Faktor Penyebab Pernikahan Dini

Pernikahan Dini

Manusia diciptakan oleh Tuhan untuk berpasang-pasangan. Dalam beberapa ayat dalam Al-Quran juga disebutkan tentang pernyataan tersebut, seperti dalam surat Az-Zariat ayat 49 yang berbunyi “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” dan dalam surat An-Najm ayat 45 yang berbunyi “dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita”.

Manusia diberikan anugerah untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu pernikahan. Pernikahan itu sendiri bertujuan untuk menjaga kehormatan diri serta melanjutkan atau melestarikan keturunannya.

Pernikahan dalam islam sudah memiliki hukum yang sesuai dengan syariat. Menikah juga merupakan salah satu perintah dari Allah SWT. Menurut Al-Quran serta Hadits pernikahan berasal dari kata An-Nikh atau Azziwaj yang maknanya menginjak, menaiki bersenggama, atau bersetubuh. Dalam ilmu fiqih pernikahan berasal dari kata aljam’u yang artinya mengumpulkan atau menghimpun.

Bacaan Lainnya

Istilah lain menurut Munarki (2006) Ijab Qobul yang menghalalkan atau mengizinkan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang belum muhrim menjadikan mereka memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan yang di wajibkan oleh Islam. Dasar hukum pernikahan menjadikannya salah satu ibadah yang disarankan untuk dilaksanakan.

Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan itu mubah yaitu bila dikerjakan tidak berpahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa. Namun hukum pernikahan bisa berubah menjadi wajib, sunah, maupun haram tergantung dari kondisi dari dua orang yang akan menikah tersebut.

Dari zaman dulu pernikahan dini sudah banyak terjadi di kalangan remaja. Bahkan sampai saat ini pernikahan dini kembali marak. Sebenarnya apa yang menjadi penyebab serta bagaimana hukum menurut islam tentang pernikahan dini ini.

Menurut Muhyi (2006) pernikahan dini memiliki pengertian sebagai pernikahan yang dilaksanakan ketika masih, belum, atau bahkan di akhir remaja. WHO menentapkan batas remaja berada di umur 12-24 tahun, menurut Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi BKKBN batas remaja adalah diumur 10-21 tahun.

Pada dasarnya islam tidak mengatur tentang hukum batas usia pernikahan, dapat disimpulkan menjadi kemudahan bagi manusia untuk mengaturnya. Dalam Al-Quran surat An-Nur “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” dan dalam hadits Rasulullah “Kami telah diceritakan dari Umar bin Hafs bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami dari ayahku (Hafs bin Ghiyats), telah menceritakan kepada kami dari al A‟masy dia berkata :”Telah menceritakan kepadaku dari ‟Umarah dari Abdurrahman bin Yazid, dia berkata: ”Aku masuk bersama ‟Alqamah dan al Aswad ke (rumah) Abdullah, dia berkata : ”Ketika aku bersama Nabi SAW dan para pemuda dan kami tidak menemukan yang lain, Rasulullah SAW bersabda kepada kami: ” Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah mampu berumah tangga, maka kawinlah, karena kawin dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa, maka sesungguhnya yang demikian itu dapat mengendalikan hawa nafsu.” (HR. Bukhari).  

Dari Al-Quran dan Hadits ini dapat mengungkapkan bahwasannya seseorang yang ingin melakukan pernikahan haruslah orang yang siap dan mampu dalam hal jasmani dan rohani, serta menyatakan bahwa kedewasaan sangat penting dalam unsur pernikahan.

Faktor-Faktor Terjadinya Pernikahan Dini

Dalam fiqh ditentukan dengan tanda bersifat jasmani yaitu tanda-tanda baligh yaitu, sempurnanya umur 15 tahun untuk laki-laki (iḥtilām), dan perempuan (haid) minimal pada umur 9 tahun. Terdapat beberapa faktor yang membuat terjadinya pernikahan dini:

1. Faktor Ekonomi

Misalnya pada suatu keluarga yang mempunyai anak lebih dari empat dan mereka tidak mampu untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Sehingga yang terjadi adalah para orang tua berpikir bahwa mereka dapat mengurangi biaya hidup sehari-hari dengan menikahkan anaknya dengan orang yang lebih mampu.

2. Faktor Pendidikan yang Rendah

Hal ini dapat mempengaruhi pada pola fikir kehidupan seseorang. Orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi tidak terlalu memilih untuk menikah muda, karena mereka lebih mementingkan karir daripada pernikahan.

Pola pikir yang dimiliki oleh orang yang kurang dalam berpendidikan pasti akan memilih untuk menikah, karena melalui pernikahan kekosongan didalam hidupnya akan dipenuhi dengan kebutuhan yang cukup.

3. Faktor Kemauan Diri

Ketika remaja sudah jatuh cinta maka keduanya akan mengatakan tidak ada salahnya untuk menikah, karena menikah juga merupakan suatu ibadah.

Mereka tidak akan berpikir panjang bahwa ketika mereka memutuskan untuk menikah, mereka tidak tahu tentang masalah apa yang akan datang didalam rumah tangga. Dalam usia yang masih muda pasti banyak pertengkaran dalam berumah tangga, karena saat usia remaja masih memiliki perasaan emosional didalam dirinya.

Ketika mereka berdebat tentang sesuatu mereka akan berpikir tentang perceraian, karena mereka menganggap bahwa jalan hidup mereka sudah tidak sejalan lagi atau sudah tidak memiliki pemahaman yang sama lagi.

4. Faktor Pergaulan Bebas

Saat ini orang tua sulit untuk memahami keinginan anaknya. Ketika di dalam rumah mereka dikekang sementara ketika di luar rumah mereka merasa bebas tanpa pengawasan dari orang tua.

Jadi, mereka akan melakukan hal apapun yang bisa membuat mereka merasa bahagia. Ketika anak merasa tidak nyaman di dalam keluarganya, kemudian anak mulai mengenal seorang laki laki lalu pasti mereka akan meresa nyaman dan merasa bahwa mereka dilindungi.

Maka secara otomatis ia akan melakukan segalanya untuk seorang laki laki. Hal yang biasanya terjadi dalam pergaulan bebas adalah hamil di luar ikatan pernikahan. Ketika hal ini terjadi, sebagai orang tua mau tidak mau pasti  akan menikahkan anaknya diusia muda untuk menutupi rasa malunya.

5. Faktor Adat Istiadat

Beberapa daerah biasanya memiliki kebiasaan untuk menjodohkan anaknya sedari ia kecil, karena itu orang tua ingin segera menikahkan anaknya agar memiliki hubungan yang langgeng.

Di dalam masyarakat pedesaan biasanya para orangtua menginginkan anak gadisnya untuk segera menikah dengan alasan takut disebut perawan tua.

Hal ini yang kemudian membuat orang akan berpikir secara turun temurun bahwa ketika anak gadisnya belum menikah maka akan disebut dengan perawan tua.

Penulis: Ayu Dwi Yanti, Karina Sisnu Untari, Salman Syafiq
Mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Referensi:

  1. Wahyu Wibisana. Pernikahan dalam Islam. J Pendidik Agama Islam – Ta’lim. 2016;14(2):185-193. http://jurnal.upi.edu/file/05_PERNIKAHAN_DALAM_ISLAM_-_Wahyu.pdf
  2. Zachari F. Pernikahan Dini Dalam Pandangan Islam. Https://WwwKompasianaCom. Published online 2019:1-12. https://www.kompasiana.com/fikryzachary6524/5d1422060d823014817c8b82/pernikahan-dini-dalam-pandangan-islam
Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI