Akad Perjanjian dalam Perdagangan: Fondasi Ekonomi Islam yang Berkelanjutan

Akad Perjanjian dalam Perdagangan
Ilustrasi Akad Perjanjian dalam Perdagangan (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Pendahuluan

Ekonomi Islam, sebagai cabang ilmu ekonomi yang berakar pada prinsip-prinsip syariah Islam, memberikan pandangan unik terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan. Dalam kerangka ini, konsep-konsep seperti keadilan, keberlanjutan, dan moralitas memainkan peran sentral dalam membentuk dasar ekonomi Islam.

Dalam esai ini, kita akan menyelidiki makna dan ruang lingkup ekonomi Islam serta menggali bagaimana prinsip-prinsipnya menciptakan pondasi untuk masyarakat yang adil dan berkelanjutan.

Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai suatu sistem ekonomi yang berakar pada ajaran syariah Islam, mencakup prinsip-prinsip hukum ekonomi, etika bisnis, dan nilai-nilai sosial.

Bacaan Lainnya
DONASI

Tujuan utamanya adalah memandu aktivitas ekonomi agar sesuai dengan ajaran Islam, menciptakan keadilan sosial, dan mendukung kesejahteraan umat.

Ekonomi Islam berlandaskan pada sumber-sumber utama hukum Islam, antara lain : Al-Qur’an sebagai panduan utama yang menyajikan prinsip-prinsip moral dan etika dalam berbagai konteks kehidupan, termasuk ekonomi.

Hadis diambil dari tradisi Nabi Muhammad SAW yang memberikan contoh dan petunjuk dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk transaksi ekonomi. Ijma’ dan Qiyas merupakan  kesepakatan ulama dan analogi hukum yang menjadi panduan dalam memahami dan mengatasi masalah-masalah baru.

Menurut M. Umer Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.

Perjanjian Perdagangan Islam, sebagai bagian integral dari ekonomi Islam, membentuk landasan bagi aktivitas bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Dalam konteks ini, perjanjian perdagangan tidak hanya dianggap sebagai kesepakatan komersial, tetapi juga sebagai instrumen yang menciptakan hubungan bisnis yang adil dan berkelanjutan.

Dalam esai ini, kita akan menjelajahi signifikansi perjanjian perdagangan dalam konteks ekonomi Islam, mengidentifikasi prinsip-prinsip yang mengaturnya, dan melihat bagaimana perjanjian ini memberikan kontribusi terhadap pembentukan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Perdagangan, sebagai salah satu pilar utama dalam kehidupan ekonomi, mendapat perhatian khusus dalam kerangka ekonomi Islam.

Di dalam sistem ekonomi ini, akad perjanjian atau perjanjian dagang menjadi inti yang mengatur interaksi ekonomi masyarakat. Dalam esai ini, kita akan menjelajahi konsep, prinsip, dan implementasi akad perjanjian dalam perdagangan Islam, serta dampaknya terhadap keberlanjutan ekonomi.

Pembahasan

1. Konsep Akad Perjanjian dalam Perdagangan Islam

Akad perjanjian dalam perdagangan Islam bukan sekadar transaksi, melainkan serangkaian tata cara dan prinsip yang diatur oleh syariah. Konsep ini tidak hanya mencakup kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai etika, keadilan, dan transparansi yang menjadi inti ajaran Islam.

Dalam pandangan ekonomi Islam, akad perjanjian menjadi kendaraan untuk menciptakan hubungan bisnis yang adil dan berlandaskan pada prinsip-prinsip moral.

2. Prinsip-prinsip Akad Perjanjian dalam Perdagangan Islam

a. Ijab dan Qabul (Tawarruq):

Prinsip ijab dan qabul menekankan bahwa suatu akad perjanjian sah apabila terdapat tawaran (ijab) yang jelas dan diterima (qabul) dengan tegas. Ini bukan hanya formalitas, tetapi menandakan keseriusan pihak-pihak yang terlibat.

b. Transparansi dan Keadilan:

Pilar transparansi dan keadilan menjadi fondasi kuat dalam akad perjanjian Islam. Pihak yang terlibat diharapkan untuk memberikan informasi yang jelas dan lengkap mengenai barang atau jasa yang diperdagangkan. Keadilan menjadi landasan untuk memastikan bahwa hak dan kewajiban setiap pihak dihormati.

c. Kebebasan Berkontrak:

Prinsip kebebasan berkontrak memberikan fleksibilitas kepada individu untuk melakukan perjanjian sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang berlaku. Namun, kebebasan ini tidak berarti kebebasan tanpa batas; melainkan terikat oleh nilai-nilai etika dan syariah.

d. Tidak Merugikan Salah Satu Pihak:

Prinsip tidak merugikan salah satu pihak menggarisbawahi pentingnya kerjasama yang saling menguntungkan. Akad perjanjian haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga tidak ada pihak yang dirugikan atau dianiaya.

3. Jenis-jenis Akad dalam Perdagangan Islam

a. Murabahah:

Akad murabahah melibatkan pembelian dan penjualan barang dengan keuntungan yang sudah ditentukan. Prinsip ini menekankan transparansi dan persetujuan terhadap keuntungan yang diperoleh.

Murabahah adalah prinsip yang diterapkan melalui mekanisme jual beli barang secara cicilan dengan penambahan margin keuntungan bagi bank. Porsi pembiayaan dengan akad Murabahah saat ini berkontribusi 60% dari total pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia.

Nilai keuntungan yang didapat suatu bank bergantung pada margin laba. Pembiayaan akad murabahah adalah dijalankan dengan basis ribhun (laba) melalui jual beli secara cicil maupun tunai.

Dalam praktiknya, murabahah adalah akad yang memberikan kemudahan bagi perbankan syariah dalam proses perizinan dan pengawasan produk, membantu memudahkan pelaksanaan dan pengembangan produk oleh pelaku industri, serta memberikan kepastian hukum dan transparansi produk yang mendukung terciptanya market conduct yang dapat mempengaruhi prinsip perlindungan konsumen dalam layanan produk jasa perbankan syariah.

Itu berarti sebuah transaksi jual-beli amanah yaitu penjual memberikan transparansi terkait harga modal dan margin secara jelas serta jujur kepada pembeli.

Pada dasarnya, murabahah adalah sebuah proses transaksi jual-beli barang ketika harga asal dan keuntungan telah diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya.

Sementara dalam perbankan syariah, akad murabahah adalah jenis kontrak yang dapat diartikan sering digunakan untuk pembelian produk oleh bank sesuai permintaan nasabah dan kemudian dijual kepada nasabah tersebut sebesar harga beli dan keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.

Contoh:

Adi adalah seorang pengusaha yang ingin membeli rumah dari Pak Sutaji, sang pemilik rumah. Pak Sutaji menerangkan bahwa harga beli rumah tersebut sebesar Rp300 juta dan akan menjualnya seharga Rp500 juta, sehingga keuntungannya menjadi Rp200 juta.

Namun Adi melakukan penawaran agar keuntungan Pak Sutaji sebesar Rp150 juta sehingga harga jualnya Rp450 juta. Pak Sutaji menerima penawaran tersebut sehingga mereka berdua pun sepakat harga murabahah rumah tersebut adalah Rp 460 juta, dengan angsuran Rp7,5 juta per bulan.

b. Mudharabah:

Akad mudharabah menciptakan kerjasama antara pihak yang menyediakan modal dan pihak yang menyediakan keterampilan atau tenaga kerja. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sebelumnya. Akad mudharabah dilakukan antara dua pihak shahibul mal (pihak yang memiliki modal) dan mudharib (pihak yang mengelola modal).

Dalam akad ini, shahibul mal menyerahkan sejumlah modal kepada mudharib, yang kemudian akan mengelola modal tersebut dan menghasilkan manfaat. Manfaat yang dihasilkan kemudian akan dibagi secara proporsional antara shahibul mal dan mudharib.

Contoh:

Saifullah meminjam modal sebesar Rp 69.500.000 ke pihak bank syariah untuk dapat menjalankan operasional bisnis konveksi. Awal kerjasama telah disepakati bahwa pembagian keuntungan sistem bagi hasil, dengan perbandingan 40:60 dalam jangka waktu satu tahun pengembalian.

c. Istisna:

Akad istishna terkait dengan pembelian barang yang belum ada, dengan penjual berkewajiban untuk membuat atau memperoleh barang tersebut sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati.

Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’).

Istishna paralel adalah suatu bentuk akad Istishna antara pemesan (pembeli/mustashni’) dengan penjual (pembuat/shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.

Pembiayaan Istishna adalah penyediaan dana dari Bank kepada nasabah untuk membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah yang menegaskan harga belinya kepada pembeli (nasabah) dan pembeli (nasabah) membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan Bank yang disepakati.

Contoh:

Seorang pengembang properti menerima pesanan untuk membangun rumah sesuai dengan spesifikasi tertentu dari seorang pembeli. Spesifikasi melibatkan desain interior, jumlah kamar, dan bahan-bahan yang akan digunakan. Pengembang properti bertanggung jawab untuk membangun rumah sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati.

4. Tantangan dan Solusi Implementasi Akad Perjanjian dalam Perdagangan Islam

Meskipun prinsip-prinsip akad perjanjian dalam perdagangan Islam memiliki pondasi yang kuat, implementasinya dihadapkan pada beberapa tantangan.

Salah satu tantangan utama adalah pemahaman yang kurang baik mengenai prinsip-prinsip ekonomi Islam di kalangan pelaku bisnis. Edukasi dan pelatihan menjadi kunci untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap nilai-nilai Islam dalam konteks ekonomi.

Selain itu, pentingnya dukungan hukum dan regulasi yang mendukung praktik perdagangan Islam. Pemerintah dan lembaga terkait perlu merumuskan kebijakan dan regulasi yang mendukung implementasi akad perjanjian dengan tetap memperhatikan keunikan dan kebutuhan ekonomi Islam.

5. Akad Perjanjian dalam Konteks Global

Pentingnya akad perjanjian tidak hanya terbatas pada tingkat lokal atau nasional. Dalam konteks global, ekonomi Islam juga harus dapat bersaing dan beradaptasi. Oleh karena itu, implementasi akad perjanjian dalam perdagangan Islam harus memperhitungkan dinamika ekonomi global, tata kelola bisnis yang baik, dan tuntutan pasar internasional.

Kesimpulan

Dalam merangkai konsep akad perjanjian dalam perdagangan Islam, kita menemukan bahwa prinsip-prinsip syariah menjadi landasan utama pembentukan hubungan bisnis. Akad perjanjian bukan sekadar transaksi, melainkan sebuah perjanjian yang mencerminkan nilai-nilai etika, keadilan, dan transparansi.

Prinsip-prinsip seperti Ijab dan Qabul, transparansi, kebebasan berkontrak, dan tidak merugikan salah satu pihak menjadi pilar utama dalam pembentukan perjanjian perdagangan Islam.

Dalam konteks ekonomi Islam, akad perjanjian tidak hanya menjadi kendaraan untuk menciptakan hubungan bisnis yang adil, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai tujuan ekonomi Islam yang lebih luas, seperti distribusi kekayaan yang merata dan kesejahteraan umat.

Prinsip-prinsip ini memandu berbagai jenis akad perjanjian, seperti Murabahah, Mudharabah, dan Istisna, yang memungkinkan fleksibilitas dan keberagaman dalam transaksi ekonomi.

Contoh-contoh praktis menunjukkan bagaimana akad perjanjian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan pola transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Tantangan implementasi akad perjanjian, termasuk pemahaman yang kurang baik dan dukungan hukum yang belum memadai, menyoroti pentingnya edukasi dan perhatian regulatif dalam mengembangkan perdagangan Islam.

Bagaimanapun juga, globalisasi mendorong perlunya integrasi prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam konteks internasional, menuntut adaptasi dan inovasi dalam implementasi akad perjanjian.

Sebagai kesimpulan, akad perjanjian dalam perdagangan Islam tidak hanya menciptakan transaksi yang sah secara hukum, tetapi juga menggariskan prinsip-prinsip moral dan etika yang menjadi pondasi ekonomi Islam.

Dengan pemahaman yang mendalam dan dukungan regulatif yang tepat, akad perjanjian dapat menjadi kunci bagi perkembangan ekonomi Islam yang adil, berkelanjutan, dan relevan secara global.

Penulis: Muhamad Dafa Ikhwani
Mahasiswa Akuntansi, Universitas Sebelas Maret

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 16

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI