Campaign Nikah Muda yang Meresahkan

nikah muda
Foto: Pixabay.com

Penggunaan media sosial merupakan langkah yang efektif untuk menyebarluaskan sesuatu, baik yang bersifat positif maupun negatif. Masing-masing orang di penjuru dunia berlomba-lomba membagikan pengalamannya lewat media sosial dengan tujuan bermacam-macam. Mulai dari untuk berbagi informasi, menyebarkan kebaikan, mendulang uang, hingga sekedar meraih viral belaka. Namun, tentunya apa yang dilakukan penggiat media sosial mempunyai konsekuensi, baik untuk orang lain maupun diri sendiri.

Salah satu yang viral di media sosial belakangan ini adalah sebuah campaign nikah muda yang diunggah oleh pasangan yang mana istrinya masih berusia 16 tahun. Campaign adalah kata dari bahasa inggris yang berarti kampanye atau sebuah tindakan untuk memperoleh dukungan atau mempengaruhui orang lain.

Bagi beberapa orang yang mayoritas adalah remaja pernikahan yang dilakukan pasangan tersebut merupakan hal yang indah bak cerita dongeng. Padahal, kalau banyak remaja yang termakan oleh kampanye nikah dini tersebut tentunya bukan hal yang baik dan memiliki banyak resiko.

Bacaan Lainnya

Batas Usia Perkawinan

Batas usia perkawinan di Indonesia saat ini adalah minimal berusia 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Ketentuan tersebut tertuang dalam UU No 16 Tahun 2019 sebagai perubahan atas UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Maka bisa disimpulkan bahwa pernikahan dengan seorang perempuan berusia 16 tahun yang viral itu tidak sesuai dengan hukum positif di Indonesia. Bahkan bisa dikatakan bahwa itu merupakan perkawinan anak.

Dari segi kesehatan, pernikahan yang masih dibawah umur memilili banyak resiko untuk perempuan. Fisiknya dinilai belum sempurna sehingga jika terjadi kehamilan maka akan membahayakan nyawa baik si ibu maupun bayi. Selaim itu kondisi psikisnya pun belum siap sehingga di khawatirkan berakibat pada kondisi psikologis . Pernikahan yang belum pada usia seharusnya juga rentan terjadi perceraian karena umumnya pasangan belum benar-benar siap membina rumah tangga.

Selain masalah kesehatan, yang menjadi masalah dalam perkawinan usia dini masalah keuangan. Tentu saja kondisi keuangan masing-masing orang berbeda dan membina rumah tangga tidak hanya bermodalkan cinta semata bukan? Pasangan nikah dini yang viral itu memiliki privilege berupa kelimpahan harta. Sehingga yang terlihat ya indah dan anteng-anteng saja pernikahannya. Lalu bagaimana dengan pasangan-pasangan lain yang tidak memiliki privilege serupa? Jelas akan menimbulkan masalah nantinya dan yang dilihatkan pada khalayak tentang pernikahan usia dini tentunya yang enak-enaknya saja.

Berbagai dampak negatif dari perkawinan dini itulah yang mendorong para aktivis pembela perempuan dan anak mengajukan perubahan batas usia kawin ke MK dan berbuah manis dengan keluarnya UU No 16 Tahun 2019 yang didalamnya memuat batas usia perkawinan baik laki-laki maupun perempuan adalah 19 tahun. Tidak hanya itu, banyak komunitas-komunitas sosial yang melakukan kampanye ke lapisan masyarakat untuk mengedukasi tentang dampak pernikahan dini sehingga diharapkan angka pernikahan usia dini menurun.

Kampanye Nikah Muda

Adanya campaign nikah dini yang dikemas dengan manis untuk memikat viewers tentu menjadi hambatan menurunnya angka pernikahan dini di Indonesia. Maka tidak heran apabila banyak yang mengkritik video bertajuk nikah usia 16 tahun yang diunggah di youtube tersebut. Mereka bisa saja berdalih bahwa tidak bermaksud untuk mempengaruhi orang lain, namun apa yang sudah disebarkannya di media sosial mempunyai konsekuensi yang tidak bisa terlepas dari si pengguna.

Sekarang mari kita beralih ke isu pernikahan dini yang di gembar-gemborkan untuk menghindari zina. Jika memang bertujuan untuk menghindarkan para remaja dari pergaulan seks bebas kenapa harus sebuah pernikahan yang disodorkan untuk sebuah solusi? Bagi remaja yang belum matang usia, pernikahan bukan satu-satunya jalan untuk menghindari zina. Mengapa tidak mengikuti anjuran nabi untuk berpuasa. Atau mencoba hal-hal positif lainnya. Menekuni hobi, meniti karir, melanjutkan pendidikan bahkan aktif di organisasi kemanusian juga bisa menjadi alternatif.

Media sosial yang memudahkan kita saling bertukar informasi seharusnya bisa digunakan secara bijak. Bukan untuk mengkampanyekan sesuatu yang berdampak buruk apabila dicontoh oleh masyarakat diluar sana.

Sekali lagi, pernikahan usia dini bukanlah sesuatu hal yang patut dibanggakan sehingga perlu disebarluaskan. Banyak dampak negatif yang mengikuti pasangan pelaku pernikahan usia dini. Jangankan begitu, pasangan yang sudah matang secara usia saja masih banyak masalah yang dihadapi saat berumah tangga.

Apalagi pasangan yang umurnya dinilai masih belum mencukupi. Maka dari itu mari mulai mengedukasi diri dan sekitar agar tidak mudah termakan campaign dari media sosial yang menimbulkan berbagai dampak negatif nantinya.

Devi Nofita Sari
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Muhammad Fauzan Alimuddin

Baca juga:
Sambangi Kampus, Kemenpora Lakukan Literasi Pranikah pada Generasi Muda Muhammadiyah

Dampak Kajian Pra-Nikah, Bagi yang Belum Siap Nikah

Problematika Pendidikan di Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI