Abstract
The purpose of this study is to describe how the innovative use of barcodes as a learning tool spreads in the library of SDN Klampis Ngasem I/246. The method chosen was qualitative with a phenomenological approach and descriptive in nature. Data collection was done through in-depth interviews with teachers, students, and library managers. The research findings show that the use of barcodes in the process of borrowing and returning books provides efficiency in services and increases students’ interest in utilizing the library. This innovation spreads following the five stages of innovation diffusion according to Rogers, namely knowledge, persuasion, decision, implementation, and confirmation. Factors that support the adoption of innovations include ease of use, support from the principal, and training provided to teachers. Meanwhile, the main obstacles arose from the limited tools and students’ initial understanding of this system. In conclusion, the barcode innovation has successfully spread well and had a positive impact on literacy culture in schools.
Keywords: Diffusion of innovation, barcode, school library, learning, phenomenological method.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bagaimana inovasi penggunaan barcode sebagai alat pembelajaran menyebar di perpustakaan SDN Klampis Ngasem I/246. Metode yang dipilih adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan guru, siswa, dan pengelola perpustakaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa penggunaan barcode dalam proses peminjaman dan pengembalian buku memberikan efisiensi dalam layanan serta meningkatkan minat siswa untuk memanfaatkan perpustakaan. Inovasi ini menyebar mengikuti lima tahap difusi inovasi menurut Rogers, yaitu pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi. Faktor-faktor yang mendukung adopsi inovasi meliputi kemudahan dalam penggunaan, dukungan dari kepala sekolah, dan pelatihan yang diberikan kepada guru. Sedangkan, hambatan utama muncul dari keterbatasan alat dan pemahaman awal siswa tentang sistem ini. Sebagai kesimpulan, inovasi barcode telah berhasil menyebar dengan baik dan memberikan dampak positif pada budaya literasi di sekolah.
Kata Kunci: Difusi inovasi, barcode, perpustakaan sekolah, pembelajaran, metode fenomenologi.
Pendahuluan
Latar Belakang Umum
Kemajuan teknologi digital membuat dunia pendidikan harus beradaptasi, termasuk dalam cara mengelola perpustakaan sekolah. Saat ini, setiap sekolah dasar di Kota Surabaya diharuskan oleh Dinas Pendidikan untuk melakukan digitalisasi layanan perpustakaan sebagai bagian dari perubahan pendidikan yang berbasis teknologi. Dalam hal ini, SDN Klampis Ngasem I/246 telah memulai penggunaan sistem barcode untuk peminjaman dan pengembalian buku sebagai bentuk inovasi layanan. Tujuan dari inovasi ini adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah, mempermudah proses peminjaman, meningkatkan efisiensi layanan, serta menciptakan sistem pencatatan yang rapi dan tepat.
Penerapan barcode di perpustakaan sekolah juga berfungsi untuk meningkatkan literasi digital murid sejak dini, menjadikan perpustakaan lebih dari sekadar tempat penyimpanan buku, melainkan juga sebagai pusat pembelajaran aktif yang berbasis teknologi. Inovasi ini mengenalkan siswa pada teknologi yang sering dipakai di banyak bidang, sehingga membantu mereka mengembangkan keterampilan yang penting untuk abad ke-21 yang menekankan pada kemampuan digital. Dalam penelitian ini, penting untuk memahami cara inovasi ini dapat diterima dan diterapkan oleh komunitas sekolah melalui pendekatan teori difusi inovasi serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaannya.
Kajian Literatur
Teori difusi inovasi yang dikembangkan oleh Everett M. Rogers menjadi dasar penting untuk memahami bagaimana inovasi, seperti penerapan barcode, dapat diterima dan digunakan di sekolah-sekolah. Rogers (2003) menjelaskan bahwa difusi inovasi adalah sebuah proses di mana inovasi disebarluaskan melalui saluran tertentu selama waktu tertentu di antara anggota suatu sistem sosial. Inovasi bisa berupa pemikiran, kebiasaan, atau benda yang diperhitungkan baru oleh seseorang atau kelompok. Proses ini meliputi lima tahap: pengetahuan, persuasi, pemilihan, pelaksanaan, dan konfirmasi. Setiap tahap ini menggambarkan bagaimana individu atau lembaga beralih dari hanya mengetahui inovasi hingga memutuskan untuk mengadopsinya secara terus-menerus.
Beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa kesuksesan difusi inovasi di bidang pendidikan sangat dipengaruhi oleh kesiapan infrastruktur, dukungan kebijakan, serta partisipasi aktif dari pihak-pihak yang terlibat (Suryani, 2020; Yuliana & Ningsih, 2022). Inovasi yang berbasis teknologi seperti barcode telah terbukti meningkatkan efisiensi layanan serta minat siswa dalam memanfaatkan fasilitas perpustakaan (Hartati, 2021). Namun, penelitian yang membahas bagaimana proses difusi inovasi berlangsung di sekolah dasar negeri di daerah perkotaan seperti Surabaya masih sangat terbatas.
Urgensi Penelitian
Kepentingan dari penelitian ini berasal dari kebutuhan transformasi digital di sekolah dasar sebagai bagian dari pelaksanaan kebijakan pendidikan nasional dan lokal. Digitalisasi perpustakaan melibatkan lebih dari sekedar penerapan teknologi, tetapi juga merupakan strategi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan keterampilan literasi siswa. Di SDN Klampis Ngasem I/246, penerapan barcode sebagai inovasi adalah langkah konkret menuju digitalisasi layanan perpustakaan yang sesuai dengan tuntutan zaman serta kebijakan dari dinas pendidikan. Mempelajari proses penyebaran inovasi ini sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghalanginya, sehingga dapat menjadi pedoman bagi sekolah lain yang ingin mengimplementasikan inovasi yang serupa.
Baca Juga: Memahami Konsep Dasar Supervisi Pendidikan: Panduan Lengkap untuk Guru dan Kepala Sekolah
Pernyataan Penelitian dan Tujuan Kajian
Berdasarkan latar belakang dan kajian teoritis di atas, pertanyaan utama dalam kajian ini adalah: Bagaimana proses difusi inovasi penggunaan barcode dalam layanan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran di SDN Klampis Ngasem I/246? Kajian ini bertujuan untuk:
- Mendeskripsikan latar belakang dan bentuk inovasi penggunaan barcode di perpustakaan sekolah;
- Menganalisis proses difusi inovasi barcode menggunakan teori Rogers;
- Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan tantangan dalam implementasi inovasi tersebut;
- Menjelaskan bagaimana inovasi ini bertujuan untuk mempermudah akses peminjaman buku serta meningkatkan efisiensi layanan perpustakaan bagi siswa dan guru.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendeketan kualitatif dengan metode fenomelogis yang sifatnya deskriptif. Pendekatan ini di pilih guna memahami secara menyeluruh serta memahami sebuah persepsi informan terkait penyebaran inovasi penggunaan sistem barcode sebagai alat pembelajaran di SDN Klampis Ngasem 1/246.
Subjek Penelitian
Subjek penelian ini terdiri dari guru, siswa dan pustawan yang terlibat secara langsung dalam penggunaan sistem barcode tersebut.
Teknik Pengumpulan Data
Semua data yang dikumpulkan melalui teknik wawancara secara mendalam dengan kepala pustakawan sendiri yakni Hengki Julianto, M.Pd. Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan panduan pertanyaan secara terbuka. Selain itu, observasi langsung terhadap aktivitas di perpustakaan dan dokumentasi (foto, catatan kegiatan, serta materi terkait barcode) juga digunakan untuk memperkaya data.
Hasil dan Pembahasan
Inovasi
Sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah dasar, pihak sekolah mengadopsi ‘konsep inovasi berbasis teknologi yang bertujuan untuk kemajuan literasi di sekolah. inovasi ini di bentuk oleh pihak pustawan sebagai bentuk implemelntasi mengikuti perkembangan teknologi yang semakin modern, sekaligus meningkatkan minat baca para siswa melalui akses yang jauh mudah, cepat dan lebih efisien. Digitalisasi perpustakaan sekolah dengan menggunakan sistem peminjaman berbasis barcode adalah langkah efektif untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan kenyamanan dalam pengelolaan buku serta layanan kepada siswa.
1. Apa itu Sistem Peminjaman Barcode di Perpustakaan?
Sistem ini menggunakan kode batang (barcode) yang ditempelkan pada setiap buku dan kartu anggota. Barcode ini dipindai menggunakan scanner barcode saat proses peminjaman dan pengembalian buku. Sistem ini terintegrasi dengan software perpustakaan digital yang mencatat semua transaksi secara otomatis.
2. Manfaat Digitalisasi dengan Barcode
✅Menghemat waktu saat peminjaman dan pengembalian;
✅Meminimalkan kesalahan pencatatan;
✅Meningkatkan akurasi stok buku;
✅Mudah dalam pelacakan buku hilang atau terlambat;
✅Data anggota dan riwayat pinjam tersimpan rapi;
✅Laporan otomatis (buku terlaris, anggota aktif, dll).
Baca Juga: Meningkatkan SDM Remaja Desa Bonisari melalui Program Taman Baca Perpustakaan Keliling
3. Komponen Sistem
a. Perangkat Keras:
- Komputer/ laptop;
- Scanner barcode;
- Printer barcode (opsional);
- Label barcode (ditempel di buku dan kartu anggota).
b. Perangkat Lunak:
- Aplikasi perpustakaan (misalnya: SLiMS, Inlislite, School Library System, atau software custom);
- Database (MySQL/ PostgreSQL tergantung sistem).
c. Barcode:
Dapat menggunakankode ISBN atau membuat kode unik sendiri untuk setiap buku.
Komunikasi
Dinas Pendidikan Kota Surabaya, kepala sekolah, kepala perpustakaaan, mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Komunikasi dalam konteks ini merujuk pada proses penyampaian informasi, koordinasi, dan kolaborasi yang terjalin secara aktif dan berkesinambungan antara empat pihak utama dalam sistem pendidikan, yaitu:
1. Dinas Pendidikan Kota Surabaya
Sebagai pemangku kebijakan dan pembuat regulasi di tingkat daerah, Dinas Pendidikan berperan sebagaipengarah utama dan fasilitator kebijakan pendidikan, termasuk dalam penerapan inovasi berbasis teknologi. Dinas memberikan arahan, dukungan anggaran, serta pengawasan terhadap implementasi program literasi dan teknologi di sekolah.
2. Kepala Sekolah
Kepala sekolah menjadipenghubung antara kebijakan pemerintah daerah dan pelaksanaan di lapangan. Ia memastikan bahwa semua kebijakan yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan dapat diterjemahkan ke dalam kegiatan nyata di sekolah, termasuk membentuk tim kerja, menyusun program inovatif, serta mendorong kerja sama antar guru dan pustakawan.
3. Kepala Perpustakaan
Pemimpin perpustakaan berada di garis depan dalam penerapan barcode, meskipun menghadapi tantangan seperti kekurangan staf. Dalam komunikasi, pemimpin perpustakaan bekerja sama dengan kepala sekolah dan mahasiswa pendukung. Ia menyampaikan kebutuhan teknis, masalah yang dihadapi, serta kemajuan penggunaan sistem baru. Komunikasi yang dijalin bersifat praktis dan berorientasi pada solusi, untuk memastikan layanan perpustakaan tetap berlanjut sambil beradaptasi dengan inovasi.
4. Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (Untag)
Mahasiswa di Untag memiliki peran sebagai mitra yang mendukung pelaksanaan inovasi di lapangan. Mereka berkomunikasi langsung dengan kepala perpustakaan dan guru untuk memahami sistem yang ada, serta memberikan pelatihan dan bantuan teknis. Interaksi yang dibangun oleh mahasiswa bersifat kolaboratif, fleksibel, dan berdasarkan pengalaman. Mahasiswa juga berfungsi sebagai penghubung antara teori akademik dan praktik di sekolah, serta memperkuat keterkaitan antara perguruan tinggi dan sekolah dasar.
Baca Juga: Inovasi Perpustakaan Sekolah Dasar dalam Era Digital: Membangkitkan Minat Literasi dan Pembelajaran
Tujuan Komunikasi Kolaboratif Ini
- Sinkronisasi kebijakan dan implementasi program. Agar inovasi literasi yang berbasis teknologi berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pendidikan daerah.
- Peningkatan kualitas program melalui tukar informasi, pengalaman, serta evaluasi bersama secara berkala.
- Pemberdayaan peran masing-masing pihak secara maksimal, dengan tetap mengedepankan kerja sama dan keterbukaan dalam menyampaikan ide, kendala, dan solusi.
Dengan demikian, komunikasi antar Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, kepala perpustakan, Mahasiswa UNTAG Surabaya menjadi fondasi utama keberhasilan inovasi pendidikan, terutama dalam mendorong kemajuan literasi dan integrasi teknologi di sekolah dasar.
Adopter: Guru, pustawakan, dan siswa sebagai pengguna utama dari sistem perpustakaan yang baru
1. Guru
Sebagai adopter, guru:
- Mengintegrasikan sistem perpustakaan digital ke dalam proses pembelajaran, seperti guru mencoba terlebih dahulu sistem peminjaman barcode;
- Mengarahkan siswauntuk menggunakan perpustakaan digital sebagai sumber belajar;
- Memberikanumpan balik terkait efektivitas sistem, serta menyampaikan kendala dan usulan pengembangan kepada pustakawan atau kepala sekolah.
2. Pustakawan
Sebagai adopter sekaligus pengelola:
- Mengelola sistem perpustakaan digital, termasuk mengunggah koleksi bacaan, mengatur akses, dan memastikan sistem berjalan lancar;
- Membimbing guru dan siswa dalam menggunakan sistem, serta menjadi narahubung jika terjadi kendala teknis atau kesulitan dalam mengakses sumber bacaan;
- Berinovasi dalam promosi penggunaan barcode untuk peminjaman buku dan literasi di sekolah, seperti membuat program literasi pada setiap hari kamis diperpustakaan sekolah dan sebagainya.
3. Siswa sebagai pengguna akhir dan target utama
- Menggunakan kartu anggota atau NIS yang telah diberi barcode untuk meminjam buku;
- Memindai barcode buku saat meminjam dan mengembalikan;
- Memberikan respons atau tanggapan terhadap kenyamanan dan kemudahan sistem yang digunakan, secara langsung atau melalui guru.
Tujuan Adopsi oleh Ketiga Pihak
- Meningkatkan keterlibatan dalam program system barcode yang lebih menarik dan sesuai dengan gaya belajar abad ke-21;
- Menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi informasi, agar proses pembelajaran dan pencarian informasi menjadi lebih efisien dan fleksibel;
- Mendukung terciptanya budaya digital modern di sekolah yang berkelanjutan dan inklusif.
Dengan kata lain, guru, pustakawan, dan siswa adalah pengguna inti (key users) yang berperan penting dalam kesuksesan implementasi sistem perpustakaan yang baru. Keaktifan dan keterbukaan mereka terhadap teknologi sangat menentukan keberhasilan transformasi program system barcode di sekolah.
Sistem Sosial: SDN Klampis Ngasem 1/246 & dukungan dari pihak Dinas Surabaya
1. SDN Klampis Ngasem 1/246 (Lingkungan Internal Sekolah)
Sebagai lingkungan pelaksana utama, sekolah ini menjadi bagian inti dari sistem sosial. Di dalamnya terdapat:
- Kepala Sekolah, sebagai pengarah dan pengambil kebijakan internal;
- Guru, sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran dan pendamping siswa dalam menggunakan sistem barcode untuk peminjaman buku;
- Pustakawan, sebagai pengelola sistem perpustakaan berbasis teknologi;
- Siswa, sebagai penerima manfaat utama dan pengguna aktif dari inovasi ini;
- Orang Tua/ Wali Murid, sebagai pendukung dari rumah untuk memastikan anak-anaknya memanfaatkan sistem yang tersedia.
Semua komponen ini berinteraksi secara harmonis untuk menjalankan inovasi, menciptakan budaya literasi yang positif, dan menjaga keberlangsungan program.
2. Dinas Pendidikan Kota Surabaya (Lingkungan Eksternal Pendukung)
Dinas Pendidikan berperan sebagai bagian eksternal namun sangat penting dalam sistem sosial, dengan tanggung jawab antara lain:
- Memberikan dukungan kebijakan dan regulasi, yang memungkinkan sekolah melakukan transformasi digital dalam pengelolaan sitem barcode untuk peminjaman buku diperpustakaan sekolah;
- Menyediakan sarana dan prasarana pendukung, seperti perangkat teknologi, jaringan internet, scanner barcode, kartu anggota barcode, dokumen dan administrasi pendukung, pelatihan guru dan pustakawan;
- Melakukan monitoring dan evaluasiatas pelaksanaan program, serta menyusun laporan kemajuan;
- Mendorong kolaborasi antar sekolah agar inovasi dapat berkembang lebih luas dan menjadi bagian dari kebijakan program barcode peminjaman buku tingkat kota.
Early Adopte: Dinas Pendidikan
Dinas Pendidikan mengambil peran sebagai pengadopsi awal yang mendorong inovasi sejak awal. Mereka memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan, mengarahkan strategi, dan mendorong penggunaan teknologi dalam pendidikan. Dengan berbagai program pelatihan dan supervisi, Dinas menunjukkan kepemimpinan dalam memperkenalkan serta memfasilitasi penggunaan barcode di perpustakaan sekolah.
Late Majority: Kepala Perpustakaan
Kepala perpustakaan termasuk dalam kelompok mayoritas terlambat karena terbatasnya sumber daya manusia dan kurangnya pengalaman dengan teknologi. Keterlambatan mereka dalam mengadopsi inovasi bukanlah karena penolakan, tetapi disebabkan oleh keterbatasan dalam operasional, khususnya kekurangan staf. Namun demikian, dengan adanya bantuan dari pihak luar, kepala perpustakaan pada akhirnya bersedia untuk menerima dan melaksanakan inovasi tersebut.
Mahasiswa Untag sebagai Pendukung Proses Implementasi
Mahasiswa dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya berperan aktif sebagai pendukung dalam proses implementasi. Mereka terlibat dalam pelatihan penggunaan barcode, membantu siswa, dan mengelola perpustakaan selama proses adaptasi. Kehadiran mahasiswa menjadi perantara antara inovasi dan praktik di lapangan, terutama selama masa transisi.
Baca Juga: Mahasiswa KKN-T Universitas Hasanuddin Sukses Mengadakan Kegiatan Peremajaan Perpustakaan
Penutupan
Penerapan sistem barcode terbaru di Perpustakaan SDN Klampis Ngasem I/246 menunjukkan penggunaan teknologi yang efektif untuk memperbaiki layanan literasi di sekolah dasar. Inovasi ini tidak hanya membuat proses peminjaman dan pengelolaan buku menjadi lebih mudah, tetapi juga meningkatkan minat baca serta kemampuan literasi digital di antara siswa. Proses penyebaran inovasi ini berlangsung melalui kerjasama komunikasi antara Dinas Pendidikan, kepala sekolah, guru, pustakawan, dan mahasiswa yang menjadi pengguna awal. Meskipun ada tantangan dari kelompok late majority dan laggards, dukungan dari jaringan sosial yang kokoh memungkinkan adopsi berjalan dengan baik. Dari sudut pandang teoritis, penelitian ini memperkuat pentingnya teori difusi inovasi dalam dunia pendidikan dasar. Dari segi praktik, disarankan agar sekolah lain mengikuti langkah serupa dengan memberikan pelatihan awal, dukungan teknis, dan peningkatan komunikasi antarperan untuk mendukung transformasi literasi digital yang berkelanjutan.
Penulis:
1. Sevia Kikan Azzahra
2. Andi Nahda Afiyani
3. Wahyu Puja Sekar Atthursina
4. Bagus Angga Saputro
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Daftar Pustaka
Saputri, L., Arifin, A., & Razak, I. A. (2023). Digitalisasi perpustakaan sekolah. Student Journal of Educational Management, 3(2), 189–202.
Mailin, M., Rambe, G., Ar-Ridho, A., & Candra, C. (2022). Teori media/teori difusi inovasi. JGK (Jurnal Guru Kita), 6(2), 168–168.
Ikuti berita terbaru di Google News