Menelaah Konsep Hilirasi yang Terintegritasi pada UMKM Perikanan Guna Pencapaian Kemandirian Secara Ekonomi

Budidaya perikanan terbagi ke dalam tiga sektor yang meliputi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengolahan hasil perikanan.

Ketiga sektor tersebut seharusnya berjalan seiringan agar terjadi harmonisasi satu sama lain. Namun, realitnya selama ini para pelaku usaha perikanan hanya berfokus pada satu bidang saja dari masing-masing ketiga sektor yang ada.

Bahkan satu sama lain seperti akan berdosa apabila mencampuri sektor lain, seperti halnya nelayan sebagai pelaku usaha perikanan tangkap merasa tidak perlu membudidayakan ikan dalam ruang lingkup terkontrol (budidaya) karena toh alam menyediakan stok ikan yang menumpah ruah tidak terbatas jumlahnya.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Memperluas Jangkauan Pasar bagi Pelaku UMKM di Desa Tanjungwangi: Mahasiswa KKNT Inovasi IPB University Adakan Program DIGIMAR

Ataupun para pelaku usaha budidaya yang berpikiran bahwa tupoksi kita hanya membesarkan ikan atau menyediakan benih ikan untuk dibesarkan.

Pola pikir yang demikian yang terkadang membuat para pelaku usaha perikanan sulit dalam mencapai kemandirian secara ekonomi.

Menurut data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2023, nelayan di Indonesia mencapai 3.033.941 jiwa yang menggantungkan hidup pada hasil alam.

Sedangkan pembudidaya mencapai 2.120.312 orang yang terbagi ke dalam tiga kluster yakni budidaya ikan hias, pembenihan dan pembesaran.

Baca Juga: Mahasiswa KKN-T UNDIP Bantu Desa Sukorejo Kabupaten Sragen Lakukan Pemetaan Potensi Pertanian, Peternakan, dan Perikanan

Data yang disitir semakin memperkuat pelaku budidaya masih terbilang rendah dibandingkan nelayan yang ada.

Disisi lain juga tidak sedikit pelaku usaha perikanan yang memiliki pekerjaan lain diluar bidang perikanan dikarenakan hasil yang mereka peroleh selama ini tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Kondisi tersebut sungguh ironi mengingat “katanya” Indonesia tanah yang kaya dengan luas daratan dan perairan yang membentang sejauh mata memandang.

Melalui artikel ini penulis  hendak menyalakan secercah api harapan agar mereka dapat hidup lebih layak atas diri mereka sendiri dengan memantik langsung melalui bait-bait yang menyusun pada kalimat yang disusun ini.

Baca Juga: Tips Mengangkat Brand Produk dengan Konten Kreatif dalam Digital Marketing

Konsep hilirasi dapat menjadi jawaban bagi peningkatan pendapatan bagi pelaku usaha perikanan yang ada di Indonesia.

Konsep ini diartikan sebagai alur produksi dari awal hingga akhir dikelola dalam satu pintu dengan produk yang dihasilkan bukan lagi dalam bentuk mentahan namun dalam bentuk barang jadi.

Dengan mengamalkan nilai-nilai hilirisasi para pelaku usaha perikanan dapat menjadikan harga produk yang mereka hasilkan akan meningkat nilainya.

Sejauh ini Menteri Kelautan dan Perikanan yang sedang menjabat Bapak Sakti Wahyu Trenggono sudah memulai beberapa gebrakan mengenai konsep hilirisasi salah satu dengan pelaku usaha perikanan dan koperasi nelayan melalui kegiatan “Bussines Forum 2024” yang diadakan pihak KKP baru-baru ini.

Baca Juga: Memahami Peran Konsep Asih, Asuh, Asah dalam Pembentukan Karakter Bangsa dalam Ruang Pendidikan

Namun gagasan yang sudah dicanangkan dan direncanakan perlu di kawal hingga tuntas apalagi kepemimpinan yang baru seumur jagung perlu dilihat tidak adanya konflik kepentingan dari kebijakan yang diambil pada saat ini.

Di atas kertas memang terdengar mudah untuk membentuk kelompok masyarakat yang mana sektor pembenihan, pembesaran, penyediaan pakan, pengolahan dan pemasaran dikelola dalam satu pintu.

Namun ego masing-masing individu terkadang menjadi penghambat siklus ini dapat berjalan dengan lancar.

Padahal apabila saling terintegritas satu sama lain kemandirian secara ekonomi akan dapat tercapai. Mengapa demikian, karena satu sama lain akan terjamin akan dikemanakan hasil produksi entah dari sektor pembenihan, pembesaran, pakan, ataupun pengolahan hingga pemasaran akan tau dikemanakan dan diapakan hasil produksi mereka.

Baca Juga: Analisis Peranan Lembaga Keuangan Non Bank (Modal Ventura) terhadap Perkembangan Ekonomi di Indonesia

Konsep demikian pernah di inisiasi oleh KKP pada masyarakat di salah satu wilayah di Sumatera Barat dan sudah terbukti meningkatkan omset hingga 2x lipat mesikpun hasil produksi masih dalam bentuk mentahan.

Segelintir kelompok yang sama sudah menyebar di Indonesia tapi secara kuantitas masih terbilang sedikit dari jumlah yang ada. Maka dari itu, perlu dorongan setidaknya dari pantikan melalui tulisan yang saya buat ini.

Penerapan konsep hulu ke hilir (hilirisasi) menjadi solusi tepat untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu barang sekaligus agar lebih bervariasi outputnya.

Contohnya selama ini nikel dari Indonesia dijajalkan dalam bentuk olahan ke berbagai negara, namun akhir-akhir ini terdapat wacana akan di ekspor dalam bentuk olahan seperti menjadi unsur dalam pembuatan baterai mobil listrik dengan begitu nilainya akan naik signifikan.

Baca Juga: Mahasiswa UGM Berhasil Menerapkan Irigasi Otomatis Menggunakan Panel Surya di KWT Sumber Rejeki Kulon Progo

Begitupun halnya dengan produksi perikanan, dapat dilakukan hal yang sama dimana hasil produksi tidak hanya dijual dalam bentuk mentah namun dapat dikelola dalam bentuk olahan seperti nugget, frozen food,  daging fillet, bakso, pempek, otak-otak, dan lain sebagainya.

Namun, memang diperlukan kerja lebih apalagi untuk menembus pasar lokal ataupun dunia, kualitas barang menjadi syarat nomor satu agar bisa bersaing.

Apabila dapat tercapai konsep hilirisasi ini, Indonesia tidak akan lagi dikenal sebagai negara konsumtif oleh pihak luar.

Sebetulnya tidak ada salahnya dengan menjual dalam bentuk mentahan seperti yang selama ini dilakukan. Tapi terkadang pasar yang tidak menentu membuat stok membludak tapi permintaan tidak terlalu banyak.

Baca Juga: Analisis Semiotik dalam Novel “Hujan” Karya Tere Liye: Simbolisme Hujan, Ingatan, Teknologi, dan Cinta

Sehingga kelebihan produksi yang ada perlu diolah sehingga penyimpanannya relatif lebih mudah, dilain sisi juga secara harga juga akan meningkat dibandingkan barang mentahan.

Industri pengolahan daging fillet menjadi sektoral yang sangat menjajikan karena pasar dunia sangat luas terkait olahan ini.

Akan tetapi belum banyak penyedia yang mampu memenuhi syarat baku terkait pengelolaan ikan dalam bentuk fillet.

Mengapa demikian karena banyak hasil budidaya dari negara kita memiliki bau yang lumpur yang membut rasa daging tidak enak, warna daging yang tidak mencolok, cara penyimpanan yang masih salah sehingga dalam pengiriman terjadi pembusukan.

Baca Juga: Program MSIB Batch 5 sebagai Inovasi Pelayanan Administrasi Kependudukan di Surabaya

Pada saat inilah diperlukan penerapan teknologi penyediaan benih yang memiliki cita rasa dan warna daging yang cerah ataupun tata kelola/teknologi mengenai penanganan hasil perikanan.

Sebut saja sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pihak terkait seperti Balai Perikanan yang menyediakan benih unggul dengan cita rasa daging yang enak dan warna daging yang mencolok seperti strain ikan Patin Pustina, Nila Nirwana, Lele Sangkuriang, Sidat, atau ikan komoditas lainnya.

Namun, akan sia-sia apabila penanganan pasca panen seperti penyimpanan yang masih asal-asalan. Disini diperlukan dampingan produksi oleh pihak terkait dalam memberikan pemahaman terhadap masyarakat yang masih awam terhadap tata kelola hasil panen mereka.

Baca Juga: Inovasi Perpustakaan Sekolah Dasar dalam Era Digital: Membangkitkan Minat Literasi dan Pembelajaran

Apabila dapat terwujud semua hal tersebut hingga dapat menembus pasar dunia, sektor perikanan akan sangat semakin menjajikan kedepannya.

Nama Penulis:

1. Aulia Andhikawati
2. Rahma Widya

Mahasiswa jurusan Perikanan , Universitas Padjadjaran

Editor: Anita Said

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI