Harta Karun Indonesia Incaran Dunia

Indonesia
Sumber foto: www.merdeka.com

Dikenal sebagai bencana yang menghantui masyarakat khususnya daerah Sidoarjo selama 17 tahun, Lumpur Lapindo menjadikan kenangan mengerikan bagi warga sekitar karena banyak menenggelamkan rumah warga bahkan tidak jarang kehilangan pekerjaan mereka akibat bencana tersebut.

Kisah ini dimulai pada 26 Mei 2006 silam. Pada saat itu, PT Lapindo Brantas melakukan pengeboran gas, di Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Penyebab pasti terjadinya semburan gas hingga lumpur panas tersebut sampai sekarang masih menjadi perbincangan, ada yang mengatakan kejadian ini murni kesalahan dari pekerja pada saat melakukan pengeboran. Bahkan, ada yang mengaitkan dengan hal-hal gaib seperti makam keramat di tempat lokasi pengeboran tersebut.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dikutip dari Kompas (30/5/2006), semburan lumpur tersebut keluar disertai gas. Akibat dari itu 16 Desa di 3 kecamatan, total ada 10.426 unit rumah terendam lumpur, dan puluhan ribu jiwa terpaksa mengungsi, luas wilayah dari semburan Lumpur Lapindo mencapai 1.143,3 hektar.

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti kapan lumpur dari kedalaman 2.734 meter itu akan berhenti menyembur. Sekarang lumpur yang berusia 17 tahun tersebut membentuk bagian yang menyerupai kawah yang aktif mengeluarkan asap, di antara hamparan lumpur yang telah mengering.

Dengan adanya kejadian ini pemerintah tidak tinggal diam, seperti yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggelontorkan anggaran dalam jumlah yang tidak sedikit.

Tapi, di balik kejadian Lumpur Lapindo tersebut ternyata terdapat kandungan logam yang super langka dan menjadi incaran oleh berbagai negara yaitu terdapatnya logam tanah jarang (LTJ). Logam tanah jarang atau unsur logam langka adalah kumpulan dari 17 unsur kimia.

Ahli geologi Handoko Teguh Wibowo menyebutkan, “Juga ada dampak positif dari bencana Lumpur Lapindo Sidoarjo ini”.

Menurut Handoko, berdasarkan penelitian yang dia lakukan di dalam lumpur ini terdapat kandungan mineral yang berharga dan jumlahnya pun cukup banyak, salah satunya adalah Litium dan Stronsium. Penelitian ini dilakukan Handoko sejak bergabung dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

Sejumlah riset terus dilakukan untuk menganalisis material yang keluar dari lumpur Sidoarjo. Ahli geologi lulusan Universitas Gajah Mada itu menyatakan bahwa adanya unsur logam tanah jarang yang sampai saat ini masih sangat dibutuhkan untuk berbagai bidang.

Kandungan yang terdapat pada Lumpur Sidoarjo memiliki sifat homogen atau ada sebuah nilai konsentrasi yang mirip pada saat pengambilan sampel. Artinya komposisi endapan lumpur yang berada di bawah atau yang di atas itu bernilai.

Di sini bisa dikatakan tidak perlu melakukan pertambangan seperti crushing, grinding, blasting, bahkan aksesibilitas yang mudah. Untuk jumlah unsur mineral ini data yang beredar masih sangat subjektif dengan asumsi luas wilayah dan metode uji yang berbeda-beda.

Disebutkan bahwa berbagai unsur yang ditemukan di Lumpur Sidoarjo merupakan hasil dari geologi yang ada dan merupakan implikasi adanya unsur magma yang keluar dari lumpur tersebut, jika dilihat memang benar posisi Lumpur Sidoarjo ini berada di cekungan sedimen.

Hal ini juga bisa dikaitkan dengan adanya Gunung di sekitar Lumpur Sidoarjo yaitu Gunung Penanggungan, Arjuna, dan Welirang.

Berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handoko pemerintah juga sudah beberapa kali melakukan penelitian di area Lumpur Sidoarjo, dan hasilnya pun sama yaitu adanya unsur logam tanah jarang seperti Litium dan juga Stronsium.

Peristiwa ini juga menarik perhatian Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Penyelidikan dilakukan sejak tahun 2020, kemudian pada tahun 2021 Badan Geologi Kementerian ESDM mulai meneliti lebih detail tentang mineral di sana.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono mengatakan, bahwa kandungan Litium di dalam lumpur tersebut memiliki kadar 99,26 sampai dengan 120 part per million (PPM).

Dikutip dari CNBC Indonesia (04/02/22), mengacu bursa logam London (LME) harga Litium olahan per 27 Januari 2021 diperdagangkan di US$42/kg. Jika dikonversi menjadi ton nilainya sebesar U$38.102/ton atau Rp547.436.200/ton, sedangkan Stronsium sendiri memiliki kadar yang lebih besar dibanding dengan Litium yaitu, 244 sampai dengan 650 PPM.

Dikutip dari Sumber Daya Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), logam tanah jarang ini sudah mulai ditemukan sejak abad ke-18. Sejak saat itu para peneliti mulai mencari keberadaan logam ini yang tergolong cukup langka.

Tak hanya itu saja, para peneliti dari Kementerian ESDM juga mendapatkan temuan logam lain yaitu, logam raw critical material yang jumlahnya lebih besar dari logam tanah jarang tersebut.

Pada tahun 2021, sudah dilakukan pengujian secara mendetail, hingga kini masih dilakukan pemrosesan  akan temuan tersebut dan hasilnya akan diberitahukan jika sudah tuntas pengujian tersebut.

Tahun 2022, Ditjen Minerba melakukan kerja sama dengan salah satu Litba ESDM pusat yakni Tekmira, untuk melakukan kajian terkait potensi logam tanah jarang tersebut, saat ini sedang diintegrasikan sehingga nanti kita bisa tahu apa potensi logam tanah jarang di Lumpur Lapindo Sidoarjo tersebut. 

Mineral yang terkandung dalam logam tanah jarang ini, sangat perlu untuk dikembangkan sebagai produk unggulan negara Indonesia ini, apalagi sangat jarang negara lain yang memilikinya. Tercatat ada beberapa wilayah Indonesia yang menjadi jalur timah Asia Tenggara di antaranya yaitu Kepulauan Karimunjawa, Singkep, Bangka, serta Belitung.

Dengan adanya mineral logam ini juga memberikan banyak manfaat yaitu, peluang investasi yang dibuka oleh Kementerian ESDM, untuk menggarap logam tanah jarang ini, khususnya untuk sektor teknologi untuk memproses perolehan eksplorasi.

Penggunaan logam tanah jarang ini luas, dan sangat dibutuhkan industri teknologi tinggi, seperti industri komputer, telekomunikasi, nuklir, dan ruang angkasa, dan kemajuan teknologi Indonesia untuk pemenuhan bahan industri teknologi tinggi seperti baterai kendaraan listrik akan dikembangkan di Indonesia.

Maka, produk unggulan berupa mineral-mineral yang mengandung logam atau unsur tanah jarang tersebut dapat dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan industri baterai listrik nasional.

Di masa yang akan datang penggunaan logam tanah jarang akan semakin banyak, apalagi unsur tanah jarang tunggal, seperti neodymium, samarium, europium, gadolinium, dan yttrium.

Karena dengan adanya, temuan harta karun logam tanah jarang di Sidoarjo, diharapkan bisa menjadikan negara ini tidak kalah untuk bersaing dengan negara lain. Bahkan semoga bisa mempermudah tujuan Indonesia untuk menjadi negara yang maju.

Penulis: 

Mochamad Zaenal Arifin (202210120311139)
Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI