Menghidupkan Kembali Seni Tradisional, Teater Embrio Gelar Pentas Seni di Yogyakarta secara Offline

Seni
Teater Embrio Gelar Pentas Seni di Yogyakarta secara Offline

Setelah dua tahun lamanya menghadapi pandemi, akhirnya para seniman Teater Embrio mengadakan pentas seni pertunjukan secara offline. Pentas seni ini diadakan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta pada 2 November 2022.

Acara ini diselenggarakan oleh Teater Embrio dengan tujuan merayakan kehidupan setelah pandemi, seni pertunjukan tradisional hidup lagi.

Teater Embrio berpartisipasi dalam menghidupkan kembali acara pentas seni yang susah dilaksanakan dikarenakan pandemi yang terjadi dua tahun belakangan ini.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Pertunjukan Seni Teater Ketika Iblis Menikahi Seorang Perempuan

Pawang Udan menceritakan tentang pasangan yang ingin menikah tetapi terhalangi adat dan tradisi daerah masing-masing. Kukuh selaku tokoh utama yang berasal dari lombok suku Sasak mencintai wanita bernama Harin yang berasal dari Yogyakarta.

“Yang menjadi referensi dasar pentas seni ini adalah ‘Budaya dan Tradisi di Indonesia’ banyak yang bisa digali, dan banyak anak milenial sekarang yang wajib tau kekayaannya pluralisme di negeri ini. Mereka berhak tau, kita berupaya mengedukasi dengan muatan-muatan pesan di atas panggung,” ucap Luwi Darto selaku penulis dan sutradara pentas seni Pawang Udan ini.

Di dalam cerita, mereka dihalangi oleh kedua orang tua Harin yang susah menerima Kukuh karena adat tradisi suku Sasak di mana saat menikah, sang wanita akan diculik dan dikenalkan ke rekan-rekan sang pria. Setelah Kukuh berhasil memikat hati kedua orang tua Harin, ternyata selama ini Ia hanya bermimpi.

Dokumentasi video.

Dalam proses persiapan pentas seni ini juga terjadi beberapa kendala, seperti waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan pementasan ini adalah 3 bulan mulai dari awal hingga akhir. Kendala yang dialami juga beragam mulai dari minim sponsor, kurang lengkapnya personil saat pertemuan, latihan yang kurang disiplin, dan masih banyak lagi.

“Proses persiapan awalnya dana yang minim dari sponsor, kemarin kita berupaya gandeng vendor dan sponsor untuk mengurangi biaya produksi. Waktu pertemuan yang tidak lengkap, latihan yang masih kurang disiplin dalam proses latihan sehingga banyak lubang-lubang yang dilalui tapi di akhir-akhir mendekati pementasan hampir setiap hari mengejar ekspektasi yang saya inginkan,” ucap Luwi Darto.

Tapi Pak Luwi darto dan personil yang lain berhasil mempersembahkan pentas seni yang luar biasa memukau. Pak Luwi Darto pun merasa Bahagia setelah acara berhasil ditampilkan. Hasil jerih payah selama 3 bulan akhirnya ditempuh hanya dalam waktu kurang lebih 2 jam saja.

“Waktu persiapan mulai dari produksi, pra pentas dan pementasan sekitar 3 bulan. Namun Perasaan bahagia, karena itu yg kita capai untuk semua pemain. Karena saya selalu menciptakan iklim kondusif dalam setiap proses, dan pasca pentas. Kegembiraan yang kami capai,” tuturnya.

Baca Juga: Makna Hari Tari Sedunia Bagi Seniman Kampung Budaya Polowijen Malang

Pesan yang ingin disampaikan dari Pentas Seni Pawang Udan ini adalah bahwa cinta tidak bisa dipisahkan oleh apapun mulai dari status sosial, status pendidikan, budaya, dan lain-lain.

“Pesan yang bisa kita ambil dari cerita ini adalah bahwa cinta tidak bisa dipisahkan oleh apa pun. Status sosial, status pendidikan dan perbedaan budaya tidak bisa menjadi penghalang. Sebab cinta tumbuh dan anugerah dari Tuhan. Namun Budaya, adat, dan tradisi buatan aturan manusia. Cinta itu suci tak dapat dipisahkan oleh kaidah-kaidah yang berlaku,” ucap Luwi Darto.

Penulis: Riyan Azmi Hanafi
Mahasiswa Film Televisi ISI Surakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI