Menyoal Pengklaiman Tanah Desa Nangalili oleh Desa Sarunumbeng

Penyelasaian Persoalan Batas Wilayah Menemui Jalan Buntu

Beberapahari terakhir ini konflik yang terjadi antara dua desa yang terdapat di daerah manggarai barat yaitu desa nangalili dan desa sarunumbeng mulai memanas, konflik ini bermula dari adanya pengklaiman dan aktifitas  yang terjadi di atas sebidang tanah yang terdapt di wilayah teritorial desa nangalili. Yang diketahui bahwa sekelompok masyarakat Desa Sarunumbeng yang melakukan aktifitas ditas tanah tersebut mengatasnamakan sebagai Masyarakat Adat Gendang Kaca. Pengklaiman yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sarunumbeng ialah bahwa tanah tersebut merupakan tanah hak ulayat gendang kaca Desa Sarunumbeng. 

Konflik pengklaiman sebidang tanah yang kemudian oleh warga desa surunumbeng menyebutnya sebagai tanah ulayat, sebeleumnya pernah terjadi pada tahun 2012, dengan persoalan yang sama, dimana pda saat itu Pemerintah Desa Nangalili mengirimkan surat pengaduan kepada Kecamatan Lembor (saat ini lembor selatan) agar supaya kegiatan masyarakat tersebut tidak dilanjuti dan diselesaikan oleh Kecamatan Lembor (saat ini lembor selatan).

Bacaan Lainnya

menanggapi surat pengaduan dari Kepala Desa Nangalili tersebut Camat Lembor (saat ini lembor selatan) melakukan mediasi antara Desa Nangalili dengan Desa Sarunumbeng serta dihadiri oleh semua tokoh adat dan tokoh masyarakat. Dalam proses mediasi yang dialukan di Kecamatan Lembor tersebut tidak mencapai kata sepakat antara kedua desa yang pada pokoknya saling mempertahankan argumentasi masing-masing. Sehingga proses mediasi tersebut tidak menemukan kata sepakat dan permasalahan tersebut dilimpahkan kepada Bupati Manggarai Barat.

Akan tetapi setelah proses mediasi di limpahkan ke Bupati Manggarai barat ternyata juga menemui jalan buntu dalam proses penyelesaiannya. Sehingga proses pengklaiman wilayah adat sampai saat ini masih mengisahkan banyak persoalan dan tidak diselesaikan.

Akibat dari proses mediasi oleh Bupati Manggarai yang gagal tersebut, pada tahun 2019 bulan Desember masyarakat Desa Sarunumbeng kembali melakukan aktivitas di lokasi yang sama di wilayah Desa Nangali. Aktivitas tersebut berdasarkan informasi adalah aktivitas lanjutan yang sebelumnya sempat terhenti pada tahun 2012.

menanggapi hal tersebut Pemerintah Desa Nangalili melakukan koordinasi dengan Kecamatan Lembor Selatan dan Kepala Desa Sarunumbeng berkaitan dengan kegiatan masyarakat Desa Sarunumbeng tersebut. Namun dalam proses negosiasi dan koordinasi menemui jalan buntu oleh karena pada prinsipnya masyarakat Desa Sarunumbeng yang mengatasnamakan Gendang Kaca tetap bersikukuh mempertahankan wilayah adatnya lingko Gendang Kaca.

Tanah Milik Siapa?

Bila menoleh kebelakang ternyata terdapat sejarah panjang soal keberadaan tanah yang berada di wilayah desa nangalili tersebut, diman pada tahun 1992 keluar sebuah keputusan

Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Manggarai Nomor 1/HK/94/Tahun 1993 tentang Pengesahan Keputusan Bersama Antar Desa Nangalili dan Desa Tangge, Desa Nangabere, Desa Munting, dan Desa Sarunumbeng Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai Masing-Masing Nomor 5 Tahun 1992 Nomor 4 Tahun 1992 Nomor 5 Tahun 1992 Nomor 4 Tahun 1992 Nomor 6 tahun 1992 tentang Persahatian Penyelesaian dan Penetapan Batas Wilayah Desa, yang diamana dalam surat keputusan bupati pda substansiny menegaskan dan membenarkan bahwa tanah yang di kalim secara sepihak oleh warga desa sarunumbeng tersebut merupakan tanah yang termasuk wilyah teritorial desa nanglili.

Keputusan bupati tersebut diatas dilandasi oleh Keputusan Bersama Desa Nangalili Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai dan Desa Tangge Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai, Desa Nangabere Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai, Desa Munting Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai, Desa Surunumbeng Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai Propinsi Daerah Tingkat II Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 1992 Nomor 4 Tahun 1992 Nomor 5 Tahun 1992 Nomor 4 Tahun 1992 Nomor 6 tahun 1992 tentang Persahatian Penyelesaian dan Penetapan Batas Wilayah Desa Nangalili dan Desa Tangge, Desa Nangabere, Desa Munting, Desa Surunumbeng Kecatan Lembor;

Kemudin Lahirnya Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Manggarai Nomor 1/HK/94/Tahun 1993 tentang Pengesahan Keputusan Bersama Antar Desa Nangalili dan Desa Tangge, Desa Nangabere, Desa Munting, dan Desa Surunumbeng Kecamatan Lembor Kabupaten Daerah Tingkat II Manggarai juga berdasarkan pada pertimbangn administratif kewilayahan yakni untuk kelancaran penyelenggaraan tugas – tugas Pemerintahan, Pembangunan dan Pembinaan Kemasyarakatan di Desa Nangalili, oleh karenanya mutlak diperlukan adanya batas Wilayah Desa secara Teritorial yang memiliki Kepastian Hukum.

Pada konteks itu, Pemerintahan Desa dan Seluruh Tokoh/Pemuka Masyarakat dan Tua – Tua Adat Desa Nangalili telah mengadakan musyawarah dan kesepakatan dengan Pemerintah Desa Seluruh Tokoh/Pemuka masyarakat dan Tua – Tua adat Desa berbatasan yaitu Desa Tangge, Desa Nangabere, Desa Munting dan Desa Sarunumbeng. Dalam musyawarah yang dilakukan oleh desa-desa yang memiliki kepentingan untuk menyelesaikan persolan batas wilayah antara desa nangalili dengan desa sarunumbeng, maka lahirlah sebuah keputusan bersama dikenal dengan nama keputusan persahatian Penyelesaian dan Penetapan Batas Wilayah Desa Nangalili, Desa Tangge, Desa Nangabere, Desa Munting dan Desa Sarunumbeng yang pada poknya adalah mengakui bahwa tanah yang diperselisihkan sat ini adlh tanah yang dikuasai secara hkum oleh pemerintah desa nangalili.

Selain itu, dalam musyawarah yang dihadiri unsur pemerintah, tokoh masyarakat dan unsur adat dalam hal ini Tua – Tua Adat termasuk Gandang masing-masing yang berada di wilayah kecamatan Lembor (saat ini lembir selatan). Bukan hanya membicarakan soal batas wilayah akan tetapi ada hal yang penting juga menjadi unsur pembicaraan dlam musywarah tersebut yakni tentang hak tanah ulayat. Dan pada saat yang bersemaan dengan itu, telah disepakati bahwa tanah yang menjadi obyek sengekta sekarang merupakan tanah miliki desa nangalili dengan status tanah ulayat. Itu artinya secara hukum tanah tersebut menjadi hak sepenunhya diatas pengawasan pemerintah desa nangalili.

Jadi, pengklaiman yang dilakukan oleh sekelompok warga desa Sarunumbeng yang mengakui bahwa tanah tersebut masuk dalam hak ulayat Gendang Kaca merupakan pengklaiman yang tidak berdasarkan hukum adat dan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Dan dasar – dasar yang menjadi alasan pengklaiman tersebut merupakan pengklaiman yang mengada – ngada oleh karena masing – masing ulayat desa atau Gendang masing Desa telah menyepakati batas Desa Nangalili sekaligus Batas ulayat Desa Nangalili. Oleh karenanya pengklaiman tersebut merupakan bentuk dari perbuatan melalawan hukum yang dapat dituntut baik secara pidana maupun perdata. Oleh karena lokasi yang saat ini dikalaim telah mempunyai kepemilikan yang sah.

Efektifitas peran Bupati Manggarai barat

pada dasarnya konflik ini tidak boleh di biarkan berlaurt-larut karena akan menjadi bom waktu, yang sewaktu-waktu akan menjadi konflik yang besar dan ini tentu tidak baik bagi keberlngsungan kehidupan kedua warga desa yang berkonflik, untuk itu perlu ada mediator yang bisa menengahi persoalan ini untuk  menemukan solusi yang terbaik bagi kedua desa. dan pemerintah daerah manggarai barat dalam hal ini adalah Bupati merupakan modiator yang memiliki tanggungjawab besar dalam menyelesiakn konflik yang tidak berkesudahan ini. bagaimanpun Bupati harus mampu menyelesaikan konflik ini dengan cepat agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dan sebagai negara hukum tentu ada prosedural hukum yang bisa diambil oleh Bupati Manggarai barat untuk menyudahi konflik ini dan tentunya hasil dari penyelesain tersebut harus  memberikan rasa keadilan bagi kedua desa yakni desa nangalili dan desa sarunumbeng.

Selain menuntut Bupati agar menyelesaikan persoalan diatas, kepedulian masyarakat dari kedua desa juga diperlukan untuk menciptakan situasi diantara kedua desa agar tetap kondusif dan aman. Menginat hal itu, salah satu langkah positif yang dilakukan oleh bagian unsur dari warga desa nangalili adalah mahasiswa nanglili yng ada di kota Yogyakarta. Dimana mahasiswa nanglili yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Nangalili Yogyakarta (FOKMANI) merespon persoalan tersebut dengan melakukan konsolidasi dan melakukan kajian dan anlisis.

Dari konsolidasi tersebut menghasilkan beberapa poin tuntutan yang harusu dilaksanakan oleh segenap wrg desa dari kedua desa dan seganap pemerintah daerah manggarai barat. Adapun poin tuntutan itu antara lain:

  1. Diharapkan kepada keluarga besar nangalili yang mempunyai media sosial (Facebook, WA dan yang lain-lain) agar tidak mengupload hal-hal yang menimbulkan provokasi.
  2. Memperjuang dan mempertahankan teritorial wilayah dan HAK Ulayat  Desa Nangalili.
  3. Menyampaikan kepada pemerintah desa dan warga nangalili agar tetap menjaga kondusifitas  wilayahnya.
  4. Memberitahukan kepada pemerintah daerah agar mengambil sikap yng lebih tegas. Khususnya kepda pihak Sarunumbeng agar berhenti melakukan aktivitas di tas tanah sengketa.
  5. Memberitahukan kepada pemerintah kecematan lembor selatan agar lebih netral dalam persoalan ini.
  6. Mengharapkan mediasi tanggal 20 Januari dpat menemukan solusi yang baik .
  7. Tetap menghormati Hukum sebagai panglima tertinggi.

Syahir Abdullahmutholib, S.H
Pemuda Desa Nangalili/Pengacara

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI