Begitu banyak penyakit yang melibatkan proses inflamasi di dalam tubuh. Penyakit yang melibatkan proses inflamasi di dalam tubuh di Indonesia memiliki angka kejadian yang cukup tinggi, dengan prevalensi nasional penyakit ISPA adalah 25,50%, dermatitis adalah 6,8%, penyakit asma adalah 4,5%, diabetes mellitus adalah 2,1%, hepatitis adalah 1,2%, penyakit tumor atau kanker adalah 0,4%, penyakit tersebut termasuk penyakit yang terdapat reaksi inflamasi (Depkes, 2013).
Inflamasi atau peradangan adalah respons pertahanan yang terjadi secara lokal sebagai akibat dari kerusakan pada jaringan, yang bisa disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya, atau agen mikroba. Fungsinya adalah untuk mengatasi, mengurangi, atau membatasi penyebaran agen penyebab kerusakan serta memperbaiki jaringan yang rusak.
Inflamasi dapat menghasilkan gejala seperti kemerahan, pembengkakan/ edema, nyeri, dan panas pada area yang terkena. Ini adalah mekanisme alami penting yang membantu tubuh melawan infeksi dan memulai proses penyembuhan.
Inflamasi dapat terbagi menjadi dua jenis utama yaitu, inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terjadi sebagai respons terhadap rangsangan yang timbul secara tiba-tiba atau mendadak.
Sementara itu, inflamasi kronis terjadi sebagai akibat dari luka yang berlangsung dalam jangka waktu yang lebih lama atau bersifat persisten, dan seringkali merupakan kelanjutan dari inflamasi akut yang tidak sepenuhnya sembuh.
Obat-obatan konvensional yang digunakan untuk mengurangi inflamasi sering disebut sebagai antiinflamasi. Terdapat dua golongan utama dari obat antiinflamasi, yaitu steroid dan non-steroid.
Pemakaian obat antiinflamasi golongan steroid dapat menyebabkan efek samping seperti gangguan pencernaan, kerusakan pada ginjal, diare, sakit kepala, perubahan mood, peradangan pankreas, dan dalam beberapa kasus, terapi ini mungkin tidak efektif.
Sedangkan pada pemakaian obat antiinflamasi non steroid dapat menimbulkan efek samping yaitu dispepsia, hipertensi, infark miokard, sindrom nefrotik, dan lainnya.
Dikarenakan banyaknya efek samping yang ditimbulkan oleh penggunaan obat-obatan konvensional, maka penggunaan obat-obatan tradisional atau yang bersumber dari bahan alam dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan antiinflamasi.
Baca Juga:Â Tahu Gak sih? Jahe (Zingiber Officinale) Itu Bisa dimanfaatkan sebagai Obat Hipertensi
Penggunaan obat tradisional cenderung dianggap lebih aman daripada penggunaan obat modern karena memiliki risiko efek samping yang lebih rendah secara umum. Efek samping yang timbul dari penggunaan obat tradisional biasanya lebih kecil jika digunakan dengan benar.
Selain minimnya efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat-obatan tradisional, mudahnya didapatkan serta harganya yang terjangkau menjadi salah satu keuntungan penggunaan obat tradisional.
Tanaman obat telah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk produk jamu, herbal maupun fitofarmaka (BPOM, 2015), karena memiliki sifat untuk mencegah (preventif) dan promotif melalui kandungan senyawa metabolit sekunder yang bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Salah satu contoh dari penggunaan bahan alam yang bisa digunakan untuk pengobatan antiinflamasi dan sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat adalah tanaman jahe (Zingiber officinale). Penggunaan tanaman jahe di Indonesia telah dikembangkan nenjadi produk makanan dan minuman serta juga dapat digunakan dalam pembuatan produk atau sediaan farmasi.
Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu anggota tumbuhan famili Zingiberaceae. Jahe mengandung beragam  senyawa bioaktif yang berkontribusi terhadap aktivitas biologisnya. Jahe telah diidentifikasi memiliki banyak senyawa bioaktif, termasuk senyawa fenolik, terpen, lipid, dan karbohidrat.
Baca Juga:Â Taklukan Nyeri Haid dengan Jahe (Zingiber Officinale): Rahasia Meredakan Keluhan Remaja
Tanaman jahe telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Jahe biasa digunakan untuk mengatasi inflamasi, merangsang produksi ASI, mengatasi batuk, meningkatkan nafsu makan, mengurangi mulas, mengatasi perut kembung, meredakan gatal (dalam bentuk obat luar), mengatasi sakit kepala, meredakan gejala flu, dan sebagai obat luar untuk luka bakar. Ini disebabkan karena jahe mengandung flavonoid, fenol, terpenoid, dan minyak atsiri.
Oleoresin adalah bagian dari minyak jahe yang tidak menguap atau non-volatil, yang memberikan rasa pada jahe. Komponen yang terdapat dalam oleoresin mencakup berbagai senyawa utama dalam jahe, seperti gingerol, shogaol, zingerone, resin, dan minyak atsiri. Oleoresin yang terkandung di dalam jahe merupakan salah satu kandungan yang dapat memberikan efek antiinflamasi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Andriawan Hendra Susila, dkk (2014) tentang efek ekstrak jahe terhadap penurunan tanda inflamasi yang dilakukan pada tikus putih menunjukan bahwa kandungan oleoresin terbukti memiliki efek antiinflamasi pada tikus.
Subjek penelitian ini menggunakan tikus putih betina yang mana sampel dipilih dengan metode random sampling. Tanaman jahe yang digunakan terlebih dahulu dibuat menjadi ekstrak menggunakan metode ekstraksi dingin menggunakan pelarut methanol 96%.
Tahapan ekstraksi dimaksudkan untuk memperoleh semua kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam suatu tanaman. Tikus terlebih dahulu diberi luka bakar untuk dapat diuji aktivitas antiinflamasi pada ekstrak jahe yang telah dibuat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dapat disimpulkan bahwasanya ekstrak jahe terbukti mampu memberikan efek antiinflamasi pada tikus yang telah diberi perlakuan luka bakar.
Baca Juga:Â Pengaruh Aromaterapi Jahe (Zingiber Officinale) terhadap Mual Muntah Pasca Kemoterapi
Pada penelitian Hasanah (2011), mengenai aktivitas antiinflamasi rimpang kencur hasil menunjukkan bahwa rimpang kencur memiliki aktivitas antiinflamasi, di mana semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula aktivitas antiinflamasi yang dihasilkan.
Diperkirakan bahwa mekanisme antiinflamasi pada kencur melibatkan penghambatan pelepasan serotonin dan histamin ke area peradangan, serta penghambatan sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase (COX). Flavonoid diduga menjadi senyawa yang memberikan aktivitas antiinflamasi tersebut.
Dari informasi yang telah dipaparkan di atas maka dapat diketahui bersama tanaman jahe (Zingiber officinale) mengandung banyak senyawa yang bisa digunakan sebagai antiinflamasi seperti oleoresin dan juga senyawa flavonoid. Sehingga tanaman jahe dapat digunakan sebagai solusi untuk meredakan peradangan atau inflamasi.
Penulis:
Larasati Razak
Mahasiswa S1 Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang
Editor:Â Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News