Pada era globalisasi, komunikasi lintas bahasa menjadi sangat penting dalam interaksi sosial, terutama di kalangan anak muda. Fenomena code-switching dan code-mixing menjadi semakin populer di Indonesia.
Code-switching adalah pergeseran bahasa dalam satu percakapan atau situasi. Ada beberapa alasan mengapa code-switching dan code-mixing sering digunakan, antara lain untuk mengikuti tren komunikasi, menjelaskan konsep yang sulit dipahami, meningkatkan kemampuan berbahasa bilingual, memperkuat posisi dalam bisnis internasional, dan menghindari kekakuan dalam berkomunikasi.
Code-mixing adalah pencampuran kata atau frasa dari dua bahasa dalam satu kalimat, sedangkan code-switching adalah peralihan bahasa antara kalimat atau klausa yang berbeda.
Dalam code-mixing, kata-kata dari bahasa lain disisipkan dalam kalimat, sedangkan code-switching melibatkan perubahan bahasa secara keseluruhan dalam percakapan.
Studi neuroscience menunjukkan bahwa otak bilingual mengaktifkan area korteks frontal dan temporal, serta basal ganglia, saat melakukan code-mixing dan code-switching. Penelitian ini menunjukkan bahwa bilingual memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik dan dapat mengakses kedua bahasa secara bersamaan dalam proses bahasa.
Karena aktivitas otak bilingual menunjukkan bahwa mereka dapat mengatur dan mengkoordinasikan dua bahasa dengan efektif, terutama di area korteks frontal dan temporal.
Proses memori juga berperan dalam code-mixing dan code-switching. Ketika seseorang mempelajari bahasa kedua, kata-kata baru tersebut akan terkait dengan kata-kata dalam bahasa pertama yang sudah ada di memori.
Hal ini dapat menyebabkan seseorang melakukan code-mixing ketika mereka lupa kata atau frasa dalam bahasa yang sedang digunakan, dan kemudian beralih ke bahasa lain yang lebih familiar.
Orang bilingual cenderung menggunakan kata-kata dalam bahasa yang lebih familiar karena kata-kata tersebut lebih mudah diakses dari memori.
Terdapat beberapa alasan mengapa code-mixing dan code-switching sering digunakan:
- Mengikuti tren komunikasi dan memudahkan identifikasi dengan kelompok sosial tertentu;
- Menjelaskan konsep yang sulit dipahami dalam satu bahasa dengan menggunakan bahasa lain;
- Meningkatkan kemampuan berbahasa bilingual untuk mempersiapkan diri di lingkungan global;
- Memperkuat posisi dan negosiasi dalam dunia bisnis internasional;
- Menghindari kecenderungan kaku dalam berkomunikasi.
Baca Juga: Pengaruh Bahasa Asing terhadap Minat Generasi Muda
Contoh kalimat:
Code-switching
- Aku bosan di rumah saja seharian. Are you free tonight? Let’s hang out!
- Maaf banget aku telat. Traffic was crazy.
- I think you’d look good with short hair. Ditambah poni lurus pasti lebih bagus.
Code Mixing
- “Honestly, aku kemarin pergi shopping sama temen.”
- “Tampangnya kayak prince charming banget, deh!”
Dalam lingkungan akademik, alih kode memainkan peran penting dalam dinamika komunikasi mahasiswa. Dalam situasi formal, seperti seminar dan presentasi, mahasiswa cenderung menggunakan bahasa Indonesia baku dengan istilah bahasa Inggris untuk menunjukkan kredibilitas dan profesionalisme. Istilah teknis seperti “silabus” dan “akreditasi” sering digunakan dalam bahasa Inggris karena dianggap lebih akurat.
Sebaliknya, dalam situasi informal, mahasiswa menggunakan alih kode yang lebih fleksibel, mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, bahasa gaul, atau bahasa Inggris untuk menciptakan kedekatan sosial dan memperkuat hubungan interpersonal.
Hal ini menunjukkan bahwa alih kode bukan hanya sekadar alat komunikasi namun juga berfungsi ganda, baik sebagai sarana komunikasi efektif maupun sebagai strategi untuk membangun relasi sosial yang lebih baik juga.
Penggunaan alih kode dalam konteks akademik juga mencerminkan pengaruh globalisasi dalam pendidikan tinggi, di mana bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa internasional untuk menyampaikan informasi dan membangun kesan profesional.
Namun, bahasa daerah tetap menjadi bagian penting dari komunikasi sehari-hari mahasiswa, menunjukkan bahwa identitas lokal dan budaya tetap kuat meskipun ada pengaruh global.
Ketika seseorang mempelajari bahasa kedua, kata-kata baru tersebut akan terkait dengan kata-kata dalam bahasa pertama yang sudah ada di memori. Hal ini dapat menyebabkan seseorang melakukan code-mixing ketika mereka lupa kata atau frasa dalam bahasa yang sedang digunakan, dan kemudian beralih ke bahasa lain yang lebih familiar.
Orang bilingual memiliki kecenderungan untuk menggunakan kata-kata dalam bahasa yang lebih familiar karena kata-kata tersebut lebih mudah diakses memori otak.
Baca Juga: Peran Media Sosial dalam Pembentukan Bahasa Gaul di Kalangan Generasi Alpha
Meskipun sebagian orang menganggap code-mixing dan code-switching sebagai tanda kurangnya penghargaan terhadap bahasa Indonesia, namun pada kenyataannya, fenomena ini justru menunjukkan kemampuan adaptasi bahasa yang dimiliki oleh penutur bilingual atau multilingual.
Dengan menggunakan code-mixing dan code-switching, mereka dapat memastikan bahwa pesan yang disampaikan diterima dengan baik oleh audiens, sehingga meningkatkan efektivitas komunikasi. Dalam konteks pemasaran, code-mixing dan code-switching dapat menjadi keuntungan karena dapat meningkatkan minat produk dan layanan.
Dengan menggunakan bahasa yang lebih familiar bagi audiens, pemasar dapat membangun koneksi yang lebih kuat dengan pelanggan potensial. Selama tidak menyalahgunakan bahasa Indonesia, fenomena ini tidak perlu menjadi masalah, dan yang terpenting adalah menyampaikan informasi dengan jelas dan efektif.
Penulis: Kiara Anggara Putra
Mahasiswa Akuntansi S1 Universitas Pamulang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News