Hukum Tajam ke Bawah tapi Tumpul ke Atas

law and justice concept

Indonesia merupakan negara yang mempunyai idelogi yaitu pancasila, selain itu Indonesia dikenal dengan negara hukum. Berbicara mengenai hukum ada pernyatan yang berbunyi “Hukum tajam ke bawah tumpul ke atas.”

Pada pernyataan tersebut tentu saja ada makna yang tersirat di balik itu. Dalam UUD 1945 Pasal 28 D Ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas  pengakuan,  jaminan    perlindungan,  dan  kepastian  hukum  yang  adil  serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Dalam pasal tersebut mengandung arti bahwasanya setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang sama, tidak dibanding-bandingkan antara satu warga dengan warga yang lain. Hukum dapat dikatakan tajam apabila dalam proses hukum itu tidak berjalan secara otomatis, tidak terukur bagaimana penegakan hukumnya.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Menakar Urgensi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Terhadap Kesejahteraan Buruh Indonesia dalam Perspektif HAM dan Hukum

Jika dalam suatu tindakan pidana kita harus melihat bagaimana kesalahan yang dilakukan, kecurangan apa yang diperbuat, kemudian kita menentukan proses hukuman apa yang harus ditegakkan, dan disahkan. Jika seperti ini diterapkan maka proses hukum akan berjalan dengan baik.

Pada suatu kasus dengan contoh pencurian, penculikan, penipuan. Kasusnya yakni pencurian, pada kasus tersebut ketika saat memvonis hukuman bisa dilihat pada status sosial seseorang, jika pada kalangan bawah maka hukumanya akan berat dan sulit dalam penahanan.

Sebaliknya jika status sosial seseorang itu tinggi dan berada maka hukuman yang didapat akan mudah dan tidak terlalu berat dalam penahanan. Kasus seperti inilah yang sering terjadi dan menjadi kontoversi serta menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat Indonesia.

Dari maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat ataupun petinggi negara yang kemudian dapat kita sandingkan dengan kasus mencuri yang dilakukan oleh masyarakat biasa. Dapat dilihat, hukuman yang mereka dapat tidak jauh berbeda.

Baca Juga: Penegakan Hukum di Indonesia: Hasil Pengupayaan Kewajiban Warga Negara

Padahal, jumlah yang mereka curi jelas jauh berbeda. Dalam sebuah berita artikel mantan penyidik KPK Novel Baswedan mengungkapkan bahwasanya dalam kasus korupsi terdapat banyak sekali delik, sehingga seringkali kasus korupsi dan kasus pencuri ayam hukumnya malah lebih berat bagi pelaku pencuri ayam (Suherman, 2021).

Dari kenyataan ini, timbul satu pertanyaan di benak banyak orang. Dimana Pancasila sebagai sumber dari segala hukum? Apakah Pancasila itu benar-benar dipakai dalam kehidupan sehari-hari?

Wajar, banyak pertanyaan seperti ini muncul di benak banyak masyarakat Indonesia, mereka dapat melihat dengan jelas setiap kasus yang terjadi dan bagaimana tanggapan hukum yang ternyata menunjukan dengan jelas ketidakadilannya.

Di mata masyarakat sekarang, hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum begitu tegas dan tajam pada masyarakat kecil, yang sebenarnya mereka sangat terpaksa melakukannya karena mereka harus bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi.

Baca Juga: Hukum Tidak Berguna dalam Mengurangi Ketidakadilan dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Sedangkan, hukum sangat tumpul ke atas, hukum begitu baik dan toleran kepada para pejabat dan petinggi negara yang amat sangat rakus, mereka terjamin kehidupannya, mustahil rasanya ada yang sampai terhimpit masalah ekonomi seperti masyarakat biasa, namun mereka tanpa rasa malu mengambil, mencuri, dan mengingkari janjinya hanya demi kepuasan perutnya sendiri.

Sedihnya. Negara Indonesia yang kita tahu bahwa ideologinya adalah berlandaskan Pancasila, namun yang kita rasakan belum mencerminkan ideologi pancasila. Hukum yang menampakkan ketidakadilan seakan-akan tidak nampak. Padahal rakyatnya telah menjerit-jerit meminta keadilan yang seadil-adilnya.

Berawal dari tidak menerapkan karakter bangsa, sehingga tercipta sebuah pandangan yang menyepelekan, menganggap tidak penting terhadap inti dari jiwa sebuah bangsa dan berakibat pada sebuah pengkhianatan (Ghina et al, 2022).

 Di zaman sekarang, kekuasaan hukum ada di tangan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Seharusnya kekuasaan hukum itu ada di tangan Allah, oleh Allah, dan untuk Allah.

Sifat hukum sendiri adalah memaksa disertai dengan sanksi berdasarkan keputusan yang disahkan. Hukum sendiri dibuat agar dipatuhi dan semua menjadi terarah dan teratur oleh Syariat. Hukum juga bukanlah membenarkan yang salah atau memaksa kalangan bawah.

Tim Penulis:

1. Arifianto Syahalief Rachman
Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia.

2. Nur Zaytun Hasanah.
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia.

Editor: Ika Ayuni Lestari

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI