Tulisan kuno yang telah berusia 127 tahun ini berjudul “Risalah Hadits Keluarga”. Tulisan kuno ini merupakan salah satu dari ratusan koleksi digital Universitas Leiden, Belanda.
Ironisnya, tulisan ini bukanlah tulisan tangan seorang ahli atau masyarakat Belanda, melainkan sebuah tulisan tangan seorang mufti yang berasal dari Batavia, Indonesia.
Dilihat berdasarkan kondisi fisik, kondisi naskah sangat baik menginggat umur naskah yang telah berumur lebih dari 100 tahun bila ditinjau dari cetakan pertama.
Bentuk visual naskah yang telah melalui tahap digitalisasi ini disajikan dengan kualitas yang baik pula, karena naskah dapat terbaca dengan baik.
Naskah ini disajikan dalam bentuk jilid lengkap dengan sampul (cover) dengan bahan kartun tebal berwarna biru dongker. Alas atau bahan manuskrip merupakan sebuah kertas. Namun, kertas naskah telah mengalami perubahan kondisi yang terlihat dengan perubahan warna kertas yang telah menguning.
Pada kertas yang terletak di halaman 9-10 dan 25-26, terlihat marka alat perekat sejenis selotip atau jilid. Kemudian, pada kertas halaman 27-28 dan 29-30 terlihat bercak noda yang diakibatkan oleh noda air atau jamur.
Dampak dari digitalisasi naskah ini, bahwa penulis tidak dapat mengidentifikasi secara akurat terkait keberadaan cap kertas (watermark) dan cap bandingan (countermark) dalam naskah, begitu pula tidak adanya informasi terkait hal ini dalam laman resmi Universitas Leiden.
Naskah ini mengandung iluminasi yang berupa bentuk geometris berbentuk kotak yang menghiasi sisi kanan kiri; atas dan bawah teks.
Sehingga, ilusi yang diciptakan bahwa tulisan naskah terletak di dalam kotak tersebut dan meningkatkan nilai estetika dan kerapihan wacana (teks) naskah.
Begitu pula pada halaman awal yang mencakup bagian prolog naskah, terdapat ilusi kotak yang lebih kecil sebagai penanda terkait sub-judul atau sub-bab yang akan dikaji secara terperinci oleh teks atau wacana itu sendiri. Namun, tidak ditemukan ilustrasi didalamnya.
Ukuran dari naskah ini ialah 18 cm, 8 inci. Halaman dalam naskah ini berjumlah 36 halaman. Jumlah halaman naskah yang memiliki konten teks atau wacana berjumlah 18 halaman.
Adapun, jumlah halaman kosong ialah 14 halaman dengan rincian 7 halaman di bagian awal naskah dan 7 halaman di bagian belakang naskah. Kemudian, tidak ada halaman yang hilang dari naskah ini.
Kutipan Awal Teks
Ini risalah ada di dalamnja hadits keluarga dinukil dari kitab-kitab hadits yang mu’tamad yang tersebut nama-nama kitabnya di dalam ini risalah demikian adanya.
Dinukil oleh hamba yang dha’if Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya
Kutipan Akhir Teks
Inilah penghabisan risalah ini mudah-mudahan bahwa ia menjadi manfaat pada yang membaca dan yang mendengar dengan mendapat akan taufiq daripada Allah ta’ala bagi bermahabbah pada keluarga Rasulullah SAW, karena beliau mendapat akan delapan kebajikan yang tersebut itu jua adanya wal hamdu sarobil ‘alamin.
Tercetak pada hari Rabu berbetulan 20 Rabiul Akhir tahun 1914 Hijriyyah
Terulang cetak pada 10 bulan Rabiul Awwal tahun 1995 Hijriyyah
Konten Naskah
Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya adalah seorang mufti asal Betawi yang menulis risalah ini. Risalah Hadits Keluarga ini membahas tentang urgensitas mahabbah dan mawaddah kepada keluarga Rasulullah SAW (ahlul bayt), setelah cinta kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Kemudian, pembahasannya diperkuat dengan mengutip dalil Al-Qur’an dan kitab-kitab hadits yang mu’tamad (diakui).
Mahabbah adalah rasa cinta dan kasih yang dalam hal ini ditunjukkan kepada keluarga Rasulullah SAW. Rasa mahabbah ini wajib dilakukan oleh kaum Muslim. Hal ini wajib dilakukan karena Ahlul Bayt merupakan keturunan Rasulullah SAW.
Mencintai keluarga Rasulullah SAW (ahlul bayt) juga bermakna mencintai Rasulullah SAW. Dan, diharamkan bagi kaum Muslim untuk dengki dan benci kepada keluarga Rasulullah SAW. Membenci keluarganya sama dengan membenci Rasulullah SAW.
Seseorang yang menumbuhkan rasa mahabbah kepada keluarga Rasulullah SAW akan mendapatkan 8 balasan kebaikan atas perbuatan yang telah dilakukan, seperti:
- Disebut sebagai seorang hamba yang beriman, patuh, dan taat terhadap perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an
- Mendapat ridha dari Rasulullah SAW dan keluarganya
- Dianggap sebagai seseorang yang mengikuti ajaran para ulama-ulama besar
- Dijamin keberkahan dalam hidupnya, karena telah memegang teguh terhadap pedoman agama Islam yakni Al-Qur’an dan hadits
- Diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam melewati sirat pada hari kiamat kelak
- Dapat bertemu dengan Rasulullah SAW serta mendapat syafa’at dan balasan kebaikan darinya
- Dicintai oleh Rasulullah SAW dan dianggap sebagai umat yang beriman.
Berlawanan dengan itu, seseorang yang membenci atau menyakiti keluarga Rasulullah SAW akan mendapatkan 7 balasan atas perbuatan tercelanya, seperti:
- Dianggap sebagai seseorang yang tidak patuh dengan perintah Al-Qur’an dan Hadits
- Dianggap sebagai seseorang yang tidak mengikuti anjuran para ulama besar
- Allah SWT dan Rasulullah SAW akan murka kepadanya
- Perjalanannya di dunia akan sulit dan sesat karena tidak berpendoman kepada Al-Qur’an dan Hadits
- Disulitkan dalam melewati shirat di akhirat pada hari Kiamat nanti
- Tidak akan mendapatkan syafa’at dari Rasulullah SAW dan keluarganya
- Dianggap sebagai seorang yang munafik.
Analisis Penulis
Allah SWT berfirman dalam surah Asy-Syura : 23
ذٰلِكَ الَّذِيْ يُبَشِّرُ اللّٰهُ عِبَادَهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِۗ قُلْ لَّآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ اَجْرًا اِلَّا الْمَوَدَّةَ فِى الْقُرْبٰىۗ وَمَنْ يَّقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهٗ فِيْهَا حُسْنًا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ شَكُوْرٌ
Artinya : “Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan yang mengerjakan amal saleh. Katakanlah: ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan’. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan pada kebaikannya itu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”.
Nabi Muhammad SAW, bersabda:
أحبوا الله لما يغذوكم به من نعمه و أحبوني لحب الله و أحبوا أهل بيتي بحبي
Artinya : “Cintailah Allah karena kenikmatan yang Dia berikan kepada kalian, cintailah aku atas dasar cinta kepada Allah dan cintailah keluargaku atas dasar cinta kepadaku”.
Berdasarkan firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW di atas, perintah untuk mencintai keluarga Rasulullah (ahlul bayt) sangat dianjurkan bagi kaum Muslim setelah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Namun, mencintai dan memuji ahlul bayt tidak perlu berlebihan dan apabila ahlul bayt beserta keturunanya melakukan suatu perbuatan yang melanggar syariat Islam, maka kaum Muslim (yang mempunyai kapasitas keilmuwan dan kewenangan) pun wajib menegur serta memberikan nasihat kepadanya dengan tetap menghormati dan menggunakan adab menegur seseorang.
Hal ini sesuai dengan himbauan Sayyid Abdullah Al-Haddad untuk tetap menegur ahlul bayt beserta keturunannya apabila melanggar syariat Islam (Ishom, 2018).
Teguran ini berupa nasihat dan ajakan untuk kembali ke jalan Allah SWT sesuai dengan syariat Islam, berilmu, beramal saleh, serta berakhlak mulia sebagaimana contoh yang diberikan Rasulullah SAW.
Himbauan Sayyid Abdullah Al-Haddad ini merupakan tanggapan dari perbuatan sebagian kaum Muslim yang mempunyai persepsi untuk tidak menegur ahlul bayt beserta keturunanya yang melanggar syariat agama, karena mereka menggaggap para ahlul bayt beserta keturunannya ini akan tetap menapat syafaat dari Rasulullah SAW. Namun, persepsi ini dianggap ‘salah’ oleh Sayyid Abdullah Al-Hadda, hingga tersebarlah himbauan ini.
Sependapat dengan Sayyid Abdullah Al-Haddad, Habib Utsman bin Yahya juga menyatakan bahwa menegur ahlul bayt dan keturunannya yang melanggar syariat Islam merupakan bentuk mahabbah (cinta) kepada Rasulullah SAW dan sebagai bentuk penghormatan kepada ahlul bayt.
Beliau menyatakan bahwa apabila ahlul bayt dan keturunannya melanggar syariat Islam, maka kita tidak perlu mengikuti perbuatannya.
Namun, sebagai kaum Muslim kita harus menegurnya, agar ahlul bayt yang menyimpang ini dapat kembali ke jalan yang benar sebagaimana nenek moyang mereka yang selalu berilmu, beramal saleh, dan berakhlak mulia (Rifaldi, 2023).
Hal ini disampaikan Habib utsman dalam bukunya yang berjudul Mir’ah Al-Haq wa Al-Insaf fii Huquq Al-Sadah Al-Asyraf halaman 10, sebagai berikut:
من أفضل المودّة لأهل البيت الذي يفرح به النبي صلى الله غليه وسلم هو إرشادهم إلى فعل الطاعات وترك المعاصي كذا كره شيخنا الحبيب عبدالله بن عمر بن يحيى في رسالته تذكرة المؤمنين بحقوق ذرية سيد المرسلين
Artinya : “Di antara bentuk kecintaan kepada Ahlul Bait sebagaimana yang disenangi Nabi Muhammad Saw adalah membimbing mereka kepada jalan taat kepada Allah dan tinggalkan maksiat. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh guru kami Habib Abdullah bin Umar bin Yahya dalam karyanya Tazkirah al-Mukminin.”
Siapakah Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya?
Naskah ini ditulis oleh Habib Utsman bin Yahya. Namun, nama lengkapnya adalah Utsman bin Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya Al-‘alawi. Beliau lahir di daerah Pekojan, Jakarta Barat bertepatan pada tanggal 17 Rabiul Awwal 1238 Hijriyyah atau 1822 Masehi.
Ayahnya bernama Al-Habib Abdullah bin’Aqil bin Syech bin Abdurrahman bin ‘Aqil bin Ahmad bin Yahya. Ibunya bernama Asy-Syaikhah Aminah merupakan seorang putri dari ulama keturanan Mesir.
Kemudian, ia wafat pada tangal 21 bulan Safar 1331 Hijriyyah atau bertepatan dengan tanggal 19 Januari 1914 Masehi. Jenazahnya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet.
Namun, pada masa kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, makam beliau digusur dan dipindahkan oleh pihak keluarga ke Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Habib Utsman bin Yahya juga dikenal dengan Mufthi Islam yang berasal dari Betawi. Latar belakang keluarga Habib Utsman bin Yahya dianggap berperan penting dalam pembentukan daya intelektualnya.
Sedari kecil beliau diasuh oleh kakeknya yang bernama Syeikh Abdurrahman Al-Mishri yang merupakan seorang ulama keturunan mesir.
Dalam asuhan kaeknya, beliau mendapatkan pengajaran membaca Al-Qur’an, akhlaq, ilmu tauhid, fiqih, tasawuf, ilmu kebahasaan Arab (nahwu, sharaf), tafsir, hadits, ilmu falak, dan berbagai ilmu lainnya.
Kemudian, hal ini pula diperkuat setelah beliau remaja yang melakukan perjalanan ibadah haji. Selain beribadah, ia juga memperdalam keilmuwan agamanya dengan menimba ilmu kepada para ahli selama 7 tahun.
Pada tahun 1848 Masehi, beliau melanjutkan perjalanan menimba ilmunya ke Hadhramaut, dilanjutkan ke Mesir, Tunisia, Aljazair, Istanbul, Persia, dan Syria. Pada tahun 1862 masehi atau 1279 hijriyyah, beliau kembali ke Indonesia tepatnya kota Batavia hingga ajal menjemputnya.
Setelah pulang dari menimba ilmu inilah, beliau meneguhkan hati untuk berdakwah. Selain, berdakwah ia juga rutin menuliskan kitab-kitab pengajaran yang bertemakan pesan atau amanat dari Rasulullah SAW, keagamaan, dan lain sebagainya.
Adapun, kitab yang berhasil beliau tuliskan kurang lebih berjumlah 34 judul dengan berbagai tema. Namun, menurut riwayat, seluruh karangan beliau berjumlah 109 judul besar dan kecil tetapi mayoritas tertulis dalam bentuk risalah-risalah kecil (Admin, n.d.)
Penulis: Noni Kamila
Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Arab, Universitas Al-Azhar Indonesia
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi:
Admin. (n.d.). Biografi Habib Utsman bin Yahya. Fokusbatulicin.Net. https://fokusbatulicin.net/mengenal-habib-usman-bin-yahya-betawi/
Ishom, M. (2018). Keharusan Menghormati Ahlul Bayt dan Menasehati Jika Mereka Menyimpang. NU Online. https://islam.nu.or.id/syariah/keharusan-menghormati-ahlul-bait-dan-menasihati-jika-mereka-menyimpang-pFCse
Rifaldi, A. (2023). Kritik Sayyid Utsman tentang nasab dan padangannya tentang Ahlul Bayt. NU Online. https://www.nu.or.id/opini/kritik-sayyid-usman-soal-nasab-dan-pandangannya-tentang-ahlul-bait-SrN6N