Pemblokiran Internet oleh Jokowi terhadap Warga Papua: Melanggar HAM Kah?

Pelumpuhan dan perlambatan terhadap koneksi internet di beberapa wilayah bagian Papua dan Papua Barat terjadi pada pertengahan Agustus 2019 lalu. Keputusan yang diambil oleh Presiden Jokowi dan Menkominfo ini tak lama setelah insiden rasisme mahasiswa Papua. Pada tanggal 21 November 2019 dengan nomor 230/G/TF/2019/PTN.JKT, SAFEnet Indonesia bersama Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menggugat Menkominfo sebagai tergugat l dan Presiden Jokowi sebagai tergugat ll (News, 2020) .

Enam Bulan kemudian permintaan tersebut dikabulkan oleh Hakim PTUN, Nelvy Christin bersama dua hakim anggota Baiq Yuliani dan Indah Mayasari. “Dengan ini menyatakan bahwa PTUN mengabulkan gugatan para tergugat, perbuatan para tergugat merupakan perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan” Ucap Ketua Hakim PTUN, saat membacakan putusannya pada tanggal 3 Juni 2020. Pada tanggal 22 Januari lalu sidang perdana dilaksankan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dalam sidang tersebut penggugat mengatakan bahwa tergugat dianggap mengulang lagi kesalahan negara yang bersifat tidak demokratis. Ade Wahyudin, selaku kuasa hukum penggugat meminta agar hakim perlu menyatakan keputusan yang diambil oleh tergugat merupakan kebijakan ‘melawan hukum’ agar kebijakan sepihak seperti itu tidak diimplementasikan lagi di masa pemerintahan yang akan datang.

Dalam kasus ini dengan tegas saya mengatakan bahwa tindakan yang diambil oleh Bapak Jokowi dan Menkominfo yang memutus akses internet di Bumi Cendrawasih merupakan kebijakan yang melanggar hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU 12/2005 yang mengatur tentang kebebasan mencari, menerima, dan memberi informasi, dengan ini Pelambatan dan pemutusan koneksi jaringan di Papua dapat dikatakan melanggar hukum. Walaupun alasan Presiden Jokowi mengambil tindakan tersebut adalah demi keamanan nasional dan kebaikan bersama, tetap saja kebijakan itu telah merampas hak warga Papua dan Papua Barat untuk mencari dan menemukan informasi.

Bacaan Lainnya

Terlebih lagi tindakan tersebut diterapkan pada saat Mahasiswa Papua sedang mengalami insiden rasisme di Surabaya, Jawa Timur. Dimana sebenarnya yang dibutuhkan warga Papua adalah informasi mengenai kasus yang menimpa saudara mereka di perantauan. Menurut saya, bukan meredam emosi namun malah menimbun masalah yang belum selesai dengan masalah baru yang lebih buruk. Ferdinandus Setu, selaku Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Keminfo menyampaikan bahwa pemutusan akses internet ini untuk menjauhkan warga Papua dari konten-konten hoaks, ujaran kebencian, dan rpovokasi yang dapat memanaskan suasana yang sudah panas di Bumi Cendrawasih (Manurung, 2020).

Namun, menurut saya, hal sebaliknya malah terjadi atas kebijakan yang diambil secara diam-diam tersebut, media jurnalis di Jakarta justru tidak bisa memverifikasi informasi yang tepat kepada warga Papua dan Papua Barat, dampaknya Warga Papua tidak akan up to date terhadap kelanjutan kasus rasisme yang menimpa saudara mereka di Surabaya, mereka akan tetap tahu bahwa saudara mereka sedang tertimpa kasus rasisme. Kalau ada permasalahan bukan aksesnya yang diselesaikan namun persoalannya, mencari dan mengimplementasikan solusinya bukan malah menutupi masalah yang ada dengan masalah baru. Saya beranggapan bahwa dengan tindakan Presiden Jokowi ini malah terlihat seperti sedang mengonfirmasi kegagalannya sebagai seorang Presiden untuk tetap bersifat demokratis. Disamping itu, Presiden Jokowi secara membuktikan bahwa dirinya tidak cukup andil dalam menyelesaikan kasus rasisme terhadap warga Papua, padahal warga Papua telah lama mendapatkan perlakuan diskriminatif, bukankah seharusnya Presiden Jokowi bisa berkaca pada kasus yang telah ada? Mengapa malah mengambil tindakan yang membuat Warga Papua semakin merasa terdiskriminasi? Itulah mengapa saya katakan bahwa Presiden Jokowi sedang mengonfirmasi kegagalannya. Hak atas informasi merupakan hak yang fundmental bagi setiap individu, bahkan hak atas informasi ini menjadi salah satu hak yang diperhatikan dalam perumusan Deklarasi Universal HAM. Oleh karena itu, hak atas informasi dimasukkan ke dalam pasal 19 Deklarasi Universal HAM. Selain itu juga didukung dalam Konvenan Internasional tentang hakhak Sipil dan Politik 1966 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 yang mengatur tentang hak atas informasi dan komunikasi (Gaol, 2020).

Dalam insiden ini saya sangat mendukung pernyataan Ade Wahyudin selaku kuasa hukum penggugat untuk menetapkan tindakan Presiden Jokowi dan Menkominfo sebagai perbuatan ‘melawan hukum’ (Indonesia, 2020). Karena menurut saya, bisa saja pemerintah akan memiliki preseden untuk mengambil langkah yang sama dengan tujuan melindungi warga dari berita-berita hoaks. Disamping itu, Kominfo telah mendeklarasikan akan meneruskan blokir dan shut down ini jika tidak ada pernyataan melanggar hukum. Tindakan pemutusan internet ini sama saja dengan melanggar hukum yang telah berlaku, seperti yang tercantum pada Pasal 28 F UUD 1945 yang mengatur hak atas informasi, yang berbunyi: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Walaupun tujuan pemutusan internet itu untuk melindungi warga dari berbagai ujaran kebencian yang tersebar secara online, tetap saja tindakan tersebut sangat tidak mencerminkan citra NKRI sebagai negara yang demokratis, hak atas informasi tergolong penting bagi negara yang sistem pemerintahannya transparan dan partisipatoris. Beberapa negara seperti China, India, dan Afrika memang pernah mempraktikkan pemutusan internet, namun apakah Indonesia juga harus berkiblat dengan sikap yang demikian? Karena memutus internet demi memutus rantai hoaks tidak semudah itu.

Siti Fatmawati
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia.

References

Gaol, D. (2020). Pembatasan Hak Atas Infomasi dan Internet. Jawa Timur: detiknews.
Indonesia, C. (2020). Kronologi Blokir Internet Papua Berujung Vonis untuk Jokowi. Jakarta: cnnindonesia.
Manurung, M. Y. (2020). Ini Alasan Pemerintah Sempat Blokir Internet. Jakarta: TEMPO.CO.
News, B. (2020). Sidang Pemutusan internet Papua : Kita Mengulang kesalahan negara yang idak demokratis. Jakarta: BBC.COM.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI