Dampak Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologis Anak

Masih banyak ditemukan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia. KDRT terjadi di berbagai kalangan baik masyarakat biasa hingga selebritis. Namun paling kerap dialami oleh pasangan muda. Padahal ada banyak dampak KDRT bagi anak yang berefek buruk pada tumbuh kembang buah hati.

KDRT tidak hanya berbentuk kekerasan fisik. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa berupa kekerasan dalam psikologi, seksual, hingga hak atau kontrol terhadap anggota keluarga. KDRT tidak hanya merugikan pasangan yang terlibat konflik, namun juga berdampak negatif pada anak.

Baca Juga: Luka yang Tak Pernah Sembuh: Jeritan Kekerasan yang Tak Pernah Terbungkam

Bacaan Lainnya
DONASI

KDRT seperti penyiksaan secara fisik, pelecehan emosional dan lainnya, tentu akan berdampak buruk bagi kehidupan orang yang menjadi korbannya.

Namun, bukan hanya bagi si korban, jenis kekerasan yang biasanya terjadi di antara suami dan istri atau anggota keluarga lainnya tersebut juga akan berdampak bagi psikologis anak-anak yang menyaksikannya.

Anak-anak biasanya tidak mendapatkan dampak secara langsung dari KDRT. Namun, mereka sering kali menjadi saksi bisu dari pertengkaran atau kekerasan yang terjadi di antara kedua orang tua mereka.

Melihat kejadian yang menakutkan yang terjadi di rumah mereka hampir setiap hari, bisa menyebabkan trauma dan mengganggu kesehatan mental mereka.

Bukan hanya menyaksikan peristiwa tersebut bisa memberi ketakutan pada anak, korban KDRT yang sering kali merupakan orang yang menjadi pengasuh anak juga menjadi tidak responsif, dan tidak bisa memberikan perhatian yang dibutuhkan anak. Itulah mengapa KDRT bisa memberikan dampak yang signifikan bagi kesehatan mental anak.

Baca Juga: Kebakaran di Bawah, Perubahan di Atas: Letusan Gunung Marapi 2023 dan Permasalahan Iklim

Berikut dampak KDRT Terhadap Psikologis Anak :

Dalam kehidupan rumah tangga, tumbuh kembang dan kenyamanan anak sangat dipengaruhi oleh orang tuanya. Apabila terjadi KDRT dalam keluarga, maka anak-anak pun tidak bisa luput terkena dampaknya. Berikut berbagai dampak KDRT terhadap anak yang perlu orang tua pahami.

1. Menyebabkan Kecemasan

Anak-anak korban KDRT akan selalu merasa gelisah melihat kekerasan yang sering dilakukan salah satu orangtua mereka terhadap yang lain. Mereka juga bisa hidup dengan perasaan cemas setiap hari, karena tidak tahu kapan serangan fisik atau verbal berikutnya terjadi di rumah mereka. Hal ini bisa menyebabkan anak mengalami gangguan kecemasan.

Bagi anak-anak usia dini yang menyaksikan KDRT, tidak jarang mengalami kemunduran mental dan kembali pada kebiasaan pada waktu bayi. Contohnya seperti mengisap jempol, mengompol, dan lebih sering menangis atau merengek.

Sedangkan dampak menyaksikan KDRT bagi anak usia sekolah, mereka bisa mengembangkan sifat antisosial dan mungkin bergumul dengan rasa bersalah. Hal itu karena anak-anak korban KDRT tidak jarang disalahkan atas kekerasan yang terjadi di antara orangtua mereka.

2. Ganguan Stress

Dampak KDRT lainnya yang juga cukup mengkhawatirkan adalah adanya risiko gangguan stres pasca trauma pada anak-anak yang tumbuh di lingkungan dengan kekerasan tersebut.

Meski terhindar dari kekerasan fisik, trauma yang ditimbulkan dari KDRT cukup menyebabkan perubahan berbahaya pada perkembangan otak anak. Perubahan-perubahan ini bisa menyebabkan mimpi buruk, perubahan pola tidur, kemarahan, sifat lekas marah, sulit berkonsentrasi, dan kadang anak-anak berpotensi melakukan kembali aspek-aspek pelecehan traumatis yang mereka amati pada orang lain.

3. Depresi

Seorang anak yang memiliki kecemasan akibat tumbuh besar dalam lingkungan yang tidak sehat dan penuh kekerasan, bisa bertumbuh menjadi orang dewasa yang mengidap depresi. Trauma menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga secara rutin membuat anak berisiko tinggi mengalami depresi, kesedihan, gangguan konsentrasi, dan gejala depresi lainnya hingga dewasa.

4. Trauma Emosional

KDRT bisa membuat anak-anak mengalami trauma emosional. Anak-anak memang tidak terlibat secara fisik ketika adanya KDRT. Namun konflik yang terjadi dalam rumah tangga sangat mempengaruhi kondisi mental atau psikologi anak. Dalam kondisi ini, anak-anak mengalami perasaan takut dan tensi yang tinggi saat di rumah.

Kejiwaan atau emosi anak-anak akan terganggu ketika melihat tindakan-tindakan KDRT. Misalnya ketika ibunya diancam, diserang secara fisik, diserang seksual, hingga direndahkan. Trauma yang dialami anak bisa terbawa hingga dewasa dan mengganggu kehidupan pribadinya.

Baca Juga: Kepastian Hukum Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Menjatuhkan Tindakan Kebiri Kimia kepada Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak

5. Resiko Luka Fisik

Meski tidak tahu urusan konflik orang tuanya, namun anak-anak berpotensi mengalami luka fisik saat terjadi KDRT. Luka fisik yang diterima anak-anak akibat KDRT, bisa saja terjadi secara disengaja maupun tidak disengaja.

Pelaku KDRT bisa saja melampiaskan kemarahannya pada anggota keluarga di rumah, tidak menutup kemungkinan pada anak. Anak-anak bisa mengalami luka berupa memar, terkilir, patah tulang, luka terbuka, kelelahan, dan sebagainya.

6. Perilaku Agresif

Dampak lain KDRT bagi anak adalah bisa membuat anak berperilaku agresif. Anak-anak atau remaja yang menyaksikan dan mengalami KDRT berpotensi meniru tindakan itu juga di luar rumah. Misalnya berkelahi ketika di sekolah, membolos sekolah, menipu temannya, mengonsumsi alkohol hingga obat-obatan terlarang, hingga melakukan perbuatan seksual yang dilarang.

Penulis: Elvina Ramadhani Putri Murdiyanti

Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadyah Malang

Editor: Anita Said

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.