Pemilu: Fenomena 5 Tahun Sekali

Pemilu 2024
www.kpu.go.id

Pemilihan Umum atau Pemilu merupakan pesta demokrasi yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Dimana masyarakat akan menggunakan hak pilihnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana amanat dari UUD NRI 1945 pasal 22E ayat (1). Dari ke enam asas tersebut, asas kebebasan sering kali diacuhkan baik oleh para kandidat maupun oleh masyarakat.

Beberapa fenomena pemilu yang sering terjadi mulai dari pemberian sembako, pembenahan jalan, maupun pemberian uang, dan lain-lain dengan diikuti itikad tidak baik. Tidak hanya itu, adapun setiap pemilih yang ingin memilih kandidat tertentu bahkan dibuatkan sebuah daftar demi keuntungan tim sukses.

Pilihan setiap warga merupakan hal yang dibebaskan dan harus dirahasiakan dari orang lain. Namun amanat dari UUD NRI 1945 terutama pada pasal 22E ayat (1) mulai dikesampingkan dalam masyarakat, tindakan tersebut mulai dianggap wajar dan tidak dapat dihindari karena begitu seringnya fenomena tersebut terulang. Lantas bagaimana pengaruh dari hasil perolehan suara yang diperoleh dari cara-cara tersebut.

Bacaan Lainnya
DONASI

Tulisan ini dibuat bertujuan untuk menanggapi fenomena yang terjadi setiap menjelang pemilu. Telaah dari isu ini akan dibatasi oleh dua cakupan materi, yakni pembagian uang dan materi lain dalam kampanye menurut kacamata hukum dan kualitas suara yang dihasilkan dari politik uang.

Pembagian Uang dan Materi Lain Dalam Kampanye Menurut Kacamata Hukum

Perlu diketahui, setiap tata tertib dan larangan dalam berkampanye telah tertuang pada UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Bahan kampanye yang dibolehkan dalam kampanye terdapat pada PKPU tentang Kampanye Pemilihan Umum No. 23 Tahun 2018 pasal 30 ayat (2) yakni berupa selebaran, brosur, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan/atau alat tulis. Lantas bagaimana dengan pemberian uang dan materi lain dalam kampanye?

Pemberian uang dan materi lain selain yang disebutkan pada pasal diatas termasuk dalam larangan bagi pelaksana, peserta, maupun oleh tim kampanye. Hal ini berlandaskan pada pasal 280 ayat (1) huruf j UU Pemilu. Pemberian uang dan materi lain dalam kampanye sebut saja dengan politik uang.

Target dari kampanye tersebut tertuju kepada masyarakat yang memiliki taraf hidup rendah dan tingkat pendidikan rendah. Masyarakat yang memiliki pendapatan menengah kebawah dan masyarakat yang kurang edukasi akan menganggap politik uang tersebut merupakan hal yang lumrah dan justru dianggap membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.

Pemberian uang maupun materi lain dalam proses kampanye baik dengan tujuan yang sebagaimana tercantum pada pasal 284 UU Pemilu, maupun dengan dalih sukarela terutama dengan nominal yang besar akan memberikan efek tersendiri bagi masyarakat. Tindakan tersebut akan menimbulkan efek sandera kepada pemilih secara tidak langsung. Sehingga menimbulkan rasa tidak enak apabila tidak memilih kandidat tersebut karena merasa pernah “dibantu”. Akibatnya, hak pilih masyarakat tidak digunakan berdasarkan hati nurani, namun tergantung kepada besar kecilnya materi lain yang telah diberikan oleh kandidat.

Kualitas Suara yang Dihasilkan dari Politik Uang

Politik uang selalu terjadi setiap menjelang pemilu. Sehingga masyarakat menjadikan tindakan tersebut merupakan tindakan  yang wajar dan tidak dapat dihindari.  Akibatnya standar kemenangan kandidat menjadi berubah, yang mulanya dipilih karena visi misinya yang baik bergeser menjadi tergantung kepada besar kecilnya uang atau materi lain yang diberikan. Tindakan seperti itu tidak dapat diwajarkan, jika terus menerus dilestarikan maka akan menjadi budaya atau tradisi dalam setiap pemilihan baik dalam tingkat nasional maupun hingga tingkat daerah. Perkara ini akan berujung pada pencorengan arti dan makna demokrasi yang sesungguhnya.

Kualitas suara yang dihasilkan berdasarkan hati nurani dan karena visi misi yang baik berbeda dengan hasil suara yang diperoleh melalui politik uang. Kualitas suara yang diperoleh dari politik uang akan menghasilkan pemerintah yang tidak tepat. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada jalannya pemerintahan yang dinilai kurang representatif dan akuntabel dalam mewakilkan kepentingan masyarakat.

Kualitas suara yang dihasilkan dari politik uang akan menghasilkan kontrol pemerintahan yang gemar korupsi. Hal ini disebabkan perolehan jabatan dalam pemerintahan lahir dari proses demokrasi yang dibeli. Model kampanye ini akan memicu tindakan korupsi sebelum pemilu, semakin besar modalnya maka semakin efektif dalam menunjang kegiatan kampanye dengan politik uang. Semakin besar bantuan yang diberikan maka semakin menarik simpati masyarakat. Sehingga peluang terpilihnya semakin besar.

Tidak hanya sebelum pemilu, tindakan korupsi juga dapat terjadi ketika kandidat telah memperoleh jabatannya. Setiap kandidat yang telah terlanjur menggelontorkan dana yang besar pasti memiliki keinginan untuk mengembalikan modal tersebut. Politisi yang dipilih berdasarkan politik uang dan bukan dari visi misi serta jejak riwayat hidupnya yang baik, akan cenderung mengutamakan kepentingan donaturnya yang telah membantu memberikan modal sebelum ia menjabat jika dibandingkan untuk mewakili kepentingan masyarakat. Hal ini berujung pada pembentukan kebijakan yang tidak pro dengan masyarakat.

Beberapa upaya preventif yang dapat dilakukan oleh pemerintah maupun mahasiswa serta akademisi adalah dengan memberikan edukasi tentang peraturan pemilu, penggunaan hak pilih yang benar dan mengajak untuk senantiasa mengawal pemilu melalui pengawasan yang melibatkan beragam lapisan masyarakat. Upaya ini dapat dilakukan melalui berbagai media sosial, penyiaran televisi, papan reklame, maupun pemberian edukasi secara langsung dengan terjun di tengah masyarakat. Harapannya, proses kampanye akan lebih bersih dari pelanggaran dan sesuai aturan yang telah ditetapkan serta hasil dari pemilu akan menciptakan pemerintahan yang benar-benar mewakili kepentingan masyarakat.

SALAM PERGERAKAN!

 

Natasya Putri Aulia
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jember

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

 

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI