Orang yang Tidak Percaya COVID-19 Adalah Orang yang Sedang Ketakutan

Orang Tidak Percaya Covid-19

Mengkaji Fenomena Orang yang Tidak Percaya COVID-19 dari Perspektif Psikologi Kognitif

Sudah hampir dua tahun wabah virus corona membayangi Negara Indonesia. Namun, sampai saat ini masih ada saja yang tidak percaya akan adanya wabah corona. Banyak sekali kasus yang terjadi karena ketidakpercayaan orang terhadap virus corona. Contohnya pada kali ini ada kasus di mana ada seorang guru di sekolah yang positif corona tapi nekat mengajar mengaji hingga menulari anak didiknya.

Kasus ini berawal dari adanya klaster SMK N 1 Sedayu yang salah satu gurunya positif corona. Walaupun tahu bahwa dirinya positif corona akan tetapi guru tersebut malah tetap mengajar TPA anak-anak di Kelurahan Srigading.

Seharusnya kan jika sudah tahu kalau dirinya positif yang harus dilakukan adalah isolasi mandiri akan tetapi karena guru tersebut tetap ngeyel tidak percaya corona, akhirnya guru tersebut tetap mengajar TPA karena yang bersangkutan tidak mempercayai COVID-19.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Kasus Anak Kecanduan Game Online Mencuri Uang di Madiun Dilihat dari Teori Kognitif

guru tersebut mengajar sekitar 30 anak. Alhasil, setelah di-tracing dari 30 anak itu dan ternyata 6 anak positif. Selanjutnya dilakukan tracing lagi dan saat ini totalnya ada 16 kasus. Terkait hal tersebut, pihaknya melalui Satgas COVID-19 Kapanewon melakukan tracing secara masif. Semua itu, kata Deni, untuk memutus rantai penularan COVID-19. Tracing masih terus dilakukan karena harus memenuhi target 1 banding 15, di mana 1 positif harus tracing 15 orang.

Lalu Mengapa sih masih ada orang yang tidak percaya dengan Virus Corona? Padahal sudah banyak Bukti seberapa besar bahaya virus corona. Apa sih yang Membuat mereka tidak percaya terhadap Corona?

Salah satu Hal yang membuat orang-orang tidak percaya terhadap virus corona adalah karena rasa takut. Hal ini dapat dijelaskan melalui tahapan dalam otak manusia ketika mengambil atau mendapatkan informasi. Tahapan Tersebut ada tiga yaitu, tahapan primitif, emosional, dan rasional.

Baca Juga: Anak Serahkan Ibunya ke Panti Jompo karena Sibuk Berhubungan dengan Teori Kognitif

Tahap primitif lebih dikenal sebagai fight or flight response, yang merupakan cara berpikir cepat untuk mengambil keputusan segera. Dalam hal ini, ketika informasi yang kita dapat tidak begitu mengancam kita, umumnya kita akan menerimanya begitu aja. Begitu juga sebaliknya, jika informasi yang kita dapat mengancam kita, maka umumnya kita akan mengabaikan atau menolak informasi itu

Setelah melalui tahap primitif, informasi yang kita dapat itu akan disaring di fase emosional. Ketika informasi itu mengancam emosi kita, maka informasi tersebut tidak akan masuk ke tahap berikutnya. Namun, Ketika informasi itu tidak mengancam emosi kita, maka informasi tersebut akan masuk ke tahap berikutnya, yaitu fase rasional.

Dalam tahap rasional, manusia akan menyaring sebuah informasi berdasarkan akal sehat. Jika informasi tersebut rasional, maka kita akan menerimanya. Sebaliknya, jika informasi yang kita terima tidak masuk akal, maka kita akan mengabaikannya.

Orang yang menyangkal adanya virus corona adalah orang yang gagal melewati ketiga tahap tersebut. Mereka belum menyaring informasi yang mereka dapat ke dalam tahap rasional. Hal tersebut, disebabkan oleh rasa takut mereka terhadap informasi yang dia dapat.

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 Berbayar Tahun Depan

Karena informasi yang mereka dapat belum masuk ke dalam tahap rasional, keputusan yang mereka ambil pada akhirnya tidak rasional. Salah satu contohnya adalah berkerumun tanpa masker dengan jarak yang tidak aman dengan sengaja bahkan tetap pergi keluar meski tahu dirinya positif corona, seperti kasus di atas. Padahal para peneliti telah membuktikan bahwa virus corona dapat menyebar lewat udara.

Sehingga dari sini kita mengetahui bahwa salah satu hal yang membuat orang-orang tidak percaya terhadap virus Corona adalah karena mereka sedang ketakutan. Hal itu membuat mereka gagal melewati ketiga tahap dalam otak manusia ketika mengambil atau mendapatkan informasi, yaitu tahap primitif, emosional dan rasional.

Mereka mengalami disonansi kognitif (cognitive dissonance), di mana pikirannya tidak selaras dengan kenyataan yang ada. Karena informasi yang mereka dapat belum masuk ke dalam tahap rasional, keputusan yang mereka ambil pada akhirnya tidak rasional.

Muhammad Shiddiq Eka Muharom
Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI