Biaya Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Humanis

Ketika kita mendengar kata pendidikan, maka yang terlintas dalam benak kita adalah hak yang harus didapatkan setiap manusia. Namun, nampaknya pemahaman itu mulai memudar seiring dengan melonjaknya biaya pendidikan yang mulai dirasa tak humanis lagi. Bahkan, beberapa kalangan mulai berangggapan “ah, pendidikan hanya untuk kalangan orang berduit”. Hal ini dikarenakan semakin ke sini, biaya pendidikan mulai meninggi seiring dengan tuntutan zaman saat ini. Lalu, bagaimana konsep pendidikan humanis menyikapi hal ini?

Biaya Pendidikan dalam Perspektif Pendidikan Humanis
Konsep pendidikan humanis sebenarnya mulai marak dilaksanakan di Indonesia untuk semua jenjang pendidikan. Bahkan, untuk perguruan tinggi sekalipun. Pendidikan humanis merupakan pendidikan yang fokus pada upaya “memanusiakan manusia”. Sehingga dalam segala bentuk pendidikan yang dilaksanakan harus berbasis humanis, mulai dari perencanaan, kurikulum, pelaksanaan pembelajaran bahkan untuk seluruh kebijakannya harus humanis.

Biaya, merupakan hal yang sangat krusial dalam pelaksanaan pendidikan. Semua yang dilaksanakan memerlukan biaya, mulai dari sarana prasarana bahkan untuk semua kegiatan yang dilaksanakan. Sumber dalam biaya pendidikanpun juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan Dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Dasar. Kemudian untuk Perguruan Tinggi, sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dengan beberapa landasan tersebut, maka dari segi pendidikan humanis peraturan-peraturan tersebut sebenarnya sudah humanis. Namun perlu diketahui bahwa peranan penting pelaksanaan pendidikan yang humanis adalah sistem pendidikan, kurikulum yang dijalankan, proses pembelajaran, sistem penilaian serta kebijakan-kebijakan yang diberlakukan haruslah bersifat humanis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena sejatinya, tujuan dalam pendidikan yang humanis adalah membentuk seorang individu yang memiliki kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai mahluk individual sekaligus sosial (Rohman, 2016:85).

Pemerintah dengan kewenangannya sudah menetapkan sumber-sumber biaya pendidikan yang dibebankan kepada orang tua, bantuan operasional sekolah, maupun sumber lainnya. Namun, faktanya masih banyak lembaga-lembaga tertentu yang menentukan kebijakan sendiri terkait dengan penetapan biaya pendidikan yang ditetapkan dengan dalih kewenangan intern sekolah maupun kampus. Sehingga masih banyak ditemukan masalah terkait biaya pendidikan yang bahkan ketika dicek lagi, belum ada ketersesuaian antara kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan dengan pelaksaaan yang di lapangan.

Problematika
Walaupun dalam pembuatan peraturan dan kebijakan sudah bersifat humanis, namun dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa masalah bahkan menimbulkan kontroversi dalam beberapa kalangan. Beberapa mahasiswa di perguruan tinggi saat ini masih gencar melakukan demonstrasi untuk menolak biaya kuliah yang semakin tinggi. Sebagai contoh, ada berita “Tolak Uang Pangkal hingga 25 Juta” yang dipublikasikan oleh Nurchamin (dalam laman radarsemarang.com tanggal 5 Juni 2018). Namun, sebenarnya bukan hanya di perguruan tinggi saja, namun di sekolah juga mengalami kenaikan biaya pendidikan. Sebagai contoh, ada berita “Ratusan Pelajar SMAN 6 Kediri Demo, Ini Tuntutannya” yang dipublikasikan oleh Dwi (dalam laman news.detik.com tanggal 23 Oktober 2017). Dengan beberapa permasalahan tersebut, pendidikan yang humanis mulai kehilangan eksistensinya dan urgensinya. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa kebijakan yang memang tidak memaksimalkan nilai humanis seperti peraturan yang sebelumnya telah dibuat.

Pemerintah sudah memberikan solusi terkait dengan permasalahan biaya pendidikan yang semakin tinggi dengan adanya kebijakan Student Loan. Student Loan merupakan jenis pinjaman yang dirancang untuk membantu siswa membayar pendidikan pasca sekolah menengah dan biaya terkait, seperti uang sekolah, buku dan persediaan, dan biaya hidup (Wikipedia.org, 2018). Namun, bukannya memberi solusi hal ini malah menjadikan problematika baru yang dinilai merugikan siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Dalam perspektif pendidikan humanis, hal ini dinilai merugikan siswa sebagai subyek utama dalam pendidikan. Alasannya, dengan adanya kebijakan ini tentu saja secara tidak langsung pemerintah melepas tanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukankah pendidikan humanis harus memahami kemampuan setiap peserta didiknya? Kalau misalnya kebijakan student loan ini tetap diteruskan, maka besar kemungkinan beberapa kalangan mulai meragukan kewajiban pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, pendidikan humanis yang diterapkan berjalan kurang maksimal dengan adanya kebijakan yang kurang humanis, belum menghargai kemampuan setiap orang yang terlibat terkait dengan biaya pendidikan serta masih adanya banyak pungutan d iluar peraturan yang telah ditetapkan. 

Konklusi
Masalah-masalah yang muncul seperti halnya bom waktu yang suatu saat tanpa disangka-sangka dapat meledakkkan segala acuan maupun peraturan yang ada. Semua kebijakan harusnya diperhatikan dan direncanakan secara mendalam dengan beberapa kalangan, sehingga pelaksanaan pendidikan humanis yang direncanakan dapat diimplementasikan secara baik dan semua pihak menaati aturan yang telah ditetapkan.

Sebenarnya, jika kita renungkan lagi masih ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Jika dalam perspektif humanis, maka pendidikan haruslah dikembalikan sesuai dengan urgensinya, yaitu memanusiakan manusia menjadi lebih baik. Kemudian untuk permasalahan biaya sekolah maupun kuliah yang semakin tinggi, mari kita lihat beberapa sudut pandang yang berbeda. Secara garis besar, sudah seharusnya antara pemerintah, masyarakat, pelaksana dan seluruh elemen yang terlibat dalam pendidikan saling mendukung, saling mengingatkan untuk membuat kebijakan yang baik agar tercipta suatu pendidikan yang humanis yang tepat dan meciptakan generasi penerus yang punya karya, berkaraker dan mulia dengan biaya pendidikan yang bersahaja.

ISMA’ILIA KHOIRUN NASTA’IN
Mahasiswa Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

 

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI