Meresap Makna Ketasawufan dalam Moh Limo, Filosofi Hidup Peninggalan Sunan Ampel

Sunan Ampel
Ilustrasi Sunan Ampel (Sumber: Media Sosial)

Sunan Ampel merupakan tokoh sufi yang menerapkan praktek riyadhah yang ketat serta hidup yang penuh kezuhudan. Amaliah rohani yang beliau lakukan digambarkan dalam Babad Tanah Jawi sebagai berikut:

“Ora dhahar, ora guling. Anyegah hawa. Ora sare ing wengi. Ngibadah maring pangeran. Fardhu sunat tan katingal. Sarwa nyegah haram makruh. Tawajuhe muji ing Allah”

Tidak makan, tidak tidur. Mencegah hawa nafsu. Tidak tidur malam untuk beribadah pada Tuhan. Fardhu dan sunnah tidak ketinggalan. Serta mencegah yang haram maupun makruh. Tawajjuj memuji Allah

Bacaan Lainnya
DONASI

Selama berdakwah, 3 prinsip yang beliau pegang dalam penyampaian ilmu adalah bi nashrih, tubadil, dan daim yang secara umum bermakna konsisten dalam berbuat baik (menolong sesama), melihat Allah dimanapun mata memandang, dan teguh pada pendirian terutama agama.

Kunci untuk memahami apalagi melaksanakan 3 prinsip ini adalah melalui mata hati atau batin (bi ru’yat al-Fu’ad). Agar diri menjadi semakin peka atas petunjuk Tuhan juga sebagai bentuk mencari ridho dan agar selalu dbawah bimbingan-Nya, hati seseorang harus senantiasa dibersihkan dari maksiat serta menjauhi perbuatan dosa.

Inti ajaran beliau terdiri dari kalimat  fa ainama tuwallu fatsamma wajhullah. Kabiran wa alhamdulillah katsiran, fasubhanallah bukratan wa ashilla , inni wajjahtu wajhiya (kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Allah).

Pada murid-muridnya, Sunan Ampel mengajarkan kitab yang berhubungan dengan ilmu syari’at, tarekat, dan hakikat secara lafal maupun makna. Untuk masyarakat umum, Sunan Ampel mengajarkan prinsip filosofis hidup yaitu Moh Limo sebagai harapan, panduan sekaligus bentuk perbaikan moral masyarakat yang mengalami degradasi untuk menghindari maksiat.

Baca juga: Integrasi Tasawuf dan Psikoterapi: Memadukan Spiritualitas dan Kesehatan Mental

Frasa ini diambil dari kosa kata jawa yaitu Moh yang berarti tidak mau dan Limo yang berarti lima perkara.

1. Moh Main

Prinsip hidup untuk menghindari perjudian baik itu dalam bentuk taruhan, sabung ayam dan adu kartu lain sebagainya. Telah dijelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 90 mengenai bahayanya judi apalagi melibatkan pertaruhan uang serta harta benda lainnya karena akan menyebabkan permusuhan antar manusia juga membuat seseorang hilang akal dengan menghalalkan segala cara agar dapat berjudi dengan lancar.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung

2. Moh Ngombe

Secara khusus menghindari segala macam minuman memabukkan seperti khamr atau arak karena dapat menumpulkan akal (kondisi mabuk jadi tidak sadar) dan ditakutkan akan berlanjut pada perbuatan maksiat. Salah satu contoh yang tertulis dalam QS. Al-Maidah ayat 91, berbarengan dengan larangan judi, dapat membuat seseorang lupa pada Allah SWT apalagi melaksanakan kewajiban beribadah.

مَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”

3. Moh Maling

Menjadi pengingat agar seseorang tidak dengan mudahnya mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan haknya. Selain merugikan orang terebut, ganjaran yang berat akan menanti bagi orang yang mencuri demi memenuhi nafsunya.

Maka dari itu penting sejakali bagi seseorang agar berlatih menahan dan tidak menuruti hawa nafsu, membersihkan hati dan pikiran agar tidak mudah tergoda serta dapat berfikir rasional. Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَنْ أَخَذَمِنَ الْاَ ْرِض شِبْرًابِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اِلَى سَبْعِ أَرْضِيْنَ

Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari).

4. Moh madat

Berbeda dengan poin kedua yang mengkhususkan himbauan untuk menghindari minuman memabukkan, moh madat lebih ke menghindari segala sesuatu yang menyebabkan mabuk dan candu seperti narkoba kalau dizaman sekarang atau obat-obatan terlarang.

Barang yang menyebabkan candu dapat berbahaya bagi akal pikiran (bersifat merusak), hati, jiwa, memori ingatan, bahkan kesehatan mental seseorang apabila salah penggunaan.

5. Moh Madon

Terakhir adalah tidak bermain dengan Wanita. Dalam konteks umum adalah melakukan hubungan diluar syariat dengan lawan jenis yang bukan mahram seperti percumbuan, pergaulan bebas, atau zina karena dapat menyebabkan hancurnya nama baik seseorang, menyebabkan fitnah, sanksi sosial seperti pengucilan, serta terjerumus pada hal yang dimurkai Allah. Sejalan dengan firman Allah dalam QS al-isra’ ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلً

Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”

Perlahan, masyarakat yang sadar akan dampak buruk dari gaya hidup mereka, mulai mengamalkan prinsip hidup ini, menuai pujian dari Prabu Brawijaya, raja Majapahit kala itu,  yang beranggapan bahwa Islam adalah ajaran yang terpuji dan mulia.

Banyak yang mulai berguru kepada Sunan Ampel untuk memelajari ilmu jiwa atau tasawuf serta ilmu agama Islam lainnya demi mendapat ketenangan hati. Sebagai salah satu peninggalan Sunan Ampel, ajaran ini tetap lestari hingga sekarang, digunakan sebagai panduan hidup dasar sekaligus pengingat untuk menghindari maksiat apabila seseorang ingin menapaki jalan yang dipenuhi ridho dan rahmat Allah.

 

Penulis: Rana Shaliha
Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi, Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI