Patriarki telah lama menjadi struktur dominan dalam sistem politik, mengakibatkan marginalisasi suara perempuan dan kelompok minoritas. Artikel ini mengkaji bagaimana norma-norma gender tradisional membentuk kebijakan dan keputusan politik, serta dampaknya terhadap partisipasi perempuan dalam proses politik. Dengan menggunakan pendekatan sosiologis, artikel ini menyoroti berbagai inisiatif yang telah dilakukan untuk mengubah paradigma ini, termasuk pendidikan politik bagi perempuan, penegakan hukum yang mendukung kesetaraan gender, dan pentingnya representasi yang seimbang dalam pengambilan keputusan. Dengan melepaskan kacamata patriarki, diharapkan tercipta ruang politik yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua gender.
Di tengah pesatnya perkembangan globalisasi dan perubahan sosial, isu kesetaraan gender semakin menjadi sorotan dalam dunia politik. Meskipun kita sudah melihat banyak kemajuan dalam perjuangan hak-hak perempuan, kenyataannya, struktur patriarki yang telah mengakar kuat masih menjadi penghalang utama dalam menciptakan sistem politik yang adil dan inklusif.
Patriarki sering kali bersembunyi dalam struktur politik yang tampaknya “normal” atau “alami,” tetapi dampaknya sangat besar. Selama bertahun-tahun, sistem politik di banyak negara didominasi oleh laki-laki, dengan sedikit ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi atau bahkan lebih parah lagi, untuk memimpin. Meski perempuan kini sudah memiliki hak yang setara dalam memilih dan dipilih, banyak faktor—baik yang bersifat struktural maupun sosial—masih menghalangi mereka untuk benar-benar terlibat secara setara dalam politik. Ketidaksetaraan ini tercermin dari representasi perempuan yang masih sangat minim di berbagai lembaga politik penting. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: Sejauh mana kita benar-benar dapat mengatakan bahwa dunia politik kita sudah mencerminkan kesetaraan dan inklusivitas?
“Melepas Kacamata Patriarki dalam Membangun Politik Berbasis Gender” bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana patriarki menghalangi terciptanya politik yang lebih adil dan inklusif, serta bagaimana politik berbasis gender bisa menjadi salah satu solusi untuk mendorong kesetaraan gender dalam dunia politik. Kesetaraan gender, yang artinya pemberian hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, bukan hanya penting dalam kehidupan sosial dan ekonomi, tetapi juga dalam dunia politik. Dengan memberikan kesempatan yang setara bagi perempuan untuk terlibat, kita bisa menciptakan sistem politik yang lebih adil dan merata, yang tidak hanya memperhatikan kebutuhan dan suara laki-laki, tetapi juga perempuan.
Namun, tantangan besar yang sering dihadapi adalah norma-norma gender yang menganggap bahwa perempuan kurang kompeten atau kurang cocok untuk memimpin. Ini menjadi salah satu alasan mengapa partisipasi perempuan dalam politik sering terpinggirkan. Padahal, jika kita melihat lebih dalam, peran perempuan dalam politik sangat penting, tidak hanya untuk memastikan representasi yang adil, tetapi juga untuk menciptakan kebijakan yang mencerminkan kebutuhan semua pihak, tanpa diskriminasi. Seperti yang dikatakan oleh Joan Acker (1992), “Gender is not just a role or an identity; it is a structural process that shapes both society and the individual.” Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa gender bukan sekadar peran atau identitas, tetapi sebuah proses struktural yang memengaruhi hampir semua aspek kehidupan, termasuk politik.
Dengan mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap aspek politik, kita berkesempatan untuk meruntuhkan norma-norma lama yang membatasi peran perempuan. Politik berbasis gender mengajak kita untuk melihat dan memahami dunia politik dengan cara yang lebih terbuka dan inklusif. Ini bukan hanya soal memberi perempuan lebih banyak kesempatan untuk berpartisipasi, tetapi juga soal memberi mereka kekuatan untuk memimpin dan membuat keputusan yang akan memengaruhi masa depan masyarakat. Dengan melepaskan kacamata patriarki, kita memberi ruang bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin, untuk berkontribusi secara setara dalam menentukan arah kebijakan dan keputusan politik yang diambil.
Baca Juga: Upaya Melawan Budaya Patriarki untuk Memberikan Perempuan di Ruang Politik Indonesia
– Patriarki mempengaruhi struktur politik dan kebijakan publik
Patriarki memiliki pengaruh yang mendalam terhadap struktur politik dan kebijakan publik di Indonesia. Secara tradisional, patriarki menciptakan ketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan politik antara laki-laki dan perempuan. Di banyak negara, termasuk Indonesia, dominasi laki-laki dalam posisi-posisi pengambil keputusan masih sangat terlihat, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Hal ini menciptakan ketimpangan yang menghambat terwujudnya kesetaraan gender dalam ranah politik.
Patriarki sering kali membatasi peran perempuan dalam politik, baik karena diskriminasi sosial maupun politik yang mendalam. Dalam pandangan masyarakat, perempuan sering dianggap tidak layak berada di ruang publik atau memegang posisi penting dalam pemerintahan. Akibatnya, kebijakan publik yang dihasilkan pun sering kali tidak memperhatikan isu-isu penting yang berkaitan dengan perempuan, seperti kekerasan berbasis gender, ketidaksetaraan dalam dunia kerja, atau akses terhadap layanan kesehatan reproduksi.
Patriarki juga berperan dalam membentuk pola pikir masyarakat yang mendiskreditkan perempuan sebagai pemimpin atau pengambil keputusan. Dalam pandangan banyak orang, perempuan masih dianggap kurang kompeten atau tidak cocok untuk memimpin dalam ranah politik dan pemerintahan. Banyak kebijakan publik yang tidak sepenuhnya mengatasi akar permasalahan ketimpangan gender karena masih ada pandangan tradisional yang menganggap laki-laki lebih layak mengelola urusan publik dan pemerintahan. Padahal, perempuan memiliki kapasitas dan kompetensi yang setara, namun sering kali diabaikan hanya karena norma-norma gender yang berlaku dalam masyarakat. Sari menekankan pentingnya perubahan perspektif dalam pembuatan kebijakan politik yang berbasis gender agar bisa mengatasi dominasi patriarki yang masih mengakar dalam struktur politik Indonesia.
– Norma-norma gender terhadap partisipasi dan representasi perempuan dalam politik
Norma-norma gender memiliki dampak yang sangat besar terhadap partisipasi dan representasi perempuan dalam politik. Pandangan tradisional yang menganggap perempuan seharusnya lebih fokus pada peran domestik dan laki-laki sebagai pemimpin di ruang publik menciptakan kesenjangan dalam politik. Hal ini sangat terlihat di Indonesia, di mana banyak perempuan yang merasa terhambat untuk terlibat dalam proses politik, baik itu sebagai pemilih, kandidat, atau pengambil keputusan.
Norma gender yang berlaku dalam masyarakat Indonesia seringkali menganggap perempuan tidak cukup kompeten untuk mengambil peran besar dalam politik. Pandangan ini mengakibatkan rendahnya partisipasi perempuan dalam politik, meskipun ada sejumlah kebijakan yang berusaha mendorong keterlibatan mereka, seperti penerapan kuota perempuan dalam lembaga legislatif.
Selain itu, norma-norma gender yang diskriminatif ini juga mempengaruhi representasi politik perempuan. Perempuan yang ingin terjun ke dunia politik sering kali menghadapi tantangan besar, baik dari lingkungan sosial yang cenderung menyepelekan kemampuan mereka, maupun dari struktur politik yang masih didominasi oleh laki-laki. Meskipun perempuan memiliki kapasitas yang sama untuk memimpin, pandangan tradisional yang menganggap laki-laki lebih pantas dalam posisi kekuasaan tetap menghambat kesempatan perempuan untuk mengakses posisi-posisi strategis dalam pemerintahan. Sebagai akibatnya, banyak kebijakan yang tidak memadai dalam menjawab masalah ketidaksetaraan gender karena kurangnya suara perempuan dalam proses pembuatan kebijakan.
Baca Juga: Patriarki di Indonesia
– Kebijakan kesetaraan gender dan keterbatasannya
Kebijakan kesetaraan gender, seperti kuota politik perempuan, memainkan peran penting dalam mencoba mengatasi pengaruh patriarki dalam politik, namun dampaknya masih terbatas jika hanya mengandalkan kebijakan tersebut. Kuota perempuan di lembaga legislatif, misalnya, bertujuan untuk memastikan bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik. Kebijakan ini membantu meningkatkan jumlah perempuan yang duduk di posisi-posisi pengambil keputusan, yang sebelumnya sulit terjangkau karena dominasi patriarki yang menghambat ruang perempuan dalam politik.
Namun, kuota perempuan bukanlah solusi yang sepenuhnya mengatasi masalah ketimpangan gender dalam politik. Mulyana mengungkapkan bahwa meskipun kebijakan ini berhasil meningkatkan jumlah perempuan di legislatif, perubahan besar dalam budaya politik yang patriarkal masih sangat dibutuhkan. Banyak pandangan tradisional yang menganggap perempuan kurang kompeten untuk memimpin atau mengelola urusan politik, sehingga bahkan dengan adanya kuota, perempuan tetap menghadapi tantangan besar dalam menjalani peran mereka di dunia politik.
Meskipun kuota perempuan membuka pintu bagi perempuan untuk lebih banyak terlibat dalam politik, norma-norma patriarkal yang sudah mengakar kuat dalam masyarakat masih menjadi hambatan besar. Rini menjelaskan bahwa tanpa adanya perubahan yang lebih fundamental pada struktur sosial dan budaya politik yang mendiskreditkan perempuan, kebijakan kuota hanya dapat menghasilkan representasi perempuan yang bersifat sementara dan tidak cukup untuk mengatasi ketidaksetaraan gender secara menyeluruh.
– Politik berbasis gender sebagai solusi
Politik berbasis gender dapat menjadi kunci dalam mendorong kesetaraan gender dalam pengambilan keputusan politik dan kebijakan publik. Salah satu prinsip utama dari politik berbasis gender adalah memastikan bahwa suara perempuan didengar dan diperhitungkan dalam setiap tahap pembuatan kebijakan. Sebagai contoh, politik berbasis gender akan memastikan bahwa isu-isu yang spesifik menyangkut perempuan, seperti kekerasan berbasis gender, akses terhadap layanan kesehatan reproduksi, dan kesetaraan dalam kesempatan kerja, menjadi bagian integral dari kebijakan publik. Hal ini juga berhubungan dengan pentingnya representasi perempuan yang setara di posisi-posisi pengambil keputusan.
Politik berbasis gender membantu menciptakan sistem yang inklusif, di mana perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dapat memengaruhi seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok laki-laki.
Penerapan politik berbasis gender juga mendorong perubahan budaya dalam politik yang selama ini didominasi oleh norma-norma patriarkal. Kebijakan yang berbasis gender, sebagaimana dibahas oleh Mulyana (2019), akan membangun ruang politik yang lebih adil bagi semua gender dengan mengubah pandangan tradisional yang menganggap perempuan tidak cocok memegang posisi kekuasaan. Ketika perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, hal ini tidak hanya bermanfaat bagi perempuan itu sendiri, tetapi juga bagi kemajuan sosial dan ekonomi secara keseluruhan, karena kebijakan yang lebih inklusif akan lebih mampu menjawab kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu.
Lebih jauh lagi, politik berbasis gender juga mengajak para pemangku kebijakan untuk berpikir lebih kritis tentang struktur sosial dan norma yang ada. Untuk mewujudkan politik yang adil dan setara, setiap kebijakan harus memperhitungkan dampaknya terhadap perempuan, terutama dalam hal akses terhadap kekuasaan dan sumber daya. Tanpa adanya pendekatan berbasis gender, kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan perempuan, karena kurangnya representasi dan partisipasi perempuan dalam proses pembuatan kebijakan.
Baca Juga: Suara yang Terpinggirkan: Budaya Patriarki dan Keterbatasan Suara Perempuan di Indonesia
Kesimpulannya, patriarki sangat memengaruhi politik dan kebijakan publik di Indonesia. Sistem ini menciptakan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, terutama dalam posisi pengambil keputusan, sehingga banyak isu penting bagi perempuan, seperti kekerasan berbasis gender dan kesetaraan di tempat kerja, sering diabaikan. Meskipun ada kebijakan kuota untuk meningkatkan peran perempuan, hambatan dari norma-norma patriarkal masih kuat, membuat representasi perempuan dalam politik tetap terbatas.
Pandangan masyarakat yang menganggap perempuan kurang cocok untuk memimpin juga menjadi penghalang. Meskipun perempuan memiliki kemampuan yang sama, banyak yang merasa tidak terdorong untuk terlibat dalam politik.
Politik berbasis gender bisa menjadi solusi dengan memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam pengambilan keputusan. Dengan melibatkan perempuan, berbagai masalah yang mereka hadapi bisa lebih diperhatikan. Selain itu, pendekatan ini dapat membantu mengubah pandangan masyarakat yang sudah mengakar, sehingga perempuan bisa lebih aktif dalam politik. Ini tidak hanya bermanfaat bagi perempuan, tetapi juga untuk kemajuan masyarakat secara keseluruhan, dengan menciptakan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan semua orang.
Penulis: Sabrina Annisa Firdausi
Mahasiswa Prodi Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News