Pendahuluan
Warisaan adalah sesuatu yang diwariskan atau diturunkan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi. Warisan ini mencakup berbagai hal, seperti : warisan materi, warisan budaya, warisan genetik, warisan sejarah. Warisan materi disebut “harta waris”. Hukum waris memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan, kerukunan, dan memastikan pembagian kekayaan atau harta dilakukan secara adil dalam keluarga.
Dalam Islam harta waris memiliki hukum tersendiri yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadis yang memiliki ketentuan yang jelas dan bersifat universal. Bertolak belakang dengan adat Minangkabau, yang memakai prinsip dasar matrilineal yang menekankan kolektivitas keluarga besar.
Perbedaan antara keduanya seringkali menimbulkan perdebatan dalam penerapannya. Pada artikel ini akan membahas perbedaan mendasar, sumber kontradiksi, dan jalan keluar yang mungkin untuk menyelaraskannya.
Hukum Waris dalam Islam
Dalam Islam hukum warisan ditentukan oleh Al-Quran, Hadis, dan ijtihat dari para ulama. Tujuannya adalah memberikan keadilan kepada ahli waris sesuai dengan hubungan kekerabatan dengan pewaris. Beberapa ketentuan dalam hukum waris Islam adalah:
Pembagian Hak Ahli Waris
Ahli waris laki-laki umumnya mendapat bagian dua kali lebih besar daripada ahli waris perempuan, misalnya jika laki-laki mendapat dua bagian, maka perempuan mendapat setengah dari bagian laki-laki.
Hak Individu
Hukum waris dalam Islam menekankan bahwa harta warisan dibagikan secara individual kepada setiap ahli waris, bukan dikelola kolektif oleh keluarga besar.
Tujuan Keadilan
Hukum waris Islam bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan memastikan kesejahteraan semua ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan.
Baca Juga: Paradoks Matrilineal di Minangkabau
Hukum Waris dalam Adat Minangkabau
Berbeda dengan hukum waris Islam, masyarakat Minangkabau merakpak sistem matrilineal, dimana garis keturunan dihitung melalui pihak Ibu. Sistem ini memengaruhi pembagian warisan.
Jenis Harta Pusaka
Harta Pusaka Rendah
Harta hasil usaha pribadi yang dapat diwariskan sesuai kesepakatan keluarga.
Harta Pusaka Tinggi
Harta warisan nenek moyang yang diwariskan kepada perempuan dalam keluarga besar. Harta ini bersifat kolektif dan tidak boleh dijual atau dialihkan.
Prioritas perempuan:
Dalam adat Minangkabau perempuan dianggap sebagai pewaris utama karena mereka tetap berada dalam lingkungan keluarga besar, sedangkan laki-laki biasanya menikah keluar dan berperan sebagai pelindung atau pengelola harta.
Kolektivitas keluarga besar:
Dalam adat Minangkabau, harta pusaka dikelola untuk kepentingan bersama keluarga besar, bukan untuk individu tertentu.
Kontradiksi antara Hukum Waris Islam dengan Adat Minangkabau
Sistem Kekerabatan
Hukum Islam cenderung patrilineal, di mana laki-laki memiliki hak waris yang lebih besar. Sedangakan, adat Minangkabau bersifat matrilineal, dengan perempuan sebagai pewaris utama.
Hak Individu dengan Kolektivitas
Islam mengutamakan pembagian harta kepada individu ahli waris. Sedangkan adat Minangkabau menekankan kolektivitas, dimana harta dianggap milik bersama keluarga besar.
Sumber Hukum
Hukum Islam didasarkan pada Al-Quran dan Hadis. Sedangakan, adat Minangkabau berakar pada tradisi lokal dengan prinsip “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah,” meskipun implementasinya sering lebih condong ke adat.
Peran Gender
Dalam Islam laki-laki memiliki tanggung jawab lebih besar sehingga menerima bagian lebih banyak. Sedangkan, dalam adat Minangkabau, perempuan diutamakan sebagai pengelola harta pusaka.
Baca Juga: Pergeseran Peran Mamak dalam Masyarakat Minangkabau Saat Ini
Solusi untuk Menyelaraskan Kedua Sistem
Kesepakatan Keluarga
Dalam beberapa kasus, keluarga besar membuat kesepakatan bersama untuk membagi harta dengan cara yang adil dan mempertimbangkan kebutuhan masing-masing pihak.
Penyuluhan Hukum
Pemeberian edukasi mengenai hukum waris Islam perlu ditingkatkan untuk memberikan pemahaman yang seimbang tanpa mengabaikan nilai-nilai tradisi.
Peran Tokoh Agama dan Adat
Kolaborasi antara tokoh adat dan ulama diperlukan untuk menjembatani perbedaan dan memberikan solusi yang sesuai dengan syariat sekaligus menghormati tradisi.
Penutup
Kontradiksi antara hukum waris dalam Islam dengan adat Minangkabau menandakan perbedaan system nilai yang mendasar. Namun dengan saling menghormati harmoni antara syariat dan adat dapat tercapai.
Pentingnya edukasi, kesepakatan keluarga, dan kolaborasi antara tokoh agama dan adat menjadi kunci utama untuk memastikan pembagian warisan yang adil dan tetap menjaga keberlanjutan dari nilai-nilai traadisi. Dalam Masyarakat modern, sangat penting untuk menemukan keseimbangan atau keselarasan antara syariat Islam dan adat Minangkabau demi menjaga harmoni dan identitas budaya.
Penulis: Nabil Hazimulfikri
Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik, Universitas Andalas
Referensi
Fauzi, A. (2012). Dualitas Hukum Waris Minangkabau Dan Islam. Jurnal Hukum dan Syariah.
Murniwati, R. (2023). Sistem Pewarisan Harta Pusako Ditinjau Dari Hukum Waris Islam. Unes Jurnal Of Sawara Justisia.
Suryanto , B. (2023). Hukum Kewarisan Adat Matrilineal : . Artikel Mahakamah Agung Republik Indonesia .
Ubaidillah, M. B. (2020). Fenomena Hukum Waris Adat Indonesia Antara Keadilan Hukum dan Keadilan Sosial. Jurnal Staida Pondok Krempyang.
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News