Pada dasarnya kode etik profesional dibuat untuk mengatur bagaimana pengetahuan dan keahlian Seseorang tersebut digunakan sebagaimana mestinya, terutama dalam situasi-situasi terkait masalah moral.
Biasanya hal ini terkait dengan kemampuan para profesional untuk membuat penilaian dan keputusan yang tidak bisa dibuat orang awam yang tidak memiliki pengetahuan dan keahlian khusus di bidangnya.
Dengan adanya kode etik, seorang akuntan mempunyai pedoman dalam bekerja sebagai seorang profesional.
Akan tetapi dengan adanya kemajunya ekonomi dan teknologi pada setiap negara akan menimbulkan persaingan yang mendorong beberapa akuntan untuk melanggar kode etik yang dapat merugikan banyak pihak yang terlibat dalam suatu bisnis, sehingga kode etik profesi ini sangat penting dan perlu diperhatikan.
Profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Baca juga: Fenomena Etika Profesi pada Akuntansi (Manipulasi Laporan Keuangan pada PT KAI)
Tujuan dari profesi akuntan adalah untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi dan mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Dalam Etika Profesi akuntan terdapat beberapa kode etik yang harus dijalankan dan dijadikan sebagai prinsip dasar dalam menjalankan suatu profesi akuntan yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di antaranya adalah integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, dan perilaku profesional.
Pada kenyataannya masih terdapat seorang akuntan yang masih saja melanggar kode etik tersebut dengan disengaja dan kesadarannya sendiri meskipun ia mengetahui betul mengenai pengetahuan kode etik.
Terkadang seorang akuntan tidak memikirkan dan mempertimbangkan dampak yang akan timbul terkait kode etik yang dilakukannya, akan banyak pihak yang dirugikan tidak hanya hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap seorang akuntan baik seorang akuntan publik atau auditor, bisnis yang berkaitan dengan akuntan,dan pemerintah.
Hal ini disebabkan karena adanya faktor baik faktor internal dan eksternal dimana faktor internal karena adanya dorongan atas kesadarannya sediri yang merasa tidak cukup akan kebutuhan yang dialaminya, sedangkan faktor ekternal biasanya terjadi karena pengaruh dari lingkungan kerja yang memberikan dampak negatif yang dialaminya.
Beberapa faktor yang dapat penyebab pelanggaran Etika pada seorang akuntan diantara sebagai berikut:
- Tidak berjalannya control dan pengawasan dari masyarakat
- Kurangnya iman dari individu tersebut
- Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik pada setiap bidang, kaena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak prepesi sendiri
- Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari orang tersebut.
- Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas dari orang tersebut
- Kebutuhan individu
- Tidak ada pedoman hidup dari individu tersebut
- Perilaku dan kebiasaan individu yang buruk sehingga menjadi sebuah kebiasaan
- Lingkungan tidak etis mempengaruhi individu tersebut melakukan sebuah pelanggaran
- Kurangnya sanksi yang keras atau tegas di Negara kita tentang pelanggaran kode etik beragamnya penerapan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan teknologi telah menimbulkan berbagai variasi isu etik.
Kronologi Kasus Penggelapan Pajak
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto.
Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).
Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.
Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah–selain tiga pabrik minyak goreng.
Dalam kasus PT. Asian Agri Group yang kami angkat juga membahas mengenai adanya penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) yang membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006.
Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG–yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002.
Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar–untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi.
Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak–Karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen.
Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Selain itu, juga “bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar.
Mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005.
Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun. Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL.
Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Apa saja pelanggaran kode etik yang dilakukan?
1. Integritas
Merupakan bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis. Dalam kasus ini dimana sangat bertolak belakang dengan prinsip integritas, Karena Vincent dan beberapa karyawan yang menjadi tersangka tidak bersikap jujur dan mementingkan keuntungan pribadi dengan cara pencucian uang dan penggelapan pajak hingga kasus ini terseret ke KPK.
2. Objektifitas
Merupakan tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain. Dalam Kasus ini, Sebagai seorang akuntansi Pajak seharusnya tidak merekomendasikan suatu keadaan atau posisi jika posisi tersebut tidak pantas dilakukan.
Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar-untuk kemudian dijual kembali ke distributor dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
3. Kompetensi dan Kehati-hatian
Dalam kasus ini, PT. AAG tentu tidak memenuhi prinsip Kompetensi dan kehati-hatian. Karena Vincent, yang saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT. AAG yang mengetahui seluk beluk keuangannya membobol brankas PT. AAG di Bank Fortis singapura senilai US$3,1 juta
4. Perilaku Profesional
Dalam kasus ini, Vincentius Amin Sutanto (Vincent) pada saat itu menjawab sebagai group financial controller di PT. AAG yang mengetahui seluk beluk keuangannya tidak menerapkan perilaku profesional karena telah membobol brankas PT. AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$3,1 Juta pada tanggal 13 November 2006 dan membawa kabur beberapa dokumen penting perusahaan tersebut.
Tim Penulis:
1. Rina Septiyani
2. Selfia Hermawati
3. Setiawan Rinaldi
4. Sheila Ardianti,
5. Sheny Nur Aulini
6. Siti Jamilah
Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Pamulang
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_profesi
https://www.dosenpendidikan.co.id/profesi-akuntansi/
https://barryphang.wordpress.com/2013/01/16/beberapa-faktor-penyebab-pelanggaran-etika/
http://akuntansisfun.blogspot.com/2017/05/penyimpangan-etika-profesi-dalam-bidang.html?m=1
http://www.iaiglobal.or.id/v03/files/file_berita/Kode%20Etik%20Akuntan%20Indonesia%20-%202020.pdf