Di Indonesia belakangan ini banyak terjadi fenomena belanja BNPL alias Buy Now, Paylater yang semakin marak terjadi terutama di kalangan remaja. Seiring dengan meratanya penggunaan smartphone dan akses internet di seluruh wilayah di Indonesia, muncul lah fenomena pembayaran digital seperti e-wallet dan Paylater.
Fenomena yang terjadi di Indonesia terakhir ini diperkirakan akan terus berkembang dalam tren digitalisasi keuangan. Namun sangat mudah untuk melakukan pembelian menggunakan metode pembayaran tersebut yang mengakibatkan remaja sekarang sangat rentan jika digunakan sembarangan dan terjadi pembelian implusif.
Menurut laporan dari Otoritas Jasa Keuangan, sebagian besar pengguna paylater adalah remaja dengan usia antara 18 sampai 35 tahun. Dua gangguan psikologis yang dikenal dengan sebutan FOMO, fear of missing out/takut kehilangan sesuatu dan YOLO, you only live once/hanya hidup sekali sering menjadi faktor yang membuat orang-orang terpaksa menggunakan layanan ini.
Karena dengan menggunakan Paylater, konsumen dapat mengelola arus kas pribadinya lebih efisien dan mengalokasikan sisa dana mereka untuk kebutuhan tambahan sambil sekaligus memenuhi keinginan untuk berbelanja. Namun, banyak pengguna tidak menyadari bahwa penggunaan Paylater yang tidak terkendali bisa menimbulkan utang yang membahayakan stabilitas finansial mereka.
Data Penggunaan Paylater di Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan paylater sebagian besar uang digunakan untuk kebutuhan gaya hidup. Penggunaan berdasarkan kategori adalah sebagai berikut:
- Fashion: 66,4%
- Perlengkapan rumah tangga: 52,2%
- Elektronik: 41%
- Laptop/ponsel: 34,5%
- Perawatan tubuh: 32,9%.
Ini menunjukkan bahwa banyak anak muda lebih suka menghabiskan uang untuk hal-hal konsumtif daripada menabung atau berinvestasi.
FOMO tidak hanya mendorong orang untuk membeli gadget dan fashion terbaru, tetapi juga untuk menikmati pengalaman seperti liburan dan konser, juga yang sedang ramai saat ini adalah boneka labubu.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, menyatakan bahwa keinginan untuk selalu terhubung dengan lingkungan sosial dan terlihat “up-to-date” memicu perilaku belanja yang dapat mengarah pada Doom Spending, di mana generasi muda membelanjakan uang seolah-olah tidak ada hari esok yang dimana perilaku ini dapat berbahaya terutama bagi orang yang belum memiliki penghasilan tetap.
Hal ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam siklus hutang yang sulit untuk dilepaskan. Para ahli menyebut tindakan ini mirip dengan YOLO (You Only Live Once), di mana orang membuat keputusan keuangan tanpa mempertimbangkan akibatnya.
Baca juga:Dampak Paylater terhadap Kemandirian Ekonomi Gen Z
FOMO membuat orang tertekan untuk mengikuti tren atau gaya hidup yang sedang populer. Anak muda seringkali berbelanja barang-barang yang mungkin tidak mereka butuhkan karena khawatir jika mereka tidak mengikuti perkembangan terbaru.
YOLO, di sisi lain, mendorong orang untuk menghabiskan uang tanpa berpikir panjang, dengan anggapan bahwa mereka hanya hidup sekali dan harus menikmati hidup sebanyak mungkin.
Meskipun layanan paylater mudah digunakan, penggunaan yang salah dapat menyebabkan masalah keuangan yang serius. Karena mereka membeli barang yang tidak produktif dan tidak mampu membayar tagihan tepat waktu, banyak remaja terjebak dalam utang. Hal ini diperparah oleh fakta bahwa mendapatkan pinjaman melalui internet semakin mudah.
Strategi atau solusi mengurangi pemborosan yang disebabkan oleh perilaku FOMO dan YOLO saat menggunakan paylater, berikut beberapa langkah yang bisa diambil:
- Buat Anggaran Bulanan: Tentukan pendapatan dan alokasikan dana untuk kebutuhan pokok serta tabungan.
- Tetapkan Batas Pengeluaran: Sebelum berbelanja, pikirkan apakah barang tersebut benar-benar diperlukan.
- Hindari Pembelian Impulsif: Beri diri waktu untuk mempertimbangkan pembelian.
- Gunakan Paylater dengan Bijak: Pastikan mampu membayar tagihan sebelum menggunakan layanan ini.
- Mengevaluasi Kebutuhan vs Keinginan: Sebelum memutuskan untuk membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau hanya sekadar keinginan yang dipicu oleh FOMO.
Simpulan
Paylater memang memberikan kemudahan dalam berbelanja, tetapi jika menggunakannya dengan tidak bijak dapat membawa kita dalam perilaku konsumtif yang berbahaya.
FOMO, yang dipicu oleh iklan dan tren di media sosial, semakin memperburuk kecenderungan ini. Kesadaran akan dampak finansialnya dan pengelolaan yang hati-hati memungkinkan kita bisa menghindari jebakan belanja berlebihan dan menjaga keuangan tetap sehat.
Penulis: Refika Aziza Aglonema H.
Mahasiswa Perbankan dan Keuangan, Universitas Airlangga
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News