Manusia dan Kekuasaan yang Adil dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam

Perspektif Filsafat Hukum Islam

Manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna. Manusia adalah perwujudan kehendak Tuhan, untuk itu manusia dibekali dengan akal pikir untuk kebesaran Allah Swt. Dalam konteks hubungan manusia antara sesamanya, maupun dengan alam, dan juga sebagai bagian dari hamba Allah Swt. manusia juga diberikan pedoman berupa seperangkat norma bertingkah laku yang tertuang di dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini terdapat tiga hubungan yang saling berkaitan; manusia, Allah, dan hukum Allah yang membuat manusia dapat memahami kehendakNya. Manusia dan hukum merupakan hal yang menarik untuk dikaji, dan hal itu disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

  1. Pertama, manusia terus mencari jati diri dalam perjalanan hidupnya. Manusia melihat ke dalam dirinya dan terus mencoba mempertanyakan siapah dirinya yang sesungguhnya. Mengapa ia harus ada dan untuk apa ia ada. Dalam konteks seperti ini, maka akan ada jawaban yang muncul dari berbagai macam sudut pandang. Manusia merupakan makhluk yang mandiri bebas menentukan kehendaknya berdasarkan makhluk yang berakal.
  2. Kedua, dalam pendekatan Islam setiap orang dibekali akal yang digunakan untuk mengendalikan perilaku. Menariknya, akal yang diberikan oleh Tuhan digunakan manusia untuk mencari kebenaran dan pada akhirnya menimbulkan makna yang beragam. Al-Qur’an merupakan bentuk perwujudan kehendak Tuhan dan akal yang diberikan oleh-Nya digunakan untuk menguak kebenaran yang datang.

Pertanyaan utama atas hubungan manusia,hukum dan kekuasaan dapat dilihat dalam rumusan:

Pertama, bagaimanakah hubungan antara manusia dan kekuasaan dalam fondasi kefilsafatan Islam?
Kedua, bagaimanakah konsep menegakkan kekuasaan melalui metode yang benar dalam konsep filsafat hukum Islam?

Pisau analisis utama hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan didukung oleh hadis Nabi Muhammad Saw, untuk mengetahui bagaimanakah hukum Islam menjangkau perilaku dan moral manusia, dalam kaitan dengan kekuasaan. “Dan telah aku perintahkan agar berbuat adil di antara kalian.” (QS, As Syuura: 15). Dalam ayat tersebut terdapat garis hukum adanya sebuah perintah Allah Swt agar manusia berbuat adil kepada sesama manusia. Karena manusia dan keadilan merupakan satu kesatuan dalam perbuatan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Keadilan

Ibn Katsir berpendapat bahwa berbuat adil yang dimaksud di dalam ayat tersebut adalah dalam kaitan dengan hak seseorang di dalam hukum. Menurut As-Sayuti, Rasulullah Saw memperoleh perintah agar beliau berlaku dan bersikap adil dalam memutuskan setiap perkara hukum. Sayyid Quthb berpendapat bahwa adil adalah karakter umat Islam, dan itu menjadi teladan bagi umat manusia yang berdiri di atas jalan yang kukuh dan lurus.

Adil adalah memberikan kepada pemilik hak-haknya melalui jalan yang terdekat. Menuntut seseorang untuk memberi hak kepada orang lain tanpa menunda-nunda. Adil juga bisa diartikan sebagai moderasi, tidak mengurangi dan tidak melebihkan. Manusia dituntut untuk menegakkan keadilan terhadap keluarga, ibu, bapak, dan dirinya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Keadilan pertama dituntut dari diri dan terhadap diri sendiri, dengan jalan meletakan syahwat dan amarah sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama.

Adil dalam pemaknaanya berarti menunaikan hak Allah dan hamba-Nya menempatkan sesuatu secara wajar tanpa diikuti oleh nafsu, melainkan dengan menggunakan akal dan landasan agama. Dalam Alquran surat An-Nisa ayat 135 Allah Berfirman, “Wahai orang orang beriman jadilah kalian para penegak keadilan.” Pada ayat tersebut Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menegakkan keadilan, dan janganlah bergeming dari keadilan itu barang sedikitpun.

Hubungan keadilan dan manusia sangat jelas, kita tak perlu mencari keadilan, sebab ketika kita mencari keadilan maka keadilan dinyatakan berada di luar subjek manusia. Manusia mencari dengan menggunakan akalnya dan kehendaknya. Maka keadilan akan dapat ditemukan ketika ia mampu menemukan, dan hingga kini manusia terus menggapai keadilan dan tak pernah ia mampu mencapainya.

Kekuasaan

Perspektif Filsafat Hukum Islam

Kekuasan secara mutlak adalah milik Allah, tetapi manusia diberikan kewenangan untuk mengatur bumi berupa kekuasaan yang diberikan oleh-Nya kepada sebagian manusia yang memiliki kewenangan dan otoritas berdasarkan perintah Allah untuk berkuasa. Kekuasan dalam Islam bukanlah hal untuk dijauhi, tetapi kekuasaan adalah untuk dijalankan sebagai bentuk upaya manusia untuk memakmurkan bumi. Islam berkait dengan kekuasaan, untuk itu dalam Islam tidak dikenal adanya pemisah antara hubungan sesama manusia dan hubungan manusia kepada-Nya.

Islam bukan hanya memahami kekuasaan sebagai sekedar kehendak untuk berkuasa, melainkan untuk melaksanakan kehendak Allah selaku pemberi amanah. Kekuasaan dalam Islam bukanlah untuk diperebutkan seperti dalam sebuah lomba, melainkan sebuah amanah yang akan diminta pertanggung jawaban di hadapan-Nya. Melaksanakan kehendak Allah tidak dapat dilaksanakan dalam bentuk kekuasaan bebas, melainkan kehendak manusia untuk berkuasa dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya yaitu kitab suci Alquran sebagai pengendali kekuasaan manusia.

“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang (orang-orang yang tidak bersalah) karena membela orang-orang yang khianat.” (QS An-Nissa: 105) Menjalankan kekuasaan dalam tulisan ini dimaksud sebagai sebuah pertanyaan mengenai bagaimana sebuah kekuasaan itu dijalankan sesuai dengan kaidah-kaidah atau asas-asas hukum Islam.

Menguasai adalah sifat dasar manusia. Dengan menguasai jumlah manusia serta jumlah kekuasaan yang luas menjadi sebuah semangat yang mendorong manusia untuk menundukan manusia yang lain. Konsep penundukan atas manusia menjadikan manusia bagai serigala yang akan menundukan serigala lainya. Kekuasaan yang dijalankan akan cenderung untuk disalahgunakan sebagai bentuk dari perwujudan kehendak menundukan jumlah manusia tertentu. Kekuasaan perlu dikendalikan sebagai bentuk untuk menciptakan sebuah kesejahteraan bagi manusia yang dikuasainya dan bukan kesengsaraan atas manusia yang lainnya.

Kesimpulan

Dapat diambil kesimpulannya bahwa dalam Islam perintah berlaku adil ditujukan kepada siapapun tanpa pandang bulu. Perkataan yang benar harus disampaikan apa adanya walaupun perkataan itu akan merugikan kerabat sendiri. Keharusan berlaku adil pun harus ditegakkan dalam keluarga dan masyarakat muslim itu sendiri, bahkan terhadap orang kafir pun umat Islam diperintah untuk berlaku adil. Untuk keadilan sosial harus ditegakkan tanpa membedakan kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, mereka semua harus diberlakukan sama dan mendapat kesempatan yang sama.

Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa kekuasan dijalankan oleh manusia yang nantinya akan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, selaku pemilik otoritas tunggal kekuasaan atas semua makhluk. Pada sisi lain, terdapat dimensi sosial politik di mana ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang ia pimpin. Kekuasaan yang ia jalankan adalah amanah dari Tuhan dan rakyat sekaligus. Dalam hubungannya dengan rakyat, akan dijumpai beragam bentuk sosial budaya. Keadilan juga harus dirasakan oleh masyarakat yang beragam, kekuasan bukanlah hal yang untuk dijauhi melainkan dan dijalankan dengan mempertanggungjawabkanya.

Kekuasaan bukanlah untuk diperebutkan, tetapi dilakukan dengan prinsip-prinsip yang terdapat di dalam hukum Islam. Islam adalah agama bimbingan, pemerintahan, politik dan hukum sebab apa yang dibawa Islam atau misi Islam adalah memperbaiki umat manusia dalam segala aspek kehidupan, baik urusan keagamaan urusan kemasyarakatan maupun urusan pengadilan. Hukum bukan sekedar jalinan tulisan tanpa makna, tetapi ia dapat menjadi hidup ketika digerakan oleh manusia yang memiliki moral.

Kintannia Khairunnissa Indriyanti
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan

Editor: Keke Putri Komalasari

Baca Juga:
Peran Filsafat Hukum bagi Masyarakat dan Pemerintah
Terlibatkah Umat Islam dalam Penjagaan Al-Qur’an?
Al-Qur’an sebagai Landasan Hukum Islam

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI