Menilik Perjalanan Film dan Home Video di Indonesia

Film dan Home Video
Film dan Home Video (Sumber: Penulis)

Di zaman seperti ini siapa sih yang tidak mengenal film?

Film saat ini menjadi sangat popular di semua kalangan karena dengan menonton film kita dapat menikmati perpaduan antara suara dan gambar menjadi satu yang dikemas secara menarik. Akan tetapi, apakah kalian tahu kalau sebelum ada film seperti saat ini, dahulu awalnya film hanya menayangkan gambar saja tanpa ada suara.

Perkembangan Awal Film dan Home Video

Film merupakan proses dari perkembangan teknologi yang cukup panjang. Hingga saat ini kita mengenal dua macam bidang yang berkaitan dengan film, yakni film yang menggunakan pita seluloid dan film yang berkaitan dengan penggabungan beberapa film (video).

Bacaan Lainnya
DONASI

Video adalah gambar bergerak, menuntut seorang videografer merangkai sebuah konsep memahami teknik menggabungkan gambar satu dengan lainnya sehingga menjadi satu gambar yang menarik.

Awalnya film hanya dapat dinikmati secara visual, tidak dapat dengan audio seperti saat ini. Hal tersebut lebih dikenal dengan film bisu. Film bisu masih berupa film-film berdurasi pendek dan berwarna hitam putih.

Film bisu lebih menonjolkan akan mimik wajah serta totalitas dalam gerak masing-masing pelakunya. Gerakan-gerakan pelakulah yang akan memberi cerita. Hingga akhirnya dapat ditemukan film yang dapat dinikmati secara visual maupun audio.

Perekam kaset video (VCR) dan DVD diperkenalkan sebagai sarana utama menonton film di rumah. Film menjadi digital, penyebaran persewaan video pada akhirnya berkontribusi terhadap fenomena blockbuster dan segmentasi penonton.

Sementara banyak orang bergegas untuk menyewa film hits terbaru dalam bentuk DVD. Video rumahan telah menjadi kekuatan pendorong, dengan pendapatan dari penyewaan dan penjualan langsung video dan DVD melebihi penerimaan box office, namun pendapatan tersebut menurun tajam seiring dengan munculnya bentuk-bentuk baru distribusi digital.

Perjalanan Film di Indonesia

Film pertama kali diperkenalkan oleh Belanda di Indonesia tahun 1900, di Jakarta dengan istilah “Gambar Idoep”. Pemutaran film tersebut merupakan film dokumenter yang menceritakan perjalanan Ratu Olanda dan Raja Hertog Hendrik di kota Den Haag, Belanda.

Film pertama yang dikerjakan di Indonesia adalah film bisu berjudul “Loetoeng Kasaroeng”, dengan sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Aktor maupun aktris yang dimainkan dalam film tersebut adalah artis lokal, dan diproduksi oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung.

Masa Hindia Belanda, perfilman di Indonesia sepenuhnya dikuasai oleh orang asing Eropa dan Cina. Pada saat itu film hanya dijadikan sebagai produk dagang. Teknologi perfilman Indonesia mulai canggih, tahun 1931 mulai dengan pembuatan film bersuara. Film pertama bersuara tersebut berjudul “Nyai Dasima”, dan mulai ditayangkan tahun 1932.

Sekitar tahun 1937, sudah diproduksi film musikal seperti halnya film-film musikal yang marak ditahun 2009. Film musikal yang diproduksi ini berjudul “Terang Boelan”. Film ini menjadi sangat populer ketika itu, karena jenis baru film yang pernah dikerjakan di Indonesia.

Setelah itu produksi film makin berkembang baik secara kualitas maupun kuantitas. Hingga akhirnya menuju puncak kejayaan pertama ditahun 1941. Sayangnya puncak kejayaan tersebut terhenti di tahun 1942 Karena       Belanda menyerahkan kekuasaan ke tangan Pemerintah Jepang. Film yang dibuat pada masa kedudukan Jepang hanya propaganda saja.

Setelah tahun 1945, perfilman Indonesia mulai bangkit kembali. Hal ini ditandai dengan hadirnya sekolah film di kota Yogyakarta. Adanya sekolah film tentunya juga memberikan dampak yang baik bagi perkembangan teknologi dalam perfilman.

Karena dengan adanya pendidikan dalam dunia film, maka harapannya teknologi dari luar negeri juga dapat diajarkan di dalam sekolah film tersebut, dan tentunya akan sangat memiliki manfaat bagi perkembangan dunia perfilman.

Pada tahun 1952 ketika PERSARI (Perseroan Artis Film Indonesia) memiliki studio terbesar se-Asia Tenggara dan ketika itu memiliki kerja sama dalam produksi film bersama perusahaan dari Filipina.

Kondisi tersebut tidak bertahan lama, tahun 1960 terjadi pemberontakan dihampir sebagian wilayah Indonesia. Hal ini menjadikan kondisi perfilman menjadi ikut terguncang, dan menyebabkan produksi film semakin terpuruk.

Tahun 1968 teknologi baru dalam proses pembuatan film memiliki perkembangan yang baik. Film-film telah dapat diproduksi secara berwarna, tidak hanya hitam dan putih saja.

Perfilman Indonesia menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an. Saat itu film yang cukup terkenal adalah “Catatan Si Boy”, dan dan dibintangi artis yang terkenal pada masa itu seperti Onky Alexander, Meriam Bellina, Nike Ardilla, Paramitha Rusady.

Tahun 1990-an, perfilman Indonesia mulai mengalami mimpi buruk. Setiap tahun Indonesia menghasilkan 80-100 judul film, namun ketika tahun 1990-an menjadi turun sangat tajam. 1991 tercatat terdapat 25 judul film. Pada tahun 1993 hanya terdapat 8 judul film.

Dunia perfilman Indonesia mulai bangkit kembali pada tahun 1999, ketika film karya Mira Lesmana dan Riri Reza dengan judul “Petualangan Sherina” hadir di layar emas menandai bangkitnya dunia perfilman Indonesia.

Walaupun 1999 dikatakan sebagai kebangkitan film Indonesia setelah mati suri, tetap saja produksi film ketika itu masih tergolong sedikit. Dari tahun 2000-an hingga 2004 hanya tercatat 36 judul. Namun 2005 tercatat 29 judul pertahunnya. Dan tahun 2008 terdapat 80 judul film per tahunnya.

Periode tahun 1960 sampai 1980, nyaris semua stasiun televisi di dunia (termasuk TVRI yang mulai beroperasi tahun 1962) menggunakan kamera 16 mm untuk merekam program acaranya. Kala itu, video sudah lazim digunakan untuk keperluan produksi dan editing materi tayangan televisi.

Seperti juga film, video punya berbagai jenis untuk berbagai keperluan yaitu Matic, Betacam SP, Digital Betacam, Betamax, VHS, S-VHS, Mini DV, DV, DVCAM, DVCPRO. U Matic merupakan jenis video profesional untuk keperluan televisi sampai era 1980-an.

Menjamurnya jenis Betacam SP juga didukung oleh perkembangan alat editing yang memakai teknologi digital. Digital Betacam muncul menyempurnakan format Betacam SP dengan teknologi digital, umumnya digunakan untuk keperluan iklan televisi.

Sementara, untuk keperluan pribadi format video kerap dipakai menggunakan alat yang populer dikenal sebagai handycam. Betamax dan VHS adalah jenis awal dari sejarah perkembangan tontonan video di rumah (home video).

Sejalan dengan perkembangan zaman, Betamax tidak lagi diproduksi, sehingga VHS menjadi satu-satunya jenis video untuk keperluan home video. Kemudian muncul S-VHS sebagai penyempurna VHS. Kualitas S-VHS lebih baik dibandingkan dengan VHS.

Seiring dengan perjalanan waktu, kemudahan pengoperasian kamera menjadi salah satu faktor penting dalam memilih format video, khususnya untuk pasar kaum nonprofesional alias awam. Semenjak tahun 1995, pasar dunia mulai dibanjiri dengan teknologi DV (digital video).

Perkembangan mutakhir dari teknologi video adalah HDTV (high definition television). Format ini masih sangat jarang dipakai di dunia. Format ini adalah upaya kelompok video untuk mensejajarkan diri dengan kualitas gambar yang menjadi keunggulan film.

 

Penulis:

  1. Al Alimu Nur Rohman
  2. Adinda Mufida
  3. Gisella Oktaviani Salsabila Tuni
  4. Lukman Hakim Anwar

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI