Meluruskan Perspektif Poligami di Mata Agama dan Hukum

Perspektif Poligami Agama Hukum

Pandangan  Poligami

Poligami saat ini tidak asing lagi bagi masyarakat umum. Beberapa waktu lalu, sangat marak terjadinya poligami yang tidak sesuai dengan aturan agama dan hukum, hal ini untuk meluruskan perspektif poligami agar sesuai dimata agama dan hukum. Terdapat pendapat orang yang mendukung akan poligami dan tidak mendukung poligami sebagaimana pandangan masing-masing masyarakat.

Menurut pandangan umum yang memiliki pandangan pendukung mengenai poligami menjelaskan bahwa poligami merupakan bentuk pelecahan terhadap martabat seorang perempuan sedangkan laki-laki yang sudah melakukan poligami dianggap sudah melakukan tindak kekerasan dan penindasan akan hak perempuan (Siti Musdah Mulia, 2004). Berbeda dengan pandangan tidak pendukung, mereka menjelaskan bahwa poligami merupakan unsur penyelamatan, ikhtiar, perlindungan dan penghargaan terhadap dirinya dan kaum perempuan (Ariij binti Abdur Rahman as-Sanan, 2006).

Baca Juga: Kesetaraan Gender terhadap Kaum Perempuan

Bacaan Lainnya
DONASI

Dari beberapa pendapat orang yang mendukung dan tidak mendukung adanya poligami ini bahwa tujuan dari poligami untuk membangun poligami yang sehat.  Poligami yang sehat yaitu dengan menaati aturan dan syariat serta izin poligami tersebut juga harus ditaati sehingga pasangan poligami dapat mencapai tujuan perkawinan yang sesuai yang dapat diharapkan dari kedua belah pihak. Agar poligami yang dijalankan dapat mencapai tujuan diperlukan syariat agama, dan pemerintah juga memberikan aturan mengenai pasangan yang melakukan poligami haruslah mendapat izin dari pengadilan agama.

Pandangan Poligami Menurut Islam  

Membahas perihal poligami agama Islam tidak mengharamkan atau melarang untuk poligami tetapi juga tidak memerintahkan untuk berpoligami. Hal ini artinya dalam agama Islam tujuan dari poligami itu untuk mencari jalan keluar dari adanya problem dalam suatu rumah tangga.

Problem tersebut misalnya hubungan pernikahan yang cukup lama dan tidak dikarunia anak maka pasangan tersebut melakukan poligami untuk tujuan agar mereka mempunyai anak.  Sesuai dengan dua prinsip hukum Islam yang pokok, yakni keadilan dan kemaslahatan, poligami dapat dilakukan ketika terpenuhinya kedua prinsip tersebut. Dengan demikian, jika tujuan dari poligami hanya sekedar untuk pemenuhan nafsu maka hal itu tentu tidak dibenarkan.

Dari pernyataan rubrik Bahtsul Misail Nahdlatul Ulama’, menerangkan bahwa para ulama’ mempunyai perbedaan pendapat tentang bab poligami. Menurut 2 mahzab yakni Safi’i dan Hambali tidak mengizinkan untuk berpoligami karena bisa mengakibatkan ketidakadilan. Sedangkan ulama’ mahzab Hanafi berpikir bahwa praktik poligami itu mudah, tetapi calon poligami harus bisa menjamin untuk berlaku adil kepada para istrinya.

Baca Juga: Dampak Kajian Pra-Nikah, Bagi yang Belum Siap Nikah

Pernyataan tersebut terdapat pada kitab Mausu’atul Fiqhiyyah yaitu “Bagi kalangan Syafi’yah dan Hambali tidak dianjurkan untuk poligami tanpa keperluan yang jelas (terlebih bila telah terjaga (dari zina) dengan seorang istri) karena dengan melakukan poligami akan berisiko akan terjadi tidak adil.

Di dalam Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam juga menegaskan dalam salah satu ayatnya bahwa jika ada laki-laki yang dapat bersikap adil terhadap hak-hak wanita yatim yang dinikahinya, maka laki-laki itu dapat menikahi wanita-wanita lainnya yang disenangi, boleh dua, tiga, atau empat wanita. Namun apabila takut tidak bisa bersikap adil maka cukup nikahi satu saja, atau budak-budak yang kamu miliki.

Karena hal-hal seperti ini lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Dalam ayat ke-3 QS. An-Nisa tersebut menjelaskan bahwa laki-laki diperbolehkan memiliki empat istri namun harus bersikap adil terhadap istri dan anak-anaknya, namun jika tidak yakin dapat bersikap adil maka lebih disarankan untuk hanya memiliki satu istri saja.

Poligami Menurut UUD 1945

Ketentuan  tentang  poligami juga termaktub dalam Undang-undang  Perkawinan  Pasal 4 ayat (1) dan (2). Undang-undang ini mengatur sebagaimana bentuk respons positif seorang  suami yang ingin menikah lebih dari satu orang (istri). Menurut ajaran Islam, poligami diperbolehkan dengan alasan, syarat dan prosedur tertentu yang tidak bertentangan.

Demikian  juga  dengan  lahirnya Kompilasi  Hukum Islam yang  mengatur  ketentuan poligami bagi umat Islam. Syarat utama praktik poligami yakni harus adil terhadap istrinya  baik dalam nafkah  lahir, batin, perhatian, rasa  kasih  sayang, maupun perlindungan terhadap keluarganya agar tercipta hubungan yang sehat serta harmonis.

Baca Juga: Menyeimbangkan Waktu antara Kerja dan Anak bagi Single Parent, Berikut Penjelasannya

Namun, dalam  keadaan  tertentu  poligami  dibenarkan  seperti  yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat 2 (dua) bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.  Dalam hal ini  berarti  pengadilan  dapat  memberikan  izin  kepada  seseorang untuk berpoligami apabila adanya persetujuan dari istri. Jadi, demi kemaslahatan umum perkawinan poligami memerlukan syarat-syarat tertentu untuk memberlakukannya.

Alsa Safa’a Milata
None Nur Fadila
Selin Dita Rahma
Shintya Eka Rosalia

Iva Aspreliha
Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Nusantara PGRI Kediri

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI