Media Sosial: Mulut Julid Berwujud Elektronik

Media Sosial
Ilustrasi: istockphoto, karya: Rawpixel.

Bahasa bukanlah kosa kata baru lagi bukan? Karena bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial. Salah satu fungsi utamanya adalah sebagai alat komunikasi antara pembicara dan lawan bicara. Baik itu komunikasi secara langsung maupun lewat perantara, seperti media sosial.

Namun, dalam menggunakan bahasa kita perlu memperhatikan aturan yang secara tidak sadar menjadi indikator penilaian kualitas kita sebagai pengguna bahasa tersebut.

Akhir-akhir ini maraknya penggunaan media sosial di berbagai kalangan menjadi polemik yang sangat susah diatasi. Perbedaan umur bukan menjadi masalah bagi pengguna platfrom media sosial. Karena umumnya segala informasi dan kepentingan diperoleh dari media sosial. Penggunaan media sosial ini seperti menggunakan pisau bermata dua.

Yang artinya jika digunakan secara baik, maka akan memberikan dampak yang baik pula. Dan jika tidak digunakan dengan baik, maka dapat memberikan dampak buruk.

Bacaan Lainnya

Menurut penelitian sebelumnya, pengguna media sosial meningkat dari tahun ke tahun. Laporan We Are Social menyebutkan, jumlah pengguna aktif media sosial di Indonesia sebanyak 139 juta orang pada Januari 2024. Jumlah tersebut setara dengan 49,9% dari populasi di dalam negeri.

Kelompok usia yang paling banyak mengakses media sosial adalah masyarakat berusia 25-34 tahun, dengan proporsi pria sebesar 20 persen dan 17,7 persen perempuan. Rata-rata, mereka menghabiskan waktu hingga 7 jam 38 menit per hari untuk menjelajah dunia mayaSalah satu platform media sosial yang banyak digunakan belakangan ini, terutama oleh mahasiswa, adalah Instagram.

Di Indonesia, jumlah pengguna Instagram telah mencapai lebih dari 104,8 juta, dengan mayoritas penggunanya adalah anak muda (Utami dkk., 2024).

Dengan penelitian yang telah kami lakukan terhadap mahasiswa UNAND yang aktif menggunakan media sosial berupa instagram,ada 38 atau 76% responden menggunakan instagram “setiap hari”, 6 atau 12% responden menggunakan instagram “beberapa kali dalam seminggu”, 0 atau 0% responden menggunakan instagram “sekali dalam seminggu”, 4 atau 8% responden yang menggunakan “jarang” menggunakan, 2 atau 4% responden “tidak pernah”  menggunakan Instagram.

Baca Juga: Ujaran Kebencian di Media Sosial sebagai Tantangan terhadap Sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila

Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa UNAND, yaitu 88% responden, aktif menggunakan Instagram secara rutin (setiap hari atau beberapa kali dalam seminggu).

Alasan pengguna media sosial ini adalah untuk menghabiskan waktu luang, berinteraksi dengan teman, membaca dan melihat konten yang sedang tren di internet, serta untuk sumber mata pencarian.

Namun, di kalangan mahasiswa UNAND sendiri, Instagram digunakan untuk berbagai kegiatan, yaitu  24 atau 48% responden menggunakan instagram untuk “berbagi foto dan video pribadi”, 33 atau 66% responden menggunakan instagram untuk “mengikuti akun berita atau organisasi”, 22 atau 44% responden menggunakan instagram untuk “berkomunikasi dengan teman atau keluarga”, 24 atau 48% responden menggunakan instagram untuk “mengikuti akun organisasi”, dan 1 atau 2% responden menggunakan instagram untuk “lainnya”, seperti melihat reels.

Dengan kemudahan akses pengguna media sosial saat ini, sehingga dapat membuka kebebasan dalam menyeruakan aspirasi si Pengguna media sosial. Media sosial kini menjadi penyalur hujatan dan ujaran kebencian. Maraknya ujaran kebencian ini berdampak negatif pada masyarakat, terutama dalam membentuk pola pikir generasi muda.

Dalam labhukum, 2017 di jelaskan bahwa ujaran kebencian (Hate Speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.

Baca Juga: Peran Media Sosial dalam Penyebaran Ujaran Kebencian di Platform Tiktok: Bagaimana Pandangan Mahasiswa Universitas Andalas?

Dalam arti hukum, Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.

Dan hal serupa juga terjadi di kolom komentar. Di mana orang lain dapat mengemukakan ketidaksukaannya secara gamblang, karena mereka tahu jika di media sosial ini mereka tidak harus memperlihatkan identitas. Bahkan ada yang menggunakan akun “hantu”.

Anonimitas ini mendorong pengguna untuk mengemukakan hal-hal yang tidak akan mereka kemukakan secara lansung. Karena pada umumnya pemicu hujatan pada media sosial ini karena ada penggunaan bahasa yang provokatif dan bersifat emosional.

Mereka yang merupakan pelaku hujatan kebencian ini berpikir bahwa dengan menggunakan komentar yang negatif  atau hujatan kebencian, mereka akan mendapatkan lebih banyak like.

Namun, beberapa orang mengemukakan pendapatnya atau ketidaksetujuannya terhadap isu-isu tertentu dengan motivasi ingin terlibat dan menuntut hak-haknya di media sosial. Dan pada umumnya ujaran yang berwujud kontravesi ini kebanyakan dilakukan oleh para mahasiswa.

Seperti salah satu kalimat yang di unggah salah satu akun dengan identitas tak jelas di akun resmi infounand di laman Instagram, “Bapak yang nuntaskan atau kami yang nuntaskan Bapak?” Menurut makna katanya, kalimat nuntaskan atau “menuntaskan” ini bisa dimaknai sebagai penghinaan dan bisa juga dimaknai sebagai ancaman.

Baca Juga: Di Kala Hukum Jadi Alat untuk Kriminalisasi “Ujaran Kebencian”

Penghinaan berasal dari kata hina. Kata hina berarti rendah kedudukannya atau pangkat atau martabatnya (KBBI V, 2016). Di samping itu, makna dari penghinaan adalah proses, cara, perbuatan menghina(kan) (KBBI V, 2016).

Dari pengertian kata penghinaan itu, dapat dilihat indikator pada ujaran kebencian yang penunjukan penghinaan, yaitu: menyinggung perasaan orang/lembaga dan merendahkan martabat orang/Lembaga di mata publik.

Kalimat tersebut juga dapat dikatakan sebagai ancaman apabila dipahami sebagai intimidasi untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu (dalam hal ini, menyelesaikan tugas atau tanggung jawab).

Dalam UU ITE Pasal 29: Ancaman diartikan sebagai tindakan menakut-nakuti atau mengintimidasi seseorang melalui sarana elektronik (seperti media sosial), sehingga menimbulkan ketakutan atau tekanan psikologis.

Alasan yang seperti ini juga tak menutup kemungkinan dapat merusak etika dalam berbahasa dan bermedia sosial. Dan jika dilihat dari media yang beredar, para pelaku ujaran kebencian ini juga banyak menggunakan bahasa kasar dan tidak pantas.

Bagaimana pun juga, etika berbahasa juga harus diperhatikan dalam berkomunikasi, baik itu secara lansung maupun melalui media sosial.

Baca Juga: Dampak Media Sosial terhadap Penurunan Nasionalisme Generasi Muda

Karena penggunaan kata yang kita gunakan, mencerminkan kualitas kita. Untuk itu, mulai dari sekarang kita harus belajar dan memahami cara berkomunikasi atau pun menyuarakan aspirasi dengan tidak menghilangkan etika berbahasa, khususnya di media sosial.

Penulis
1. Zahra Khairatun Hisan (Kesehatan Masyarakat) 2411212016
2. An-Nisa Salsabila (Kesehatan Masyarakat) 2411213028
3. Arya Ejis Sanjaka (Teknik Komputer ) 2411513012
4. Dimas Fajar Pratama (Teknologi Pangan Hasil Pertanian) 2411122046
5. Fatimah Azzahra (Ilmu Tanah)2410232042
6. Naluri Zafika (Teknologi Pertanian dan Biosistem)2411111047
7. Zaskia Atyka Sari (Teknologi Pangan Hasil Pertanian) 2411123024
Mahasiswa Universitas Andalas

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Sumber 

Labhukum.com (2017). “Tinjauan Tentang Ujaran Kebencian (hate Speech)”. Konsultasi Artikel. Dalam artikel : https://repositori.kemdikbud.go.id/10234/1/UJARAN%20KEBENCIAN%20DALAM%20BAHASA%20INDONESIA.pdf

Utami, D. N., Normansyah, A. D., & Sjam, D. A. (2024). Etika Digital dalam Menanggulangi      Ujaran Kebencian pada Penggunaan Media Sosial Instagram oleh Generasi “Z.” Journal of Multidisciplinary Inquiry in Science, Technology and Educational Research, 1(3c),    Article 3c. https://doi.org/10.32672/mister.v1i3c.1871

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses