Pada Tahun 2020 dilansir oleh Survey Pew Research Report menyebutkan bahwa populasi muslim di dunia saat ini mencapai 24,9% dari total populasi dunia sekitar 1,9 milyar.
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia dengan angka mencapai 87,2% dengan perkiraan kurang lebih 273 juta penduduk.
Dengan banyaknya populasi muslim di dunia hingga di Indonesia sendiri berpengaruh kepada dunia perekonomian, marketing, dan pemasaran. Maka permintaan produk di pasaran mengenai produk halal pun meningkat. Mengingat makna halal secara umumnya adalah segala sesuatu yang diperbolehkan.
Baca juga: Mengapa Sertifikasi Halal Indonesia Kalah dengan Malaysia?
Mengonsumsi produk halal atau makanan dan minuman halal sudah menjadi hal yang identik di kalangan muslim, karena seorang muslim diajarkan untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang halal seperti yang telah disebutkan di dalam QS 2:168 & QS 2:172.
Di Indonesia sendiri telah mengatur mengenai makanan dan minuman yang halal dengan berlakunya Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang disahkan pada 25 September 2014 pada pasal 1 ayat 5 berbunyi,
“Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal”.
LPPOM MUI men-support penuh serta menyediakan layananan pemeriksaan, sertifikasi kehalalan produk yang hendak dipasarkan. Untuk sertifikasi kehalalan produk yang disediakan oleh LPPOM MUI tersedia sertifikasi halal untuk produk yang akan dipasarkan di Indonesia dan sertifikasi produk yang akan dipasarkan di Luar Indonesia.
Prosedur sertifikasi halal di indonesia melibatkan 3 pihak yang pertama BPJPH, sebelum dilakukan pendaftaran suatu perusahaan harus menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sesuai dengan regulasi HAS 23000, ia merupakan persyaratan dalam sertifikasi halal, serta 11 kriteria didalam SJH yaitu:
- Kebijakan Halal,
- Tim Manajemen Halal,
- Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap;
- Bahan yang terdiri dari bahan baku, tambahan, penolong, kemasan yang kontak langsung dengan bahasan dan produk, Pelumas (Greases), Sanitizer, Media Validasi hasil pencucian langsung dengan produk;
- Fasilitas Produksi mencakup bangunan, ruangan, mesin, peralatan utama dan pembantu
- Produk yang didaftarkan berupa produk retail, non-retail, produk akhir atau produk antara (Intermediet).
- Prosedur tertulis aktivitas kritis
- Produk dapat ditelusuri bahan yang disetujui oleh LPPOM MUI
- Penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria tidak dapat diproses ulang atau di-Downgrade
- Audit Internal pelaksanaan SJH
- Kaji ulang Manajemen minimal sekali dalam setahun
Setelah itu, melakukan pendaftaran di system cerol LPPOM MUI lalu akan dilakukan Preaudit serta pembayaran atas pemeriksaan kehalalan.
LPPOM MUI bertugas melakukan pemeriksaan kecukupan dokumen, penjadwalan audit, pelaksanaan rapat auditor, penerbitan audit memorandum, penyampaian berita acara hasil audit pada rapat komisi fatwa MUI. Melalui komisi fatwa tersebut MUI menetapkan kehalalan produk lalu menerbitkan ketetapan halal MUI.
Akan tetapi, beberapa waktu terakhir Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJPH) Kementerian Agama sempat disorot oleh netizen karena kebijakannya yang menurut masyarakat kurang tepat yaitu adanya kebijakan mengenai Perubahan Logo Halal MUI dan label tersebut sudah berlaku skala Nasional. Hal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Baca juga: Potensi Besar Global Halal Market
Kalangan masyarakat yang kontra dengan kebijakan tersebut berpendapat bahwa logo sebelumnya sudah jauh lebih tepat dan jelas kalau logo tersebut adalah logo Halal yang berasal dari MUI. Namun, dibalik itu semua apakah alasan serta filosofis yang tepat terhadap perubahan label ini?
Penetapan serta perubahan label halal ini menurut Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, dilakukan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Penetapan ini juga bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang JPH.
Label Halal Indonesia secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Bentuk dan corak yang digunakan merupakan artefak-artefak budaya yang memiliki ciri khas yang unik berkarakter kuat dan merepresentasikan Halal Indonesia yang mana terdiri atas dua objek, yaitu bentuk Gunungan dan motif Surjan atau Lurik Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas.
Ini melambangkan kehidupan manusia, dibentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf Ḥa, Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata Halal.
Bentuk tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.
Sedangkan motif Surjan yang juga disebut pakaian takwa mengandung makna-makna filosofi yang cukup dalam. Di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman.
Selain itu, motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.
Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk.
Baca juga: Destinasi Pariwisata Halal Sebagai Tonggak Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Label Halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekundernya. Ungu adalah warna utama Label Halal Indonesia. Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Sedangkan warna sekundernya adalah Hijau Toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan.
Beberapa filosofi tersebut sesuai dengan pemaparan ketua BPJPH yaitu Muhammad Aqil Irham yang dilansir pada laman Kementrian Agama Republik Indonesia Sabtu, 12 Maret 2022 11:55 WIB.
Melalui pemaparan di atas mari kita mendaftarkan produk halal sesuai dengan procedural yang sudah ditetapkan birokrasi pemerintah yaitu LPPOM MUI dan marilah mulai menerima dan memakai label terbaru dari logo halal tersebut agar sesuai dengan cita-cita dan tujuan dari label tersebut diciptakan.
Putri Wahyuni
NIM 202010050311024
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang