Pendahuluan
Apa itu Gen Z? dan Siapa Gen Z?
Generasi Z, atau yang kerap disebut Gen Z, merupakan kelompok yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012.
Mereka tumbuh besar dalam era digital, menjadikan teknologi dan internet sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Tak heran jika mereka dikenal sebagai “digital natives” atau generasi yang sejak dini akrab dengan media sosial, informasi cepat, dan hiburan visual.
Namun, di tengah kemudahan akses informasi ini, muncul tantangan baru: menurunnya minat baca dan rendahnya budaya literasi di kalangan Gen Z.
Padahal, literasi memegang peranan penting dalam membentuk generasi yang cerdas, berpikir kritis, inovatif, dan mampu bersaing.
Lalu, bagaimana cara agar Gen Z dapat kembali membangun kedekatan dengan literasi, khususnya melalui pendekatan komunikasi yang relevan di era mereka, seperti yang terjadi di Purwokerto?
Baca juga: Fresh Start atau Fresh Stress? Ini Alasan Gen Z Harus Waspada Kesehatan Mental
Isi
Fenomena rendahnya minat baca di kalangan Gen Z sebenarnya bukan hal yang baru.
Banyak dari mereka, termasuk mungkin kita sendiri, lebih memilih scroll TikTok berjam-jam sampai lupa waktu daripada membaca satu bab buku.
Tapi kalau dipikir-pikir, ini bukan sepenuhnya salah Gen Z.
Zaman sekarang memang menuntut semuanya serba cepat, serba instan, dan serba visual.
Tapi di balik semua itu, kemampuan memahami informasi, memilah fakta dan hoaks, serta berpikir kritis tetap jadi hal yang sangat penting, apalagi di era digital seperti sekarang.
Kita nggak bisa terus-menerus bergantung pada algoritma untuk menentukan apa yang kita konsumsi.
Literasi bukan cuma soal membaca buku, tapi juga soal memahami dunia.
Meski begitu, harapan itu tetap ada. Di berbagai daerah, mulai muncul gerakan-gerakan literasi yang justru digerakkan oleh anak muda itu sendiri mungkin juga oleh Gen Z.
Di Purwokerto misalnya, hadir komunitas baca seperti Baca Bareng Purwokerto dan beberapa lainnya.
Komunitas kayak gini menunjukkan bahwa literasi itu bisa dibangun dengan cara yang seru dan sesuai sama gaya Gen Z.
Daripada cuma mengandalkan pelajaran di sekolah, kita sebenarnya bisa ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunitas.
Nggak cuma baca bareng, tapi juga bisa diskusi, bikin karya, bahkan bikin konten edukatif dari apa yang kita baca.
Dengan begitu, literasi nggak lagi terasa membosankan, tapi malah jadi bagian dari gaya hidup kita.
Baca juga: Fenomena Childfree di Kalangan Milenial dan Gen Z: Antara Hak Reproduksi dan Tekanan Sosial
Kesimpulan
Minat baca Gen Z emang keliatan rendah, tapi sebenarnya bukan karena Gen Z-nya malas. Emang zamannya aja yang serba cepat dan serba digital.
Tapi tetap aja, kemampuan buat mikir kritis, ngerti informasi, dan bedain mana fakta sama hoaks itu penting banget sekarang.
Untungnya, udah mulai banyak komunitas baca yang dibikin sama anak muda sendiri, kayak di Purwokerto.
Dari situ kita jadi tahu kalau literasi itu bisa kok dibangun dengan cara yang seru dan cocok sama gaya Gen Z.
Jadi daripada cuma ngandelin sekolah, mending kita juga ikut aktif baca bareng, diskusi, bikin konten, atau hal-hal kecil lain yang bisa nyebarin semangat literasi.
Baca juga: Manajemen Bisnis di Era Anak Milenial dan Gen Z
Penulis: Inafia Ifadatul Fuadah
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News