Bantul – Kabupaten Bantul melalui DPRD bersama Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pendidikan Karakter. Proses ini menjadi contoh menarik dalam pengelolaan pengetahuan organisasi, terutama dalam mengubah pengetahuan tacit seperti nilai, ide dan pengalaman menjadi pengetahuan eksplisit yang terdokumentasi dalam sistem.
Nilai welas asih yang dijadikan sebagai inti pendidikan karakter awalnya merupakan bentuk pengetahuan tacit. Nilai ini hidup dalam pengalaman guru, ingatan individu dan tradisi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan integrasi antara nilai tradisional dan nilai nasional.
“Nilai yang dimaksud adalah core values atau korbilis, seperti konsep memayu hayuning bawono, yang kemudian dikaitkan dengan nilai inti tersebut. Budaya tindakan yang dibiasakan setiap hari kepada siswa-siswi, seperti ngapurancang, juga menjadi perwujudan dari nilai welas asih yang khas di Kabupaten Bantul,” ujar Nugroho, perwakilan dari Disdikpora Kabupaten Bantul.
Proses ini melibatkan berbagai pihak mulai dari DPRD, Disdikpora, bagian hukum, hingga unsur masyarakat. Melalui serangkaian pertemuan dan pembahasan, nilai-nilai tersebut diubah menjadi pasal-pasal dalam Raperda.
Baca Juga: Apakah Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Sudah Sejalan dengan Konstitusi?
Inilah bentuk nyata konversi pengetahuan tacit menjadi eksplisit, di mana pengetahuan yang semula hanya ada dalam kepala individu kini telah menjadi dokumen resmi yang dapat digunakan secara berkelanjutan bahkan saat terjadi pergantian pejabat.
Jika diterapkan dalam dunia perusahaan, hal ini serupa dengan praktik knowledge management yaitu menyimpan pengalaman kerja dan budaya organisasi ke dalam sistem agar tidak hilang saat karyawan keluar atau berganti.
Pasal-pasal seperti Pasal 7 Ayat 3 dan Pasal 19 tidak hanya menjelaskan nilai yang diusung, tetapi juga menetapkan siapa yang bertanggung jawab menjalankannya, bagaimana mekanismenya, serta indikator keberhasilannya. Ini seperti perusahaan yang membuat SOP, panduan kerja dan database internal agar pengetahuan tidak hanya bergantung pada orang tertentu.
Baca Juga: Membangun Demokrasi Lokal: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perda
Titik, perwakilan lain dari Disdikpora menambahkan bahwa pendidikan karakter tidak bisa hanya dibebankan pada sekolah. “Keluarga dan masyarakat juga sangat berperan, dan peran mereka dapat termemori,” katanya.
Dengan pendekatan ini Kabupaten Bantul membangun fondasi sistem pengetahuan publik. Pengetahuan personal dikumpulkan, ditulis dan disusun menjadi kebijakan formal. Dalam konteks manajemen organisasi, hal ini merupakan bentuk penyimpanan pengetahuan ke dalam sistem agar tetap hidup dan berkelanjutan meskipun orang-orang yang terlibat telah berganti.
Penulis:
1. Arif Syarifudin
2. Fransisca Aninda Laizwari
3. Aisha Putri Pambajeng
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News