Fenomena Game Online pada Anak Usia Sekolah Dasar

Little boy playing a mobile game against his sister

Berbicara tentang perkembangan teknologi, tidak bisa terlepas dari peradaban manusia. Saat ini kita berada di masa industri 4.0 di mana hampir seluruh kegiatan manusia telah menggunakan teknologi.

Perkembangan teknologi yang kian berkembang pesat membuat hidup manusia semakin mudah, salah satu contoh hasil dari perkembangan teknologi adalah Smartphone. Hampir setiap orang memiliki benda tersebut, dari usia dewasa hingga anak–anak.

Berbagai macam aplikasi yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi seperti Game Online. Jika dulu di era tahun 90-an, game masih dimainkan dengan cara tradisional seperti lompat tali, petak umpet, permainan karet, dan lain-lain.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Dampak Negatif Game Online pada Kesehatan Mental

Namun di era saat ini dengan bermodalkan Smartphone dan kuota internet kita bisa memainkan game yang kita sukai bukan hanya dengan teman sekitar kita bahkan orang–orang di seluruh penjuru dunia.

Permasalahan yang terkait dengan penggunaan game online telah mendapat banyak perhatian dari masyarakat luas. Sejak kemunculannya game online menjadi sangat populer dan mudah untuk diakses.

Game online dapat dimainkan di berbagai platform, seperti komputer pribadi (PC), konsol game (alat khusus untuk bermain game), dan smartphone. Saat ini, game online seperti Mobile Legend (ML), Arena of Valor (AoV), Clash of Clans (CoC), Fortnite, Dota 2, dan Player Unknown’s Battle Ground (PUBG) merupakan salah satu kegiatan rekreasi yang paling luas terlepas dari budaya, usia, dan jenis kelamin.

Berdasarkan laporan dari We are Social, Indonesia menjadi negara dengan jumlah pemain video game terbanyak ketiga di dunia. Laporan tersebut mencatat ada 94,5% pengguna internet berusia 16-64 tahun di Indonesia yang memainkan video game per Januari 2022.

Sementara itu Filipina berada di posisi pertama dengan persentase pengguna internet yang bermain video game sebesar 96,4%. Posisi kedua ditempati oleh Thailand dengan persentase 94,7%.

Vietnam menempati posisi keempat lantaran ada 93,4% pengguna internet di negara tersebut yang bermain video game. Setelahnya ada India dan Taiwan dengan persentase masing-masing 92% dan 91,6%.

Baca Juga: Kasus Anak Kecanduan Game Online Mencuri Uang di Madiun Dilihat dari Teori Kognitif

Organisasi Kesehatan Dunia PBB atau World Health Organizations (WHO) pada pertengahan 2018 resmi menetapkan kecanduan game atau game disorder ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD) sebagai penyakit gangguan mental untuk pertama kalinya.

Konsumsi game online yang terlalu berlebihan dapat berdampak negatif pada anak di antaranya adalah malas melakukan aktifitas lain, kurang bersosialisasi dengan masyarakat, melupakan orang terdekat disekitarnya, gangguan pada mata, keluarnya kata kasar. 

Game online juga dapat menyebabkan anak bersifat acuh tak acuh terhadap lingkungan sosialnya dan bahkan mengabaikan dunia nyata karena kesenangan dalam dunia maya yang bisa berakibat pada sikap agresif yang ditunjukkan oleh anak (Musthafa, 2015).

Kecanduan game online bukan hanya berdampak pada perilaku anak tetapi juga mempengaruhi kesehatan fisiknya. Anak yang terlalu banyak bermain game berisiko mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, insomnia, bahkan gangguan perkembangan otak.

Sehingga dalam hal ini, peran orang tua sangat diperlukan untuk membatasi waktu bermain anak-anak. Karena kesalahan fatal yang sering dilakukan orang tua adalah memberi kebebasan dan tidak membatasi waktu bermain game online pada anak.

Penulis: Saiful Rohman
Mahasiswa Magister Pendidikan Dasar Universitas PGRI Semarang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.