Secara sadar atau tidak sadar. Musik sudah ikut membersamai kita bukan hanya pada era moderen yang saat ini. Namun, musik sudah ada mulai sejak zaman terdahulu yang menyesuaikan antara waktu dan tempat berkembangnya.
Musik pada zaman dahulu tidak hanya sebatas pada hiburan saja, namun juga disajikan dalam bentuk iringan ritual atau bahkan mantra-mantra yang dilagukan sebagai bentuk dari penyembahan-penyembahan kepada dewa dan kegiatan spiritual atau ritual-ritual sejarah lainnya sebagaiman diulas pada situs idikabbrebes.org.
Kini musik dapat dinikmati dari seluruh kalangan, miskin dan kaya, tua dan muda, hingga anak-anak pun juga menikmatinya. Jadi, musik adalah salah satu elemen yang bisa diakses dan mudah untuk melebur kedalam seluruh lapisan strata lini kehidupan. Musik turut mengiringi setiap kegiatan kita mulai dari suka hingga duka, dan tak jarang juga musik dapat menjadi penentu atau pendukung mood keadaan kita.
Hampir dalam setiap kegiatan kita musik akan terus diperdengarkan dan menemani, dalam perjalanan menaiki bus kota, dalam antrian mie pedas yang viral, dalam kafe-kafe hits bahkan angkringan pinggir jalan, dalam acara selametan atau syukuran di penjuru nusantara, dalam kotak pipih genggaman tangan, bahkan tidak bisa dibohongi bahwa sebenarnya terkadang dalam hati pun kita tanpa sadar sudah memutar musik yang terekam jelas dipikiran.
Baca juga: Pengaruh Pasang Surut Populasi Pecinta Musik Aliran Keras yang Termakan Zaman
Kini, seiring dengan pertumbuhannya, musik tidak hanya berpatok pada lirik-lirik sakti yang jelas makna atau dalam artiannya, namun musik juga berkembang pada kedalaman rasa hingga mengulik ke-kreativitasan dengan lebih dalam. Contohnya datang dari penyanyi indie Indonesia yang lagunya sempat viral berseliweran di jagat maya.
Mawang “kasih sayang kepada orang tua” jika dilihat dari lirik dan diperdengarkan secara sekilas maka kita hanya akan mendengar lirik absurd aneh dan terkesan bercanda, padahal dalam beberapa wawancaranya, Mawang menceritakan bahwa lagu yang berlirik “nu hana hinu hana hinu yeahhh” itu adalah lagu yang menceritakan kasih sayang terhadap orang tua yang karena besarnya rasa itu maka sampai terlihat tidak jelas dan semakin bias, hingga kita sendiri kesulitan untuk mengungkapkannya melalui kata-kata.
Unik bukan? Ini menunjukkan bahwa musik tidak hanya terpaku pada ke-estetikan dan keindahan melodi maupun lirik belaka, namun lebih dari pada itu. Musik juga merepresentasikan “rasa” yang terkandung didalam tubuhnya. Tapi kembali lagi pada aturan pertama, semua bergantung pada siapa penikmatnya, dan bisakah sang penikmat menangkap rasa yang ingin disampaikan sang pencipta, atau justru melahirkan representasi sendiri. Ingat! Dalam seni semua bebas berekspresi.
Baca juga: Praktik Terapi Tasawuf dalam Memelihara Kesehatan Mental Manusia
Selain untuk teman dalam keseharian, dan kesenangan penghiburan diri. Musik juga ternyata bisa turut serta mengaplikasikan dirinya pada badan tubuh kesehatan. Dalam dunia yang luas ini, kesehatan pastilah menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan, bahkan diharuskan masuk kedalam tiga peringkat teratas dalam piramida kehidupan bersanding dengan pendidikan dan kesejahteraan manusia.
Kesehatan pada diri manusia tidaklah kecil ukurannya hanya berputar pada kesehatan tubuh (fisik) namun juga menyebar pada kesehatan mental (jiwa) manusia. Menurut (Hoffman, 1997) dalam bidang kesehatan, musik akan dapat membantu kita mencapai titik relaksasi yang diinginkan, membantu mengurangi ketegangaan otot (rileks), meredakan insomnia, menormalkan denyut jantung, dan menurunkan tekanan darah.
Musik adalah paduan suara-suara yang berbentuk getaran dan gelombang yang mampu memberikan rangsangan pada organ tubuh, panca indra, bahkan merangsang emosi. Gelombang tadi inilah yang dipercaya mampu untuk merangsang peningkatan endorfin dalam tubuh yang mempengaruhi suasana hati, dan menurunkan rasa cemas.
Saat kita mendegarkan musik yang menyenangkan, endorfin dalam sistem kontrol desenden akan memberikan dampak berupa menurunnya stimulus yang sampai kepada otak, nah dari sinilah nantinya gelombang-gelombang yang diterima akan memberikan stimulasi berupa gelombang alfa. Gelombang alfa inilah yang diyakini dapat memberikan efek ketenangan, kenyamanan, dan rasa tentram (Yunitasari, 2008)
Terapi musik menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk membantu pemulihan kesehatan jiwa, terapi ini terbilang cukup efektif untuk meredakan kegelisahan, stres, hingga pada tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu depresi. Diantarannya musik yang dapat dipergunakan untuk terapi ini adalah musik bergenre dangdut, pop rock, klasik, jazz, hingga musik keroncong. Para peneliti membagi musik menjadi dua bagian. Yakni musik yang hanya berisikan instrumentalnya saja seperti biola, piano, gitar, suling, atau saxsophone. Dan musik yang didalamnya berisikan lirik-lirik dari kata lagu yang bisa didendangkan.
Selain dapat membantu penyembuhan dan pemulihan kesehatan mental, jika dilihat secara lebih luas lagi, musik juga dapat memberikan efek kesembuhan pada fisik (badan) kita. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dokter Michael Field bersama dengan beberapa Musisi melakukan sebuah penelitian yang menggunakan notasi musik untuk menangkap ritme khas anomali jantung.
Yang mana dalam penelitian ini menunjukkan bahwasannya musik dan hati dapat dikaitkan secara berharmoni karena kesadaran pemahaman yang sama dalam emosi dan otak manusia. Ahli jantung Peter Taggart dan Pier Lambiase juga telah mempelajari bahwasannya emosi dapat mengubah sifat konduktif pada jantung.
Singkatnya pada penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa emosi atau stres yang berlebihan dapat memicu penyakit jantung yang telah dialaminya semakin parah, bahkan dapat memicu aritmia (gangguan irama jantung) yang bahkan dapat mengancam keselamatan jiwa atau berakhir pada kematian.
Juga dalam Generalized Unsafety Theory of Stress yang ditulis pleh psikofilosis Julian Thayer memberikan fakta bahwa ketidak amanan yang dipicu dari rasa stres yang berkepanjangan secara sadar atau tidak sadar dapat memicu atau justru memungkinkan adanya peningkatan terkena penyakit jantung.
Jadi, memang melepas stres sangatlah penting dalam menjaga kesehatan mental kita, karena secara otomatis kesehatan mental atau kejiwaan akan turut mempengaruhi kesehatan fisik, dan organ dalam tubuh. Jadi pilihan untuk mendengarkan musik sebagai bentuk healing adalah pilihan yang tepat.
Baca juga: Coping with Self-Harm Urges: A Guide to Healing and Support
Ada beberapa jenis musik yang cocok untuk dipakai pada sesi terapi musik seperti yang sudah sempat disebutkan diatas, namun juga ada jenis-jenis musik yang kurang cocok untuk diperdengarkan dalam sesi penyembuhan ini, contohnya seperti musik dengan tempo yang cepat, volume suara yang sangat tinggi, dan artikulasi antar not-nya dimainkan tanpa terputus, akan menimbulkan perasaan marah.
Sementara musik dengan volume rendah dan tempo yang pelan akan memicu perasaan sedih dan sebagainya.
Tapi apapun itu, bukan berarti musik-musik yang beraroma sedih dan sejenisnya tidak baik untuk di konsumsi telinga dan hati. Semua harus sesuai porsi. Namun, patut untuk diingat bahwasannya terapi menggunakan musik ini bukanlah satu-satunya cara yang dapat ditempuh sebagai bentuk usaha untuk penyembuhan, ada banyak sekali penanganan-penanganan yang lebih bervariatif, solutif, dan efektif. Konsultasikan terlebih dahulu dengan terapismu sobat!
Penulis: Farichatul Warda
Mahasiswa Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi , Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News