Mengapa Anak Muda Zaman Sekarang Susah Mengontrol Nafsunya hingga Terjadi Pernikahan Dini

Pernikahan Dini
Ilustrasi Pernikahan Dini (Sumber: Penulis)

Istilah pernikahan dini atau pernikahan muda sebenarnya tidak dikenal dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI). Istilah yang lebih popular adalah pernikahan di bawah umur, yaitu pernikahan pada usia di mana seseorang belum mencapai usia dewasa.

Terjadinya pernikahan dini dikalangan masyarakat Indonesia, khususnya remaja dapat disebabkan oleh adanya berbagai faktor seperti faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, agama, sulit mendapatkan pekerjaan, media massa, pandangan dan kepercayaan, dan orang tua.

Status melakukan hubungan seks pertama kali bisa terjadi sebelum atau sesudah nikah. Pernikahan dini bisa terjadi juga karena keinginan mereka untuk segera merealisasikan ikatan hubungan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan. Faktor ekonomi lebih banyak dilakukan dari keluarga miskin dengan alasan dapat mengurangi beban tanggungan dari orang.

Hasil perubahan menyebutkan, batas minimal usia menikah adalah 19 tahun, baik untuk pria maupun wanita. Sayangnya, masih banyak yang tidak memenuhi aturan yang diberlakukan oleh negara tersebut dan memasifkan pernikahan dini.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan data tahun 2020 dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama menyebutkan, ada sebanyak 34 ribu permohonan mendapatkan dispensasi perkawinan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 persen mendapat persetujuan, dan 60 persen pihak pemohon adalah anak-anak berusia kurang dari 18 tahun.

Alasan pernikahan dini ini harus diatur hampir sebagian besar kalangan, bahkan negara, tidak menganjurkan pernikahan dini.  Alasannya karena dampak dan risiko yang bisa terjadi. Terutama jika dalam pernikahan tersebut terdapat paksaan dari pihak luar.

Tujuan peraturan usia pernikahan untuk melindungi kesehatan calon pengantin yang masih berusia muda sehingga pernikahan dini bukanlah sebuah solusi. Pasalnya, risiko pernikahan dini lebih besar daripada manfaatnya. Berikut adalah contohnya:

  1. Rentannya putus sekolah.
  2. Meningkatkan peluang penularan penyakit seksual.
  3. Rentan terjadi KDRT.
  4. Keguguran rentan terjadi.
  5. Meningkatkan risiko kematian pada ibu muda dan bayi.
  6. Rentan terjadi perceraian.
  7. Risiko stunting pada bayi yang dikandung ibu muda.
  8. Meningkatkan risiko depresi, trauma, dan stres pada pasangan.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ada dua hal yang perlu setiap orang persiapkan sebelum menikah, yaitu faktor biologis dan psikologis.

Faktor biologis adalah kesiapan fisik dan gizi maksimal, hal ini penting sebelum seseorang membina rumah tangga. Khususnya pada perempuan yang akan mengalami kehamilan dan melahirkan, dapat terjadi anemia pada ibu hamil, bersalin maupun ibu menyusui.

Dampak psikologisnya itu sendiri yaitu timbul kecemasan dan stress. Kecemasan yang dialami keluarga pernikahan dini remaja yang melakukan pernihakan dini akan merasa ketakutan dan kekhawatiran dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam keluarganya.

Izinkan Saya Alvares Richie Putra untuk menceritakan suatu fenomena pernikahan dini dikalangan usia remaja, agar kita semua bisa menjadikan ini suatu pembelajaran penting di hidup remaja zaman sekarang. Ada teman saya sendiri yang bernama Nabilla, yang pada waktu itu usia dia masih 14 tahun dan ia masih menekuni di bangku SMP pada saat itu.

Ia menjalin sebuah hubungan pada si laki-laki tersebut, yang di mana laki-laki itu adalah teman saya sendiri juga Bernama Aldy, dia perantau dari sebuah desa ke kota, usia dia lebih tua setahun dari si perempuan ini. Kehidupan si laki-laki ini masih belum jelas ia masih suka bermain main perempuan kesana kemari, mabuk-mabukan, dan bermain judi di tongkrongannya.

Hingga di suatu hari, saya tidak pernah melihat Nabilla di sekolah selama 6 bulan, tidak tahu pasti alasan dia tidak pernah masuk sekolah selama itu, mendadak ia menghilang kabar begitu saja, dan si laki-laki tersebut juga sama benar-benar mereka berdua tidak ada kabarnya sama sekali.

Baca juga: Dampak Pernikahan Dini terhadap Aspek Ekonomi & Pendidikan bagi Remaja

Seiring berjalannya waktu selama 2 bulan, salah satu teman saya mendapat kabar bahwa Nabilla lagi mengandung anak si laki-laki tersebut atau bisa dibilang pacarnya. Satu angkatan kelas kami menjadi heboh ketika mendengar kabar itu, pantas saja mereka berdua tidak pernah kelihatan sama sekali dalam waktu yang sangat lama.

Dari mendengar kabar itu, saya berusaha mencari si laki-laki itu, karena ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada dia, berbagai teman tongkrongan di situ saya tanya semua namun jawaban mereka pun sama tidak mengetahui keberadaan laki-laki ini, mencari di kos dia pun hasilnya nihil.

Keesokan harinya di sekolah, saya menanyakan kepada temannya si perempuan tersebut untuk menanyakan kabar bagaimana si Nabilla ini. Tetapi jawaban mereka pun sama tidak tahu juga apakah dia baik-baik saja setelah ia tahu bahwa ia telah mengandung seorang anak. Lalu saya bilang “kenapa kita ga jengukin dia aja di rumahnya?” tetapi teman-temannya  pada bilang, kita ga di bolehin untuk sementara ini jengukin dia, tanpa ada alasan yang jelas.

Selang waktu beberapa bulan, munculah kabar di mana perempuan tersebut telah melahirkan, berita tersebut mulai tersebar luas sampai satu sekolah mengetahuinya. Perempuan tersebut dipanggil untuk menghadap ke kepala sekolah untuk memberikan penjelasan yang telah terjadi pada perempuan itu, namun ia tidak pernah mau datang karena rasa malu oleh kasus tersebut.

Pada suatu hari saya dan teman-teman berinisiatif untuk menemui ibu dari perempuan itu untuk memberikan penjelasan kepada kami agar bisa tersampaikan jelas kepada kepala sekolah. Malam hari itu kami tiba di rumah ibunya, ibu tersebut terseduh nangis sambil bercerita kepada kami.

Mereka jujur tidak mampu untuk mengurus anak dari perempuan itu dikarenkan masalah ekonomi mereka, bahkan mereka juga tidak mampu untuk membiayai pernikahan anaknya itu. Singkat saja, ibu tersebut sudah menceritakan hal detail dari kasus anaknya itu, besoknya kami menemui kepala sekolah dan kami ceritakan semuanya yang telah dikatakan oleh ibu dari perempuan itu.

Kepala sekolah kami memutuskan untuk meng edukasi kepada kami semua tentang permasalahan hubungan pergaulan bebas agar tidak terjadi lagi kasus seperti ini, karna berakibat fatal dapat mempermalukan nama sekolah.

Jadi dapat disimpulkan, sebelum melakukan hubungan tolong dipikirkan terlebih dahulu resiko ke depannya seperti apa, mengontrol ego dan nafsu sangat diperlukan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

 

Penulis: Alvares Richie Putra
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses