Perang Rusia-Ukraina adalah perang yang pecah sejak tahun 2022 lalu. Meskipun perang ini baru resmi pecah tahun lalu, namun beberapa ahli percaya bahwa konflik ini sesungguhnya telah bermula sebelum era Soviet.
Perang ini mempengaruhi arus globalisasi secara keseluruhan, dan memberikan implikasi yang terlihat jelas terhadap sektor perdagangan dunia. Apakah penyebab sesungguhnya Perang Rusia-Ukraina? Dan bagaimana dampaknya terhadap ekonomi Indonesia?
Sejarah Perang Rusia Ukraina
Atok (2022) mengatakan bahwa akar konflik ini berakar pada tahun 2013 lalu. Presiden Ukraina kala itu, Victor Yanukovich yang lebih memilih menerima bantuan dari Federasi Rusia ketimbang menandatangani kerjasama perjanjian perdagangan bebas dengan Eropa yang memantik aksi unjuk rasa besar-besaran.
Baca Juga: Dampak Perang Rusia-Ukraina terhadap Perekonomian Indonesia
Selain itu, perbedaan ideologi yang dimiliki oleh rakyat Ukraina Barat dengan Ukraina Timur, serta penggabungan Krimea ke Federasi Rusia setahun berikutnya, dan aneksasi Donbas di Ukraina Tenggara yang terdiri dari kawasan Donetsk dan Luhansk memicu konflik regional untuk pecah.
Ukraina di sisi lain juga mulai mendapatkan dukungan terbuka dari North Atlantic Treaty Organization (NATO). Rusia di sisi lain tidak nyaman dengan keberadaan NATO di wilayah Eropa Timur serta sifat ekspansionis mereka ke kawasan tersebut.
Rusia tidak menyukai keberadaan NATO di Eropa Timur setelah Estonia, Latvia, Lithuania, dan Polandia bergabung ke dalamnya. Padahal, Amerika Serikat (AS) sudah menjanjikan Rusia bahwa NATO tidak akan ekspansi ke kawasan Eropa Timur.Â
Kedekatan Ukraina dengan NATO semakin membuat Rusia resah karena menurut Rusia, Ukraina berpotensi mengalami westernisasi akibat kedekatannya dengan NATO, dan aliansi Rusia semakin berkurang. Pada tahun 2018, Ukraina menjalankan latihan udara dengan NATO untuk pertama kalinya (Susetio et al, 2022).
Pada tanggal 22 Februari 2022, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg dan Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau mengonfirmasikan bahwa Rusia telah melancarkan invasi berskala penuh ke wilayah Ukraina (Fandy, n.d.).
Susetio et al (2022) mengatakan bahwa serangan yang diberikan oleh Rusia kepada Ukraina berbentuk serangan militer, serangan siber, dan serangan informasi. Presiden Federasi Rusia, Vladimir Putin juga menjustifikasi bahwa invasi Ukraina terjadi atas dukungan dari pemimpin kelompok separatis di Ukraina Timur.
Baca Juga: Bantuan Teori Realisme Menghadirkan Penyebab dan Solusi bagi Perang Ukraina
Dampak dan Implikasi Perang Ukraina terhadap Ekonomi Indonesia
Arus globalisasi memungkinkan setiap negara untuk saling bertukar budaya atau komoditas tanpa batas. Secara tidak langsung, globalisasi juga memperbolehkan setiap negara agar saling melengkapi kebutuhan satu sama lain.
Lagipula di zaman modern ini, susah agar setiap negara bisa dapat memenuhi komoditasnya sendiri sepenuhnya secara independen, oleh karena itulah globalisasi dijalankan. Perang Ukraina-Rusia adalah salah satu peristiwa di mana perekonomian Indonesia turut terpengaruh.
Perang dengan Rusia mengakibatkan ekonomi Ukraina untuk menyusut hingga 45%. Beberapa faktor yang mempengaruhi anjloknya ekonomi Ukraina adalah besarnya jumlah korban jiwa, kerusakan pada infrastruktur, fasilitas publik, dan pemukiman.
Otomatis, jumlah kerugian materi yang membengkak tak lagi mampu dihindari. Di Indonesia sendiri, dampak pada perang Rusia Ukraina yang paling nyata berada di perubahan harga gandum dan minyak bumi.
Setidaknya, saat ini harga gandum masih terkendali sebab produsen masih menyimpan bahan baku cadangan. Diperkirakan bahwa kelas menengah ke bawah adalah kelas yang paling terpengaruhi oleh perubahan harga gandum beserta produk-produknya seperti roti, kue, dan mi.
Sementara itu, harga minyak bumi juga meningkat tajam akibat konflik ini. Fajariah (2022) melaporkan bahwa kini harga minyak bumi mencapai lebih dari USD 100 per barel. Sementara itu, produk-produk minyak bumi yang terpengaruh adalah liquified petroleum gas (LPG)Â dan bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Pemerintah Indonesia perlu melakukan beberapa langkah untuk mengamankan pasokan gandum dan minyak mentah selain dari Ukraina. Dua negara penghasil gandum terbesar dan masih berada di wilayah Asia yang dapat dilirik oleh pemerintah Indonesia adalah India dan China.
Binekasri (2022) melaporkan bahwa India dan China masing-masing menghasilkan 1,8 miliar ton gandum serta 2,4 miliar ton gandum.
Baca Juga: Dampak Global Akibat Konflik Rusia-Ukraina terhadap Indonesia
Kemudian untuk minyak mentah, pemerintah Indonesia bisa melihat cadangan minyak dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi.
Kurniawan (2022) melaporkan bahwa Indonesia menghasilkan 743,000 barel minyak per hari pada tahun 2020. Dengan begitu, setidaknya minyak yang awalnya merupakan komoditas impor dapat tersubstitusi pasokannya menjadi lokal.
Terakhir, pemerintah juga perlu mengontrol inflasi dengan lebih kuat lagi sambil antisipasi kelangkaan komoditas impor seperti minyak bumi dan gandum seperti yang dijelaskan di atas tadi.
Sebaliknya, alih-alih bergantung pada cadangan minyak bumi dalam negeri, pemerintah Indonesia juga dapat mengeksplorasi berbagai opsi sumber energi terbarukan seperti tenaga air, angin, dan surya untuk menutup kelangkaan cadangan minyak bumi.
Lagipula, ketiga sumber energi terbarukan seperti yang baru disebutkan terbukti lebih hijau dan ramah lingkungan daripada minyak bumi.
Kesimpulan
Tanda-tanda berakhirnya Perang Rusia Ukraina masih terpantau belum ada di depan mata. Kedua negara ini masih terus berseteru dan saling berbaku tembak.
Meskipun saat ini merupakan era globalisasi, namun penulis secara pribadi berpendapat bahwa perang antara Rusia dengan Ukraina ini adalah teguran sekaligus momen yang pas bagi pemerintah Indonesia untuk mengurangi ketergantungan komoditas impor.
Terlebih untuk minyak bumi di mana notabene merupakan barometer inti dari tingkat inflasi di Indonesia. Apabila harga minyak naik, demikian juga dengan komoditas lainnya. Sebaiknya, untuk menghindari inflasi semakin parah, pemerintah Indonesia perlu segera memberdayakan cadangan minyak bumi dalam negeri atau sekalian mulai mengeksplorasi sumber energi terbarukan.
Penulis: Aqiila Fadia
Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Ika Ayuni Lestari    Â
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
Atok, Fransiskus. (2022). Analisis Konflik Rusia dan Ukraina (Studi Kepustakaan Status Kepemilikan Krimea). Jurnal Poros Politik. Volume 4. No. 1 : 11-15.
Binekasri, Romys. (2022, 13 September). 10 Negara Penghasil Gandum Terbesar Di Dunia, Siapa Juaranya?. Retrieved from; https://www.cnbcindonesia.com/market/20220913085433-17-371559/10-negara-penghasil-gandum-terbesar-di-dunia-siapa-juaranya
Fajariah, Piscah L. R. (2022, 28 September). Pengaruh Perang Rusia dan Ukraina terhadap Sektor Perekonomian di Indonesia. Retrieved from; https://kumparan.com/piscah-laola-rizky-fajariah/pengaruh-perang-rusia-dan-ukraina-terhadap-sektor-perekonomian-di-indonesia-1ywHZFjlwcx/3
Fandy. (n.d.) Garis Waktu dan Kronologi Penyebab Invasi Rusia ke Ukraina. Retrieved from; https://www.gramedia.com/literasi/invasi-rusia-ke-ukraina/#5_Eskalasi_21-23_Februari_2022
Kurniawan, Anto. (2022, 27 Agustus). 4 Negara Asia Penghasil Minyak Bumi Terbesar, Indonesia Urutan Berapa? Retrieved from; https://ekbis.sindonews.com/read/868015/34/4-negara-asia-penghasil-minyak-bumi-terbesar-indonesia-urutan-berapa-1661569733?showpage=all
Susetio et al. (2022). Perang Rusia-Ukraina: Mencari Keseimbangan Dunia Baru. Jurnal Abdimas. Volume 8. No. 5: 333-339.