedukasi teman dan saudara tentang perilaku seksisme, menghibur teman yang mendapat perilaku seksisme, dan lain-lain.

Kesadaran akan pentingnya menjaga kesetaraan gender perlu ditingkatkan lagi di masyarakat. Tidak hanya pandangan terhadap perempuan namun juga laki-laki. Wanita boleh bekerja, mengejar studinya, berpakaian sesuai keinginannya, dan tidak harus berada di rumah. Pria boleh menangis, berdandan, berpakaian sesuai keinginannya dan tidak harus menjadi maskulin.

Dhela Natalia Wiyahya
Mahasiswa Universitas Kristen Krida Wacana

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI