Di era disrupsi digital yang serba cepat ini, nilai-nilai kebangsaan sering kali diuji.
Arus informasi yang tak terbendung membawa serta tantangan seperti hoaks, ujaran kebencian, hingga polarisasi di masyarakat.
Dalam konteks ini, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) kerap disebut sebagai garda terdepan dalam membentuk karakter moral dan menjaga jati diri bangsa.
Namun, benarkah Civic Education yang diajarkan di bangku sekolah sudah cukup untuk merajut kebangsaan yang kokoh di tengah gempuran zaman?
Civic Education memang memiliki peran fundamental. Sejak usia dini, Civic Education mengenalkan siswa pada Pancasila sebagai dasar negara, mengajarkan pentingnya toleransi, persatuan, dan demokrasi.
Lebih dari sekadar hafalan, Civic Education seharusnya menjadi fondasi bagi siswa untuk memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Namun, dalam praktiknya, sering kali Civic Education hanya terbatas pada penyampaian materi teoritis, tanpa eksplorasi mendalam yang relevan dengan kehidupan nyata siswa di era digital.
Tantangan Civic Education dalam Membentuk Karakter Kebangsaan di Era Digital
Untuk menjawab pertanyaan apakah Civic Education sudah cukup, kita perlu melihat tantangan yang ada:
Pembelajaran yang Kadang Terbatas pada Teori
Sering kali, Civic Education disampaikan dengan metode ceramah, fokus pada menghafal pasal-pasal atau butir-butir Pancasila.
Padahal, penanaman nilai memerlukan pengalaman dan diskusi yang mendalam, bukan sekadar transfer informasi.
Siswa mungkin tahu tentang persatuan, tapi apakah mereka benar-benar menginternalisasi nilai tersebut dalam interaksi sehari-hari, terutama di ranah daring?
Kesenjangan antara Kurikulum dan Realitas Digital
Kurikulum Civic Education mungkin belum sepenuhnya mengakomodasi dinamika dan kompleksitas tantangan di dunia digital.
Isu-isu seperti etika bermedia sosial, literasi digital, verifikasi informasi, dan menghadapi disinformasi perlu diintegrasikan secara lebih kuat dan relevan.
Tanpa pemahaman ini, siswa rentan menjadi korban atau bahkan pelaku penyebaran konten negatif.
Peran Lingkungan di Luar Sekolah
Pendidikan kebangsaan tidak hanya tanggung jawab sekolah. Lingkungan keluarga, masyarakat, dan media massa turut membentuk pandangan dan sikap siswa.
Jika nilai-nilai yang diajarkan di sekolah tidak didukung oleh lingkungan di luar, dampaknya akan kurang optimal.
Memperkuat Civic Education: Lebih dari Sekadar Bangku Sekolah
Maka, apakah Civic Education sudah cukup? Jawabannya adalah, Civic Education sangat penting, tetapi perlu diperkuat dan didukung oleh berbagai elemen.
Untuk benar-benar merajut kebangsaan yang kokoh, kita perlu:
Metode Pembelajaran Inovatif
Civic Education harus diajarkan secara partisipatif dan interaktif.
Diskusi kasus nyata, simulasi, proyek kolaboratif yang melibatkan isu-isu kebangsaan dan digital, serta penggunaan teknologi sebagai alat pembelajaran, dapat membuat Civic Education lebih menarik dan relevan.
Misalnya, mengajak siswa menganalisis kasus hoaks, melakukan kampanye positif di media sosial, atau berdiskusi tentang bagaimana Pancasila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di era digital.
Integrasi Literasi Digital
Literasi digital bukan sekadar kemampuan menggunakan teknologi, melainkan juga kemampuan untuk berpikir kritis dan bertanggung jawab di dunia maya.
Civic Education harus secara eksplisit mengintegrasikan materi tentang keselamatan digital, privasi daring, mengenali bias informasi, dan membangun jejak digital yang positif.
Kolaborasi Multistakeholder
Peran orang tua, komunitas, dan pemerintah sangat penting. Keluarga perlu menjadi teladan dalam menerapkan nilai-nilai kebangsaan dan mendampingi anak dalam berinteraksi dengan teknologi.
Komunitas dapat menciptakan ruang-ruang diskusi dan kegiatan positif yang menumbuhkan rasa kebangsaan.
Pemerintah perlu mendukung dengan kebijakan yang relevan dan penyediaan infrastruktur yang memadai.
Peran Guru sebagai Teladan dan Fasilitator
Guru pendidikan kewarganegaraan bukan hanya pengajar, tetapi juga fasilitator dan teladan.
Mereka perlu dibekali dengan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu kontemporer dan kemampuan untuk membimbing siswa berpikir kritis serta membentuk karakter moral di tengah kompleksitas era digital.
Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah fondasi penting dalam merajut kebangsaan.
Namun, di tengah gempuran teknologi digital dan tantangan modern, Civic Education tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa hanya mengandalkan metode lama.
Diperlukan upaya kolektif dari sekolah, keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk menjadikan Civic Education lebih hidup, relevan, dan berdampak.
Dengan inovasi dalam metode pembelajaran, integrasi literasi digital, serta kolaborasi antara berbagai pihak, Civic Education dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter moral yang kuat, berpikir kritis, bertanggung jawab di ranah digital, dan senantiasa menjaga keharmonisan serta jati diri bangsa.
Merajut kebangsaan dari bangku sekolah adalah mungkin, asalkan kita bersedia beradaptasi dan berinovasi.
Penulis:
1. Tsazqiyra Firra Diza
2. Nafisa Nathania Rema Putri
Mahasiswa Prodi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dosen Pengampu: Drs. Priyono
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News