Hukum persaingan usaha mulai banyak dibicarakan, seiring dengan diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini disahkan tanggal 5 Maret 1999.
Kebijakan persaingan usaha pun mempunyai multi sasaran. Untuk diketahui, multi sasaran kebijakan dalam persaingan usaha terdiri dari tujuh bagian. Pertama, efisiensi ekonomi di pasar. Kedua, kewajaran atau keadilan dalam praktik bisnis. Ketiga, menghilangkan regulasi pemerintah yang tidak efisien.
Keempat, mengurangi konsentrasi kekuatan ekonomi pada sedikit pelaku pasar. Kelima, membatasi kolaborasi di antara pesaing yang memfasilitasi kolusi.
Keenam, meningkatkan kedaulatan konsumen dengan mendorong perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen. Ketujuh, menekan biaya produksi dengan tujuan meredistribusi surplus produsen kepada konsumen.
Baca Juga: Penegakan Hukum di Indonesia: Hasil Pengupayaan Kewajiban Warga Negara
Meski memiliki multi sasaran, tapi pada dasarnya hukum persaingan usaha adalah instrumen kebijakan untuk mencari kombinasi antara efisiensi dan keadilan yang tepat untuk masing-masing negara. Namun demikian, masalah efisiensi dan keadilan, sering kali berada pada posisi saling berhadapan, ketika dikaitkan dengan hukum persaingan usaha.
Karena itu, keberadaan Undang-Undang Anti Monopoli atau Undang-Undang Persaingan Usaha harus dapat mencegah perbuatan atau tindakan perusahaan yang dapat merugikan masyarakat dengan cara menggunakan market power yang dimiliki perusahaan itu.
Oleh sebab itu, dengan tujuan mengenal pentingnya perkembangan peraturan dalam aturan hukum positif Indonesia terkait bagaimana praktik persaingan usaha sehat dan praktik persaingan usaha yang tidak sehat serta praktik monopoli.
Maka peluang-peluang usaha yang tercipta selama tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, di satu sisi diwarnai terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya, sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.
Fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan yang terkait antara pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih memperburuk keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik.
Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kesenjangan sosial. Munculnya konglomerat dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.
Baca Juga: Meluruskan Perspektif Poligami di Mata Agama dan Hukum
Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu. Pemusatan kekuatan ekonomi antara lain dalam bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
Oleh karena itu disusun Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.
Agar implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta peraturan pelaksanaannya dapat berjalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu Lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain, yang berwenang melakukan pengawasan persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi. Sanksi tersebut berupa Tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang pengadilan.
Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri dari (1) Perjanjian yang dilarang; (2) Kegiatan yang dilarang; (3) Posisi dominan; (4) Komisi Pengawas Persaingan Usaha; (5) Penegakan hukum; (6) Ketentuan lain-lain. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berasaskan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan tujuan nasional.
Baca Juga: Hukum Tidak Berguna dalam Mengurangi Ketidakadilan dan Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia
Ainun Muntaah
Mahasiswa Pasca Sarjana
UNIDA (Universitas Djuanda) Bogor
Editor: Diana Pratiwi