Saat ini di luar negeri atau bahkan di Indonesia sedang marak terjadinya perilaku LGBT. Bahkan hal tersebut bisa dengan mudah dijumpai dimanapun, seperti dilingkungan pendidikan. LGBT tidak mengenal usia dikarenakan penyebarannya yang luas dan dapat dijangkau melalui gadget.
Mayoritas pelaku LGBT memiliki pengalaman hidup yang kurang baik yang menyebabkan adanya trauma tersendiri. Pengalaman hidup yang kurang baik mereka dapatkan dari lingkungan sekitarnya atau bahkan dari orang tuanya sendiri.
LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, bisexsual, dan transgender. LGBT dapat diartikan sebagai gabungan empat kumpulan perilaku penyimpangan seksual dan identitas gender yang melawan kodrat dan menolak ketentuan Tuhan.
Lesbian merupakan perilaku menyukai sesama jenis antara perempuan dengan perempuan, sebaliknya gay merupakan perilaku menyukai sesama jenis antara laki-laki dengan laki-laki.
Bisexsual sendiri merupakan gabungan antara lesbian dan gay yang dapat diartikan bahwa biseksual adalah perilaku yang dapat menyukai kedua gender tersebut.
Transgender merupakan seseorang yang memiliki gender yang berbeda dengan jenis kelaminnya.
LGBT memiliki banyak jenis lagi, namun yang banyak dijumpai pada era generasi z adalah lesbian, gay, bisexsual, dan transgender.
Di Indonesia sendiri LGBT merupakan tindakan yang melanggar norma, berbeda dengan di beberapa negara lain seperti Jerman, Thailand, dan Amerika yang telah melegalkan perilaku LGBT.
Perilaku LGBT sudah bisa dijumpai dengan mudah, karena pada zaman generasi z banyak orang yang mengumbar perilaku menyimpang tersebut. Mereka dengan sadar menunjukkan bahwa mereka merupakan bagian dari LGBT, bahkan beberapa dari mereka menganggap bahwa LGBT merupakan perilaku yang keren.
Salah satu pertanyaan utama yang sering muncul adalah, apa penyebab pelaku LGBT memilih jalan tersebut walaupun mereka paham bahwa hal yang mereka lakukan ini melanggar norma? Lalu bagaimana cara menyikapi tindakan yang para pelaku lakukan, apakah kita harus menormalisasikan keputusan mereka karena menganggap bahwa mereka berhak memilih cara hidup mereka? atau melarang dan memberikan masukan?
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan Dr. Ati Kusmawati, S. Pd. N.Si.Psikolog menyatakan bahwa pelaku LGBT adalah orang-orang yang kurang perhatian. Para pelaku LGBT mengaku memiliki pengalaman hidup yang kurang baik yang tentunya akan mengganggu psikologisnya.
Mereka memiliki rasa trauma yang mendalam yang akhirnya menyebabkan mereka memilih jalan yang salah ini agar mereka tetap mendapatkan kasih sayang tanpa mengingat rasa trauma yang ada. Pola asuh orang tua juga dapat menyebabkan hal ini terjadi.
Pelaku LGBT akan selalu memilih lingkungan yang aman agar mereka selalu mendapatkan afirmasi yang positif, pada akhirnya mereka akan berpikir bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar.
Biasanya pelaku LGBT tidak akan mau keluar di zona nyamannya, mereka akan berlindung dibalik pengalaman hidup yang mereka dapatkan dan tidak akan mau mencoba untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
Sebab dan akibat adalah dua hal yang tidak terpisahkan, begitu pula dalam konteks LGBT. Pengakuan remaja perempuan berusia tujuh belas tahun yang mengaku bahwa tindakan lesbian yang dilakukan ini merupakan dampak dari pola asuh ayahnya yang menimbulkan rasa trauma terhadap laki-laki.
Tindakan kekerasan secara verbal maupun non verbal yang didapatkan membuatnya merasa tidak aman apabila bersama laki-laki. Trauma akan kekerasan yang didapatnya akan muncul apabila memulai hubungan yang dekat dengan laki-laki, selain itu, ada pengakuan seorang remaja perempuan juga yang mengatakan bahwa lingkunganlah yang membuatnya menjadi seorang lesbian.
Sejak kecil lingkunganya selalu mendukung penampilannya yang menyerupai laki-laki. Mulai dari potongan rambut hingga cara berpakaian, serta lingkungan pertemanannya dengan laki-laki, beberapa hal ini akan membuatnya merasa bahwa dia adalah seorang “laki-laki”.
Begitu pula dengan seorang laki-laki yang menjadi perempuan. Pengakuan dari remaja laki-laki berusia enam belas tahun yang mengaku pola asuh orang tuanyalah yang menyebabkan munculnya perasaan bahwa gendernya adalah perempuan.
Sejak kecil orang tuanya memperlakukanya layaknya seorang perempuan, seperti memakaikan jilbab ataupun bando walaupun maksud dari orang tuanya adalah sekedar gurauan saja. Orang tuanya sering memakaikan baju ataupun celana yang berwarna pink. Hal inilah yang akhirnya membuatnya berpikir bahwa dia adalah seorang perempuan bukan laki-laki.
Apabila tindakan mereka dicerna dengan baik, sebenarnya para pelaku LGBT merupakan korban dari kekejaman yang ada di dunia sehingga membuat psikologisnya terganggu dan memilih jalan yang salah untuk tetap mendapatkan hal yang dibutuhkan. Mereka adalah korban dari perilaku tak pantas, lingkungan yang buruk, serta pola asuh orang tua yang salah.
Beberapa orang akan berpikir bahwa tindakan LGBT akan susah diminimalisir, faktanya apabila pola asuh orang tua tepat, tidak adanya kekerasan secara verbal maupun non verbal yang dilakukan, serta tidak menormalisasikan atau memberikan dukungan terhadap mereka yang melakukan tindakan ini, maka kemungkinan perilaku LGBT akan mereda.
Pasca menganalisis berbagai faktor penyebab perilaku LGBT, tindakan apa yang tepat untuk menghadapi pelaku? Apakah kita harus diam atau melakukan sebuah tindakan?
Sesuai peraturan yang tertulis dalam undang-undang dasar yang berbicara dengan hak asasi, para pelaku LGBT tidak boleh mendapat kecaman, bullyan, atau bahkan kekerasan.
Pelaku LGBT akan tetap diberikan hak asasinya sebagai manusia, akan tetapi sebagai warga negara Indonesia yang berpedoman dengan sila ketuhanan serta adat istiadat yang ada, tentu saja tindakan yang pelaku lakukan adalah tindakan yang salah.
Para pelaku mau tidak mau harus mentaati norma yang berlaku. Di dalam pandangan psikologi pelaku LGBT berhak diperlakukan dengan perasaan kemanusiaaan dan pelaku LGBT harus mendapatkan bimbingan konseling serta terapi yang tepat.
Penulis: Lusiana Putri Haninda
Mahasiswa Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News