APBD Kota Lamongan mempunyai beberapa fungsi penting dalam rangka keuangan dan pembangunan kota. APBD Lamongan berfungsi sebagai alat perencanaan keuangan yang merinci sumber pendapatan dan alokasi belanja untuk mencapai tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
APBD digunakan untuk membiayai penyediaan berbagai pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, keamanan, dan sektor lain yang menunjang kebutuhan masyarakat.
APBD Lamongan digunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan seperti pembangunan jalan, gedung, taman, dan infrastruktur lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
APBD Kota Lamongan juga berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam mengelola keuangan negara.
Pemantauan dan evaluasi masyarakat terhadap APBD dapat menjamin penggunaan dana secara efisien dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tujuan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kota Lamongan, seperti halnya APBD daerah lainnya, secara umum mencakup beberapa aspek utama.
Tingkat realisasi pendapatan Kota Lamongan merupakan yang tertinggi pada tahun 2021 yaitu sebesar 108,86% dari yang dianggarkan dan didominasi oleh pos Pendapatan Transfer sebesar 109,63%. Sedangkan realisasi terendah terjadi pada tahun 2022 yaitu sebesar 95,48% dari yang dianggarkan.
Pendapatan daerah tersebut meliputi: a) Pendapatan asli daerah, terdiri dari pajak daerah, pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah tersendiri, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah.
Tingkat realisasi pendapatan asli daerah tertinggi terjadi pada tahun 2021 yaitu sebesar 140,25% dari jumlah yang dianggarkan, di atas pendapatan asli daerah lainnya yang sah yaitu dengan tingkat realisasi yang dicapai sebesar 184,24%. Sedangkan pada tahun 2021 pencapaian pendapatan asli daerah terendah yaitu 86,11% dari yang dianggarkan.
Transfer pendapatan, yang terdiri atas penyertaan laba pajak dan bukan pajak, dana bertujuan umum, dan dana bertujuan khusus. Realisasi penerimaan transfer tertinggi terjadi pada tahun 2022 yaitu 109,63% dari yang dianggarkan.
Pendapatan lain yang sah, terdiri dari dana cadangan atau anggaran, dana tidak terbayar, dana darurat, dana bagi hasil pajak provinsi dan daerah lain, dana otonomi khusus dan pemerataan, bantuan keuangan provinsi atau daerah lain, bantuan keuangan pascabencana alam, dan pendapatan pihak ketiga.
Realisasi pendapatan lain-lain yang sah merupakan yang tertinggi pada tahun 2021 yaitu sebesar 113,49% dari yang dianggarkan dan didominasi oleh pendapatan hibah.
Tingkat realisasi belanja daerah Lamongan tertinggi terjadi pada tahun pada tahun 2020 atau sebesar 84,82% dari jumlah yang dianggarkan, dan didominasi oleh belanja modal atau sebesar 84,60% dari jumlah yang dianggarkan. Sedangkan pada tahun 2021 mencatatkan realisasi belanja daerah terendah yaitu sebesar 73,74%.
Surplus terjadi apabila realisasi pendapatan daerah lebih besar dibandingkan realisasi pengeluaran. Sedangkan defisit terjadi jika pendapatan riil lebih kecil dari pengeluaran riil. Surplus tertinggi terjadi pada tahun 2018, sedangkan surplus terendah terjadi pada tahun 2020.
Hal ini menunjukkan bahwa selama lima tahun terakhir, pemerintah mengalami defisit, dan berbagai dunia usaha mungkin mengalami kekurangan perencanaan atau bencana dalam kondisi yang tidak terduga. Pendanaan daerah SiLPA digunakan untuk menutup defisit atau menggunakan surplus APBD Lamongan pada periode tersebut.
Tingkat pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2023 yaitu 100,63% dari yang dianggarkan, sedangkan tingkat terendah terjadi pada tahun 2022 dan 2023 yaitu 100%. Pembiayaan bersih diperoleh dari selisih pendapatan keuangan dan beban keuangan yang dikeluarkan Kota Lamongan pada periode 2021-2023.
Dari perhitungan tersebut akan terlihat apakah pendapatan yang dianggarkan pada tahap perencanaan dapat direalisasikan dalam bentuk penyusunan anggaran. Dari sisi pengeluaran juga akan terlihat apakah penggunaan dana yang masuk dalam anggaran sudah dilakukan secara efektif.
Dari hasil tersebut terlihat adanya sisa anggaran yang menjadi penghubung antara APBD tahun anggaran sebelumnya dengan APBD tahun anggaran berikutnya. Implementasi anggaran dan belanja daerah dapat dilihat pada tabel di atas.
Tabel 12 menunjukkan perkembangan SiLPA yang terjadi pada tahun anggaran 2021 hingga tahun 2023 yang menunjukkan bahwa SiLPA pada Kota Lamongan mengalami fluktuasi. SiLPA tahun 2021 sebesar Rp607.733.624.197,87 mengalami penurunan karena adanya defisit pada tahun anggaran yang disebabkan oleh belanja daerah melebihi pendapatan daerah.
SiLPA tahun 2022 mengalami peningkatan, terjadi surplus sebesar Rp197.719.481.138,77 karena pendapatan daerah lebih besar dari belanja daerah dan tidak ada belanja pembiayaan, sehingga SiLPA tahun 2018 meningkat sebesar Rp805.453.105.336.64. SiLPA mencatat surplus sebesar Rp143.220.550,43 pada tahun 2022.
Kriteria utama keberhasilan pembangunan daerah adalah Produk Domestik Bruto Daerah (PDB) menurut sektor dan per kapita (Irawan, 1987:97).
Oleh karena itu, PDBB secara keseluruhan menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan atau imbalan bagi pemilik faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam pembangunan daerah tersebut. Salah satu kabupaten yang mempunyai kapasitas menghasilkan pendapatan adalah Kabupaten Lamongan.
Pada tahun 2022, pendapatan Kabupaten Lamongan mencapai Rp2.266.304.287.001,31 dan meningkat pada tahun 2023 menjadi Rp2.667.046.916.473,00 (APBD Kabupaten Lamongan, 2023).
Hal ini meningkatkan produksi barang dan jasa dalam perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, sehingga menciptakan lapangan kerja yang tinggi. Untuk mencapai pembangunan daerah yang efektif harus dibarengi dengan penciptaan lapangan kerja baru.
Bukan sekadar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan kuantitas dan kualitas lapangan kerja melalui upaya ekonomi padat karya. Dalam hal ini Kabupaten Lamongan berupaya mencapai penyerapan tenaga kerja dengan pencapaian sebanyak 1.130.595 orang pada tahun 2020 dan meningkat pada tahun 2011 sebanyak 1.160.941 orang.
Namun pada tahun 2021 turun menjadi 1.104.777 jiwa (BPS Kabupaten Lamongan, 2013: 154). Investasi publik melalui kebijakan fiskal dan moneter harus mempertimbangkan dan memprioritaskan sektor ekonomi (bisnis) potensial seperti; sektor pertanian, manufaktur, makanan, dan jasa.
Peralihan kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah disertai dengan kewenangan pengelolaan keuangan. Pemerintah daerah harus mempunyai sumber pendapatan sendiri untuk membiayai pengeluarannya (Simanjuntak, 1999: 20).
Menurut Peraturan Nomor 13 Tahun 2006 Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pendapatan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah, sedangkan pendapatan daerah adalah kredit dari pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan. Pendapatan daerah ditunjukkan dengan besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki setiap individu.
Penulis: Winda Fitri Lestari
Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News