Dilema keadilan hukum masih menjadi PR bagi lembaga penegak hukum di Indonesia. Sangat banyak kasus kejahatan yang tidak terungkap dan tidak diketahui kejelasannya. Beberapa ada yang muncul ke permukaan publik dan tersorot oleh media tersohor. Namun, tidak sedikit pula yang bahkan tidak muncul ke permukaan dan menjadi kasus yang tidak jelas peradilannya. Sebagai negara hukum, dilema keadilan hukum Indonesia seharusnya menjadi hal yang sangat krusial bagi negeri ini. Namun demikian, apa yang terpampang nyata adalah ketimpangan keadilan dan anti-kritik.
Kasus Novel Baswedan
Salah satu kasus yang sedang tersorot media adalah penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan yang kembali menjadi perhatian publik setelah JPU menuntut terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette satu tahun penjara terkait tindak pidana penganiayaan berat. Dua tahun delapan bulan berlalu hanya untuk mengusut siapa pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, tuntutan satu tahun penjara terlihat jelas sangat bercanda. Akal sehat seolah-olah tidak bisa menerima apa yang sedang terjadi.
Hal lain yang mengejutkan publik yaitu pelaku penyerangan ini adalah dua polisi aktif dengan tujuan untuk memberi pelajaran kepada Novel Baswedan. Mengapa harus memberi pelajaran kepada orang yang melindungi uang rakyat? Tidakkah lebih baik untuk memberi pelajaran kepada orang yang telah mencuri uang rakyat?
Jutaan komentar kemarahan rakyat Indonesia yang disalurkan melalui media sosial sepertinya tidak mengubah apapun sampai saat ini. Banyak sindiran halus dan frontal kepada pelaku maupun penegak hukum di Indonesia yang mungkin tidak terdengar sampai ke telinga mereka. Tidak ada tanggapan yang berarti sampai hari ini, apalagi perbaikan. Hal yang sulit untuk diakui adalah bagimana hukum bahkan tidak mampu memberi keadilan kepada orang yang menegakkan hukum.
Bagaimana kasus korupsi dapat terbongkar apabila yang memberantasnya saja tidak mendapatkan perlindungan hukum? Mereka seolah berjuang di medan perang tanpa pelindung untuk dirinya sendiri. Perlindungan hukum yang lemah kepada pemberantas korupsi lantas menjadi perlindungan hukum yang kuat kepada koruptor. Setelah ini, kasus korupsi besar kemungkinan akan menjadi semakin sulit untuk diberantas. Kasus ini pun seolah menjadi ancaman bagi para pemberantas korupsi bahwa ruang lingkup mereka terbatas dan terawasi.
Hukum yang Runcing ke Bawah dan Tumpul ke Atas
Apabila kita kembali menilik ke belakang, sangat banyak ketidakadilan yang terjadi khususnya kepada rakyat kecil yang tidak paham akan hukum. Dapat dilihat pada kisah Nenek Asyani yang divonis satu tahun penjara dengan masa percobaan satu tahun tiga bulan dan denda 500 juta rupiah karena terbukti mencuri dua batang pohon jati untuk dibuat menjadi tempat tidur. Sedangkan, mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman hanya dituntut satu tahun enam bulan penjara oleh JPU Kejaksaan Negeri Sragen dan denda 10 juta rupiah atas kasus korupsi dana kas daerah (kasda) Pemkab Sragen 2003-2011 lalu.
Selain buta akan keadilan, haruskah penegak hukum juga buta akan hati nurani? Dilema keadilan hukum Indonesia menjadi hal yang sukar untuk didapatkan bagi masyarakat kecil di negara hukum. Tujuan hukum adalah memberikan keadilan kepada setiap orang tidak peduli mereka dari kalangan apapun. Realitanya, hukum Indonesia belum bisa memberikan keadilan bagi setiap orang. Hukum seolah-olah menjadi alat yang bisa dikendalikan seorang yang memiliki kuasa dan uang.
Penerapan penegakan hukum yang tebang pilih, runcing ke bawah tumpul ke atas sangat tidak sesuai dengan UUD pasal 28D ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Yang nampak kini adalah jujurnya ketidakadilan di muka public, kenyataan bahwa kuasa dan uang masih di atas segalanya. Realita yang terasa justru menjerat orang miskin dan melonggarkan kaum elit. Kesalahan ini menjadi hal yang terus berlarut dan berlanjut tidak tahu sampai kapan.
Bagaimana Nasib Penegakan Hukum di Indonesia?
Tidak dapat dipungkiri, kasus-kasus di atas terutama Kasus Novel Baswedan akan menjadi tolak ukur kasus-kasus yang terjadi selanjutnya. Maka dari itu, diperlukan pembenahan dalam penegakan hukum Indonesia. Mulai dari memberlakukan hukum yang lebih berat kepada koruptor serta melakukan keterbukaan penggunaan anggaran agar masyarakat dapat mengetahui jalan keluar anggaran pemerintah tersebut.
Dalam pembenahan penegakan hukum di Indonesia tentu diperlukan kerjasama lembaga swadaya masyarakat yang kredibel hingga universitas untuk ikut andil dalam mengawasi jalannya anggaran sehingga penyelewengan anggaran akan sulit terjadi karena pengawasan yang ketat dari orang banyak. Dalam hal ini juga, dibutuhkan rasa saling memiliki dan kesadaran akan pentingnya penegakan hukum yang adil di sebuah negara. Terbukanya penggunaan anggaran dari desa sampai tingkat tertinggi provinsi akan menekan rasa tidak percaya dalam masyarakat.
Hal yang paling menyedihkan dari ketidakadilan adalah anggapan lumrah pada pola pikir masyarakat ketika melihat hal tersebut. Tanggapan “Ah, tidak adil itu sudah biasa.” banyak ditemui. Ketika banyak orang bahkan menjadi tidak peduli lagi akan hukum di negerinya sendiri, mereka merasa semua perjuangan menuntut keadilan adalah hal yang sia-sia dan merasa hal itu bukanlah tanggung jawabnya. Mereka memilih diam dan hanya melihat apa yang sedang terjadi, menjadi takut untuk memperbaiki negaranya sendiri.
Penegakan Hukum di Indonesia
Sadarkah kita apa yang akan terjadi selanjutnya adalah apa yang kita ukir hari ini? Kasus tersorot media saja bisa terjadi ketidakadilan, apalagi kasus-kasus yang tidak tersorot? Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan, “Sudahkah kita turut andil dalam penegakkan hukum di Indonesia?”
Sebagai rakyat Indonesia kita harus selalu bersama-sama mengiringi penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana yang tertulis dalam Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” seharusnya kita praktikkan dan perjuangkan bersama. Kita harus peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita, termasuk ketidakadilan. Karena sesungguhnya lumpuhnya suatu negara dimulai dari lumpuhnya sistem peradilannya. Indonesia tidak boleh terus tertidur lelap untuk masalah ketidakadilan hokum dan sadar bahwa banyak yang harus diperbaiki di kaca-mata hukum Indonesia.
Indonesia membutuhkan orang-orang yang jujur dan juga kritis dalam menanggapi sesuatu. Pandangan terhadap ketidakadilan hukum yang terjadi bisa kita ubah bersama. Pemerintah harus memfasilitasi masyarakat untuk mengawasi keadilan yang juga membuka ruang untuk rakyat ikut andil dalam penegakan hukum. Sehingga penegakan keadilan hukum tidak menjadi omong kosong dan wacana belaka saja tetapi juga menjadi sesuatu yang bisa dipercaya oleh rakyat Indonesia.
Farelia Octa Viola
Mahasiswa Sampoerna University
Editor: Sharfina Alya Dianti
Baca Juga:
Anggaran Corona Ditambah; Yakin Koruptor Indonesia Takut Ancaman Mati?
Kompetisi Esai Hukum Energi dan Pertambangan 2020
Urgensi Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin (Pro Bono)