Narapidana Kabur dari Lapas, Apa Penyebabnya?

Kriminal
Narapidana di Lapas

Salah satu bagian dari sistem peradilan pidana yang bertanggung jawab untuk pembinaan dan pendampingan narapidana adalah lembaga pemasyarakatan. Sebagaimana pengetahuan umum, sistem peradilan pidana bertujuan untuk mengurangi aktivitas kriminal.

Polisi, kejaksaan, lembaga pemasyarakatan, dan pengadilan itu sendiri membentuk sistem peradilan pidana. Selain itu, menurut UU Nomor 12 Tahun 1999, Lapas adalah tempat narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat memperoleh pendidikan.

Khususnya meliputi pembinaan, penyiapan sarana dan hasil kerja, pemeliharaan keamanan dan ketertiban, pembinaan narapidana dan peserta didik, serta pembinaan sosial atau spiritual kepada pemasyarakatan dan narapidana.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Penganiayaan Napi di Lapas Yogyakarta: Korban Sampai Mengalami Trauma?

Kecemasan, ketidakamanan, dan kekacauan dapat terjadi akibat terganggunya keamanan dan ketertiban di Lapas dan rutan. Masih banyak fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa yayasan restoratif di Indonesia belum memperkuat tugas dan tugas utamanya karena banyak hambatannya.

Kepadatan adalah salah satu kendala tersebut. Banyak dampak yang ditimbulkan dari overcrowding, salah satunya dapat mengganggu keamanan dan ketertiban akibat banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di sana dibandingkan dengan jumlah petugas polisi yang mengawasi, sehingga lebih memungkinkan narapidana untuk melarikan diri.

Semakin maraknya kriminal dan pelanggaran pidana, membuat Lapas terus kedatangan narapidana hingga terkadang jumlah narapidana tidak lagi sebanding dengan fasilitas yang tersedia antara penghuni yang lebih banyak ketimbang kapasitas hunian yang disediakan di Lapas maupun rutan.

Hal ini tentunya berpotensi besar menimbulkan banyak dampak negatif bagi Lapas tersebut. Dan salah satunya adalah akan melemahkan sisi pengamanan di Lapas .

Secara umum, jumlah petugas pengamanan Lapas lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah narapidana yang mesti dijaga. Di mana pada umumnya petugas Lapas terdiri dari 28 orang yang dibentuk ke dalam 4 regu, dan masing-masing regu tersebut terdiri dari 7 orang petugas.

Tujuh orang petugas inilah yang bertugas melakukan pengamanan dan pengawasan terhadap ratusan tahanan. Jika dilihat, hal tersebut sangat tidak wajar karena petugas keamanan yang tidak seimbang dengan banyaknya tahanan yang harus diawasi, akibatnya pengawasan dilakukan tidak maksimal.

Kasus pelarian narapidana dari Lapas tentunya tidak terjadi sekali dua kali, akan tetapi hampir di seluruh Lapas di Indonesia mengalami kasus ini. Contohnya saja adalah kasus yang baru-baru ini terjadi di Lapas Kelas II A Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tanggal 4 Maret 2023 yang lalu, di mana empat orang narapidana kabur dari penjara.

Keempat narapidana tersebut merupakan pelaku kasus berat dengan hukuman di atas 10 tahun penjara. Dua orang terlibat kasus pembunuhan, satu orang kasus pencurian, dan satu orang lagi terjerat kasus pemerkosaan. Diketahui pula bahwa keempat narapidana tersebut melarikan diri dari Lapas pada malam hari dengan memanjat tembok Lapas.

Baca Juga: Mengungkap Fakta di Balik Penjara: Penyimpangan Seksual Narapidana

Bahkan lebih anehnya lagi, dengan begitu banyak CCTV yang terdapat di Lapas, tidak satu pun yang dapat mendeteksi narapidana yang melarikan diri ini. Diketahui hal ini disebabkan oleh kondisi hujan yang terjadi pada malam hari saat narapidana melarikan diri.

Ketua Lapas Kelas II A Palangkaraya menyatakan bahwa mereka sudah memeriksa bahwa tidak ada narapidana yang membawa benda tajam ke dalam Lapas (Kompas.com, 18 April 2023).

Kasus di atas, tentunya bukan hal baru, akan tetapi yang menjadi poin pentingnya di sini adalah, dengan kesekian kalinya terjadi permasalahan yang sama di mana hampir seluruh Lapas yang ada di Indonesia hingga saat ini, solusi yang ditawarkan belum juga membuahkan pemecahan terhadap permasalahan Lapas.

Bahkan, saat Ketua Lapas Kelas II A Palangkaraya tersebut menyebutkan bahwa telah dipastikan tidak ada narapidana yang membawa benda tajam ke dalam Lapas, akan tetapi ternyata saat melarikan diri narapidana membawanya, ini menunjukkan bahwa adanya kelemahan petugas dalam melakukan pemerikasaan terhadap narapidana itu sendiri dan kelemahan terhadap bangunan dan pengawasan terhadap narapidana.

Apabila terus ditelusuri lebih dalam, semua permasalahan narapidana yang melarikan diri dari Lapas penyebabnya secara umum tidak terlepas dari faktor eksternal dan juga faktor internal (Nur & Wibowo: 2021). Ada pun poin yang mencakup faktor eksternal adalah:

  1. Lingkungan pergaulan, orang yang berada di sekitar narapidana sangat menentukan karakter dan tindakan dari narapidana itu sendiri. Sebagaimana contoh empat orang narapidana yang melarikan diri di atas, pelarian tersebut bisa terjadi selain memang kelemahan dari Lapas itu sendiri juga adanya dorongan dan ajakan dari teman-temannya yang lain. Jika saja satu atau dua orang di antara mereka ada yang berubah pikiran untuk tidak melarikan diri kemudian memberikan pandangan-pandangan dan masukan kepada yang lainnya, kemungkinan besar pelarian tersebut tidak akan terjadi.
  2. Kurangnya petugas keamanan Lapas, dalam kasus di atas, tentu hal ini merupakan poin penting yang harus diperhatikan sehingga menjadi catatan penting pula bagi pemerintah agar bisa menambah petugas-petugas Lapas yang seyogyanya diselaraskan dengan jumlah narapidana yang diawasi.
  3. Kondisi bangunan yang kurang memadai, pada poin ini, mestinya juga menjadi perhatian khusus yang harus benar-benar diperhatikan saat membangun Lapas dan memilih material untuk pembangunan Lapas, pada umumnya bila diperhatikan, bangunan Lapas di berbagai tempat hampir menyerupai bangunan-bangunan rumah atau gedung-gedung perkantoran pada umumnya. Semestinya, untuk pembangunan Lapas sendiri bisa dipilihkan material yang lebih kokoh dan kuat dari gedung yang biasanya, sebab sama diketahui bahwa yang menghuni Lapas merupakan orang-orang yang bermasalah, nekat, dan juga pemberani sebagaimana ia berani melakukan tindakan kriminal. Terlebih, kasus kurang memadainya bangunan ini, terjadi bukan hanya sekali atau dua kali.

Baca Juga: Banyaknya Penegak Hukum yang Melanggar Hukum, Mau Jadi Apa Negara Ini?

Kemudian faktor internal adalah:

  1. Kemauan dengan dorongan pribadi, kemauan ini biasanya muncul dikarenakan beberapa hal, misalnya karena rasa rindu kepada keluarga, ada hal-hal urgent yang hendak dilakukan, stres di dalam Lapas, pertengkaran, dan lain-lain.
  2. Masa hukuman yang lama, setiap jenis kriminal yang dilakukan oleh narapidana tentunya mendapatkan hukuman yang berbeda-beda. Bagi narapidana yang mendapatkan hukuman yang sampai berpuluh tahun bahkan yang divonis hukuman mati, tentu hal ini memicu keputus asaan, di mana kemungkinan muncul perasaan bahwa bertahan di dalam Lapas akan mati juga, maka lebih baik berusaha untuk keluar dan menikmati sisa hidup yang ada. Sehingga hal tersebut yang mendorong narapidana memilih untuk melarikan diri dari Lapas.

Berbagai kasus narapidana yang melarikan diri dari Lapas, dalam menyelesaikannya tentu harus ada upaya-upaya yang dilakukan. Ada pun upaya yang dapat dilakukan berdasarkan berbagai faktor penyebabnya yang bisa penulis uraikan ialah dengan menjalankan tiga model upaya.

Yang pertama, upaya pre-emtif, ialah upaya yang dilakukan terhadap narapidana untuk menanamkan norma-norma kebaikan ke dalam dirinya, sehingga cara pandang narapidana lebih kepada bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, jadi meskipun narapidana memiliki kesempatan untuk melarikan diri, dia tidak akan melakukannya, karena norma rasa tanggung jawab dalam dirinya telah tertanamkan.

Hal ini dapat kita lihat pada contoh-contoh narapidana yang kembali ke dalam sel meskipun sel tengah dilanda bencana alam misalnya kebakaran, banjir, dan lain-lain, sebahagian mereka memilih kembali ke dalam sel meskipun telah ada kesempatan untuk melarikan diri.

Kedua, upaya preventif, upaya ini dapat dikatakan sebagai langkah dalam menghilangkan kesempatan untuk melakukan kejahatan, atau seperti kata istilah ‘mencegah lebih baik dari pada mengobati’. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya penambahan petugas Lapas dan memperbaiki bangunan serta fasilitas yang ada di Lapas.

Kemudian yang ketiga, upaya represif. Upaya ini merupakan langkah yang ditempuh setelah narapidana melakukan pelanggaran, misalnya memberikan hukuman yang mendisiplinkan narapidana yang melanggar, dan memindahkan narapidana ke Lapas yang lain.

Baca Juga: Apa Itu Glorifikasi? Mengapa Dikaitkan dengan Bebasnya Saipul Jamil? Simak Selengkapnya di Sini!

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kaburnya narapidana dari Lapas tidak serta merta menjadi kesalahan narapidana sepenuhnya. Akan tetapi sebaliknya, adanya narapidana yang melarikan diri dari Lapas menunjukkan bahwa masih adanya kekurangan yang terdapat pada sistem kelembagaan masyarakat yang mesti segera diperbaiki.

Terlebih kasus pelarian narapidana dari Lapas ini sering sekali terjadi, maka secara tidak langsung ini menunjukkan besarnya lobang yang harus diperbaiki di setiap Lapas yang ada di Indonesia.

Artikel yang mengangkat tentang tema pelarian narapidana dari Lapas ini sangat banyak, hampir setiap alasan dan penyebab larinya tersebut memiliki kesamaan poin, maka dari itu, kita sama-sama berharap agar pemerintah terkait segera memperbaiki hal-hal yang menjadi kekurangan yang terdapat di masing-masing Lapas di Indonesia, sehingga kasus pelarian narapidana ini tidak terjadi kembali, atau sekurang-kurangnya terminimalisir seminim mungkin.

Penulis:

Muhammad Rizki Manurung
Taruna Program Studi Manajemen Pemasyarakatan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI