Aku Muslim, Apakah Aku Layak Jadi Pengemban Dakwah?

pengemban dakwah

Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, sungguh aku termasuk orang-orang muslim?” (QS. Fussilat: 33)

Mungkin kita pernah bertanya-tanya dalam hati. Apakah saya layak menjadi pengemban dakwah? Apa saya ini pantas melanjutkan perjuangan Rasulullah? Apa saya ini cocok menjadi pilihan Allah? Padahal saya ini orang bodoh, tidak berpendidikan tinggi, banyak dosa, hanya orang biasa dan tidak mempunyai kemampuan sedikitpun. Apakah saya layak menjadi pengemban dakwah?

Kadang pertanyaan itu ada di hati para pengemban dakwah, maka justru para pengemban dakwah itulah yang paling layak untuk melanjutkan risalah yang dibawa Rasulullah dan sebaliknya, orang yang merasa paling pandai paling suci merasa paling kaya, dan merasa tidak butuh apa-apa lagi, mereka justru tidak layak untuk mengemban risalah Islam. Orang yang sombong, besar kepala, dan merasa bisa segala-galanya tidak layak perjuangan suci.

Bacaan Lainnya
DONASI

Yang paling mengetahui kita adalah Allah, Dialah yang paling tahu siapa di antara hamba-Nya yang sanggup untuk mengemban tugas besar dan siapa yang tidak. Hal ini senada dan seirama dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang artinya: “maka janganlah diri kalian orang yang paling suci, sebab Dialah orang yang paling mengetahui orang yang paling bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)

Baca juga: Media Sosial sebagai Media Dakwah Anak Muda

Untuk berdakwah atau melanjutkan misi perjuangan Rasulullah, tidak ada syarat harus hafal Al-Qur’an secara keseluruhan, atau menguasai beberapa kitab hadits. Untuk berjuang, kita tidak harus menjadi malaikat terlebih dahulu. Jika yang boleh mengemban dakwah harus menjadi malaikat, maka tidak aka nada orang yang berdakwah. Sebab, tidak akan pernah ada manusia yang jadi malaikat atau sebaliknya. Manusia adalah manusia. Malaikat adalah malaikat.

Memang sudah tabiatnya, jika manusia sering berbuat salah atau lupa, sudah sifatnya manusia memiliki sifat serba kurang, akan tetapi semua itu tidak menghalangi seorang pengemban dakwah untuk berdakwah dan beramal sholih. Untuk melanjutkan misi dan perjuangan Rasulullah tidak harus menjadi sarjana atau bergelar doctor terlebih dahulu, juga tidak disyaratkan lulusan Pondok Pesantren, sekolah Islam atau yang lainnya.

Baca juga: Dakwah Pesantren Ummul Quro Cimahi dalam Hegemoni Pasar Modern

Jika kita perhatikan sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam justru tidak ada yang lulusan Perguruan Tinggi atau Pondok Pesantren. Bukankah kita lihat Bilal Bin Rabah hanyalah seorang budak. Untuk berjuang mengubah masyarakat Jahiliyah menjadi masyarakat yang disinari cahaya Ilahi, juga tidak harus menjadi orang yang sudah mapan. Bahkan orang yang sudah mapan biasanya justru merasa takut untuk melakukan hal-hal besar yang beresiko.

Mereka biasanya hanya melakukan rutinitas dengan mengulang-ulang aktivitas rendahan. Mereka biasanya malas berfikir keras dan kreatif. Meski banyak pula orang yang mapan ikut berjuang untuk melanjutkan perjuangan Rasulullah tanpa perasaan takut sedikitpun, dan begitulah seharusnya.

Kemapanan seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk berjuang bahkan seharusnya menjadi pendorong untuk berbuat lebih banyak. Siapapun yang ingin melanjutkan misi Rasulullah harus yakin bahwasanya mereka mampu melakukan itu, dan untuk melanjutkan misi Rasulullah yang dibutuhkan adalah kemauan, bukan yang lain. (Muslimah Media Center)

Oleh karena itu, seharusnya sikap dan tindakan seorang pengemban dakwah Islam yaitu menyampaikan dakwah secara terang-terangan, menentang segala kebiasaan, adat istiadat, ide-ide sesat, dan persepsi yang salah, bahkan menentang opini umum masyarakat kalau memang keliru.

Kita sebagai seorang muslim seharusnya menjadikan dakwah sebagai tujuan kita hidup di dunia. Karena di akhirat lah kita akan menuai seluruh apa yang kita lakukan di dunia, dan mudah-mudahan kita tidak menanam kecuali yang baik.

Penulis:
1. Muhamad Busro
Mahasiswa Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia
2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI