Masyarakat, Budaya dan Politik: Black Lives Matter

Masyarakat, Budaya dan Politik: Black Lives Matter
Sumber: pixabay.com

Budaya politik suatu bangsa sesungguhnya tidak lepas dari pengaruh niai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakatnya.

Menurut Kuntowijoyo, ia menyatakan ada 2 pusaka budaya politik bangsa yaitu afirmatif (pengukuh kekuasaan yang feodalistik merupakan tradisi politik BU (Budi Utomo) dan budaya politik critical (pemawas terhadap kekuasaan) yang demokratis sebagai tradisi politik SI (Serikat Islam).

Ruang lingkup Masyarakat, Budaya dan Politik tidak terbatas pada:

Bacaan Lainnya
DONASI
  • Kesejahteraan masyarakat dan implikasi internasional.
  • Pembangunan sosial dalam konteks global.
  • Gerakan Masyarakat sipil melintasi batas negara.
  • Masyarakat digital, disrupsi, dan dampak global.
  • Isu gender dan dimensi internasional.
  • Politik, pemerintahan & demokrasi dalam kerangka internasional.
  • Studi politik & keamanan internasional.
  • Radikalisme, terorisme, dan dampak internasional.

Dengan mengintergrasikan perspektif internasional ini, Masyarakat, Budaya dan Politik berupaya mengimbangi kesenjangan antara wacana lokal dan global, mendorong pemahaman yang lebih kaya tentang dinamika masyarakat, budaya, dan politik di dunia yang saling berhubungan saat ini.

Adanya perspektif internasional dapat membantu kita untuk mengetahui segala hal informasi atau isu-isu yang sedang maupun sudah terjadi di negara lain melalui media sosial.

Seperti contoh, adanya gerakan Black Lives Matter merupakan gerakan yang terinspirasi dari Gerakan Hak-Hak Sipil tahun 1960-an, gerakan Feminis Kulit Hitam tahun 1980-an, gerakan Pan-Afrika, dan gerakan politik hip-hop, serta gerakan LGTBQ+ tahun 2000-an.

Dengan berupaya mengakhiri rasisme sistematis, BLM melanjutkan upaya organisasi abad ke-19 namun tidak terbatas pada: Liga Buruh Kulit Berwarna Amerika, Asosiasi Pertanian dan Kayu Florence, dan Asosiasi Hak Pilih NYS. Seperti Komite Koordinasi Non-Kekerasan Mahasiswa (SNCC).

Baca Juga: Menyoroti Paradigma Gender dalam Politik dan Masyarakat: Membangun Kesetaraan dan Mengatasi Stigma terhadap Perempuan Pemimpin

Gerakan Black Lives Matter ini menolak adanya hierarki patriarki yang sebagian besar mencakup masyarakat-masyarakat berkulit hitam.

Black Lives Matter merevolusi aktivisme Kulit Hitam dalam lebih dari satu cara. Gerakan ini telah menggunakan strategi protes termasuk mengganggu hari libur nasional (misalnya Black Friday dan Natal) dan menantang politisi di depan umum, liputan media yang luas.

Menurut Deva Woodly, profesor politik di New School, pada puncak Gerakan Hak Sipil tahun 60an, protes mencapai puncaknya dengan jumlah ratusan ribu orang, namun dalam protes Black Lives Matter baru-baru ini, partisipasinya mencapai jutaan. Dukungan terhadap Black Lives Matters belum pernah terjadi sebelumnya dan terus berkembang.

Gerakan Black Lives Matter dimulai dari pembunuhan Trayvon Martin, seorang pemuda kulit hitam berusia 17 tahun, pada tanggal 26 Februari 2012 saat berjalan pulang dari 7-eleven di Sanford, Florida. Pria berkulit putih bertugas sebagai koordinator pengawas lingkungan bernama George Zimmerman adalah pembunuhnya.

Adanya video pembunuhan Trayvon memicu kemarahan di seluruh negara. Selama berminggu-minggu, surat kabar, televisi, dan media melaporkan pengunjuk rasa damai membanjiri jalan-jalan kota di seluruh Amerika Serikat, meneriakkan hukuman untuk Zimmerman dan penangkapan.

Zimmerman ditangkap 25 hari setelah kematian Trayvon Martin. Namun, hasil dari penangkapan ini Zimmerman dinyatakan tidak bersalah pada 13 Juli 2013.

Selain itu, terjadi kegembiraan dan kesedihan yang mendalam karena pembebasan George Zimmerman, dan karena hal itu ribuan orang mengalami ketidakadilan. Alicia Garza seorang aktivis hak-hak pekerja rumah tangga di Oakland, California, terkejut dengan berita tersebut.

Dalam feed Facebook-nya, ada dua tren utama yang ia sebutkan yaitu Sinisme keadilan sosial dan kehormatan politik. Tidak mengherankan bahwa sistem tersebut yang selama bertahun-tahun gagal melindungi keluarga kulit hitam, sekali lagi akan menguntungkan orang-orang kulit putih.

Sebagai tanggapan dari kejadian tersebut, Garza mulai menulis dalam postingan Facebook yang disebut “Surat Cinta untuk Orang Kulit Hitam. Dalam postingan terakhirnya, dia menulis “Orang kulit hitam. Saya mencintaimu. Aku cinta kita. Hidup kita penting”.

Dia bertemu dengan Patrisse Cullors, seorang penyelenggara kekerasan anti-polisi di Los Angeles, California, yang dia temui melalui organisasi Black Leadership for Organizing and Dignity (BOLD), dan dia mengatakan “#BlackLivesMatter” sebagai tanggapan atas postingan tersebut. Sebuah gerakan pun terjadi berkat dukungan teman mereka, pekerja hak imigrasi Opal Tometi dari Phoenix, Arizona.

Baca Juga: Rasisme terhadap Kulit Hitam?

Namun kejadian tersebut terulang kembali, pada tanggal 4 Agustus 2014, petugas polisi kulit putih Darren Wilson membunuh Michael Brown, seorang remaja kulit hitam berusia 18 tahun, di Ferguson, Missouri. Setelah empat jam dibiarkan di tanah, jenazahnya dibawa ke kamar mayat kota.

Orang-orang yang menggunakan ponsel merekam peristiwa tersebut dan beritanya menyebar ke seluruh dunia melalui media sosial. Para pengunjuk rasa, yang awalnya berkumpul di Ferguson, kemudian menyebar di seluruh negara, mengulangi aksi mereka setelah pembunuhan Trayvon Martin.

Dengan adanya hashtag dari media-media sosial ini, seluruh masyarakat dapat mengetahui dan memiliki empati yang sama dengan cara melakukan gerakan aksi Black Lives Matter.

Hal ini saya anggap sebagai sifat empati antar sesama manusia karena dianggap sudah hilangnya hak asasi manusia dan upaya agar pemerintah dapat mengambil tindakan tegas terhadap kejadian pembunuhan kepada masyarakat berkulit hitam dan tidak memandang sebelah mata dalam kehidupan, politik, dan dapat lebih memberikan atau memperhatikan kesejahteraan para masyarakat-masyarakat berkulit hitam.

Saya harap, solidaritas dari gerakan Black Lives Matter dapat terus dilaksanakan demi memperjuangkan dunia yang adil dan setara.

 

Penulis: Mara Shandia
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Brawijaya

 

Editor: I. Khairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI