Benarkah SMK Cetak Lulusan Siap Kerja?

Idealnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harusnya mampu mencetak tenaga kerja yang siap terjun ke lapangan dan menjadi andalan pemerintah dalam mengentaskan angka pengangguran di Indonesia. Namun faktanya, tingkat pengangguran dari lulusan SMK paling tinggi jika dibandingkan dengan lulusan dari jenjang pendidikan lainnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2018 sebanyak 131,02 juta orang, naik 2,95 juta orang disbanding Agustus 2017. Sejalan dengan itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat 0,59 persen poin.

Dalam setahun terakhir, pengangguran berkurang 40 ribu orang, sejalan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun menjadi 5,34 persen pada Agustus 2018. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk lulusan SD (2,43 persen), SMP (4,80 persen), SMA (7,95 persen), SMK (11,24 persen). Diploma (6,02 persen), dan Sarjana (5,89 persen. Dilihat dari data tersebut maka TPT lulusan SMK masih mendominasi diantara tingkat pendidikan lain.

Bacaan Lainnya

Dengan melihat fenomena besarnya TPT dari lulusan SMK, dilansir dari liputan6.com (08/11/2018), Menteri Pendidikan dan kebudayaan, Muhadjir Effendy mengatakan bahwa untuk menekan angka pengangguran di Tanah Air khususnya pada lulusan SMK, pihaknya sudah menyiapkan beberapa strategi yaitu pertama, dengan meningkatkan kualitas belajar mengajar. kedua, melalui upaya percepatan dengan penargetan dan strategi kompensasi kepada anak-anak kurang mampu untuk mengurangi ketimpangan akses ke pendidikan yang berkualitas di daerah secara sistemik, sehingga mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan harmoni. Strategi selanjutnya, dengan memperkuat pelatihan vokasi dan life skill di semua tingkat. Di sisi lain, upaya pengembangan visi dan pola pikir guru dan tenaga pendidik, juga menjadi penting guna menuju peningkatan kualitas pendidikan. Lalu dengan mewujudkan pemerintah yang terintegrasi untuk peningkatan capaian pendidikan, dan yang strategi yang terakhir yaitu dengan merintis kemitraan baru dengan penyelenggara pendidikan.

Selain melalui strategi tersebut, pemerintah juga melaksanakan program revitalisasi SMK melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Revitalisasi SMK dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber daya Manusia. Program revitalisasi tersebut meliputi empat hal yaitu, satuan sistem pembelajaran, satuan pendidikan dan tenaga kependidikan.

Dengan adanya rancangan strategi dan revitalisasi SMK yang telah dicanangkan oleh pemerintah tersebut, tidak lantas bisa langsung mengurangi TPT dari lulusan SMK. Karena untuk mengurangi TPT dari lulusan SMK, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah dan instansi pendidikan terkait perlu menegok kembali kurikulum SMK saat ini, yang pada realitanya menunjukkan bahwa pendidikan di SMK memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan keterampilan teknik atau hard skill. Bahkan bisa dikatakan bahwa SMK lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill dan kurang mementingkan muatan keterampilan mengelola diri dan orang lain atau soft skill.

Jika kurikulum tersebut tidak segera dibenahi, maka lulusan SMK akan sulit terserap di dunia industri, karena kurikulum SMK saat ini hanya membekali peserta didik dengan keterampilan teknik yang menjurus ke satu bidang keahlian. Terlebih di era revolusi industri 4.0 sekarang ini, dimana digitalisasi dan otomatisasi diterapkan di segala bidang, apakah kemampuan hard skill saja cukup? Kemudian, apakah lulusan SMK yang notabennya disiapkan untuk bekerja sebagai pekerja teknis masih dibutuhkan di dunia industri?

Untuk menghadapi revolusi industri, pemerintah dan lembaga terkait perlu menyesuaikan dan merekonstruksi kurikulum SMK agar sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Siswa SMK perlu dibekali dengan banyak kompetensi keahlian. Tidak hanya mengacu pada satu bidang sesuai dengan jurusannya. Selain itu perlu pembekalan soft skill termasuk kemampuan berbahasa asing, dan ilmu kewirausahaan. Dengan demikian, lulusan SMK tak perlu khawatir lagi jika digitalisasi dan otomatisasi diterapkan di segala bidang. Karena mereka masih bisa masuk ke sektor kerja lain, seperti dunia pariwisata dan dunia kewirausahaan.

Syntya Defi Rusmawati
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.