Mengantar sang Malaikat Kecil ke Surga: Ritual Pemakaman Bayi Suku Toraja yang Penuh Makna dan Keyakinan

Passiliran
Ilustrasi Passiliran (Sumber: Media Sosial)

Pendahuluan

Indonesia, yang memiliki banyak suku yang berbeda dari Sabang hingga Merauke, memiliki beragam budaya dan adat yang unik. Salah satunya adalah budaya yang dimiliki oleh Suku Toraja sebagai salah satu suku asli Indonesia yang berada di Tanah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan Kabupaten Toraja. Di tanah Toraja masyarakatnya masih kental dengan berbagai adat dari leluhur mereka.

Begitu juga dengan keyakinan yang dianut oleh masyarakat Toraja, terdapat beberapa keyakinan yang mereka anut, mulai dari Kristen, Islam, dan Aluk Todolo. Aluk Todolo adalah kepercayaan animisme (kepercayaan nenek moyang atau leluhur) yang memiliki Tuhan bernama Puang Matua (Ismail 2019).

Agama ini merupakan agama asli suku Toraja. Kepercayaan Aluk Todolo mencakup hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, Hubungan alam dengan manusia, manusia dengan manusia, dan manusia dengan diri mereka sendiri (Nugroho 2015).

Bacaan Lainnya
DONASI

Suku Toraja adalah suku yang khas dengan kebudayaanya, salah satu aspek yang paling menonjol dari suku ini adalah ritual pemakamannya. Begitu juga dengan para penganut Aluk Todolo yang memiliki cara khusus terkait ritual pemakaman.

Ritual pemakaman yang terkenal dari penganut Aluk Todolo ini adalah ritual pemakaman bayi yang dimakamkan bukan di tanah seperti pada umumnya, melainkan para bayi itu akan dimakamkan di dalam batang pohon yang sudah ditentukan.

Pembahasan

Ritual pemakaman bayi ini bernama Passiliran. Passiliran sebagai budaya penganut Aluk Todolo adalah budaya yang masih terus dilestarikan sampai sekarang. Jika kita berkunjung ke tanah Toraja, pemakaman bayi (baby grave) ini terletak di Kambira, Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan.

Dalam ritual ini, tidak semua bayi bisa dimakamkan dalam batang pohon, hanya bayi yang belum mencapai usia enam bulan atau bayi yang belum tumbuh gigi yang dapat mengikuti upacara ini. Menurut kepercayaan Aluk Todolo, bayi yang masih berusia 6 bulan atau belum tumbuh gigi adalah bayi yang masih suci dan bebas dari dosa. Maka harus dimakamkan dengan cara yang khusus.

Batang pohon yang digunakan untuk pemakaman bayi adalah pohon Tara yang memiliki penampakan hampir sama seperti pohon sukun, yang kuat dan besar. Pemilihan pohon ini dikarenakan pohon ini mengandung banyak getah yang diartikan sebagai air susu ibu (Hidayah 2018).

Pohon yang besar dan kuat juga diartikan sebagai simbol persilangan antara dunia manusia dan dunia roh. Proses pemakaman ini akan dipimpin oleh pemimpin adat dan dihadiri oleh keluarga dan kerabat si bayi.

Di awali dengan pohon yang dilubangi sebesar bayi tersebut, lalu jenazah bayi dimasukkan ke dalam lubang pohon dengan tidak menggunakan busana apapun dengan kondisi dan posisi yang sama seperti saat di dalam rahim (posisi duduk tanpa busana). Setelah itu, lubang akan ditutup dengan ranting dan ijuk dari pohon enau.

Baca juga: Mengenal 15 Suku-Suku di Indonesia dan Asalnya

Penganut Aluk Todolo meyakini dengan cara ini bayi yang mereka kuburkan seolah-olah mereka kembali ke rahim ibunya. Yang unik dari hal ini adalah meskipun bayi tidak dibungkus saat dikuburkan, tidak tercium bau apapun dari pohon.

Penempatan bayi pada batang pohon akan diletakkan sesuai dengan status sosialnya di masyarakat. Suku Toraja yang masih kental budaya pun masih menganut strata sosial dalam berbagai bidang kehidupan sosialnya. Bayi yang memiliki strata sosial tinggi akan diletakkan di atas, dan sebaliknya bayi yang memiliki strata sosial yang rendah akan diletakkan di bagian bawah.

Makna dari Passiliran adalah melambangkan kembalinya bayi ke dalam rahim ibu. Tradisi ini juga merupakan cara untuk menghormati alam dan menjaga keseimbangan alam.

Bagi penganut Aluk Todolo, Passiliran merupakan cara untuk mengucapkan selamat tinggal kepada bayi yang telah meninggal dan mendoakan agar arwahnya tenang di alam sana. Tradisi ini adalah bagian dari ritual tradisional Rambu Solo’ (ritual pemakaman) yang kompleks (Ratnawati 2009).

Ritual Passiliran merupakan tradisi pemakaman bayi yang unik dan penuh makna bagi masyarakat suku Toraja. Tradisi ini mencerminkan kepercayaan dan nilai-nilai budaya Toraja yang kuat tentang kehidupan, kematian, dan alam semesta.

Kesimpulan

Passiliran adalah ritual pemakaman bayi yang dilakukan hanya oleh orang-orang Toraja yang menganut Aluk Todolo. Pada ritual ini bayi akan disemayamkan di batang pohon Tara dengan syarat bayi tersebut masih berusia 6 bulan atau belum tumbuh gigi.

Pohon Tara yang kuat dan besar mengandung banyak getah, yang berarti air susu ibu. Penempatan bayi pada batang pohon ini diukur dengan strata sosial mereka di masyarakat. Makna dari bayi yang dimakamkan pada pohon ini adalah kembalinya sang bayi ke dalam rahim ibu.

 

Penulis:

  1. Angel
  2. Brilian Viona Agustin
  3. ⁠Siti Rahmadhani

Mahasiswa Psikologi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Hidayah, Mei Nurul. 2018. “Tradisi Pemakaman Rambu Solo Di Tana Toraja Dalam Novel Puya Ke Puya Karya Faisal Oddang (Kajian Interpretatif Simbolik Clifford Geertz).” Interpretatif Simbolik Clifford Geertz 1 (1): 1–10.

Ismail, Roni. 2019. “Ritual Kematian Dalam Agama Asli Toraja ‘Aluk To Dolo’ (Studi Atas Upacara Kematian Rambu Solok).” Religi Jurnal Studi Agama-Agama 15 (1): 87. https://doi.org/10.14421/rejusta.2019.1501-06.

Nugroho, Fajar. 2015. Kebudayaan Masyarakat Toraja. Edited by Retna Masita. Surabaya: JP Books.

Ratnawati. 2009. “Nilai Budaya Dalam Cerita Rakyat Toraja.” Mabasan 3 (2): 48–65.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI