Pancasila merupakan dasar ideologi bangsa kita dan menjadi falsafah hidup yang menyatukan perbedaan dalam masyarakat kita. Tetapi cerminan nilai-nilai serta butir di dalam sila tersebut masih perlu dipertanyakan.
Meski nilai dan butir sila sudah tercantum jelas dalam dokumen resmi negara dan sudah diajarkan sedari kita sekolah dasar hingga sekolah tinggi, kita tak luput dari namanya pendidikan Pancasila atau pendidikan kewarganegaraan.
Khususnya penyimpangan perilaku sosial yang marak terjadi di lingkungan masyarakat sangat tidak mencerminkan semangat Pancasila yang sebenarnya.
Hal ini terlihat dari maraknya perselisihan seperti intoleransi, ujaran kebencian antara sesama umat, dan konflik sosial yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan serta persatuan yang mengancam pada integrasi bangsa.
Misalnya diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama atau etnis masih terjadi di beberapa daerah. Belum lagi sikap saling mencurigai antarwarga karena perbedaan pandangan politik atau ideologi.
Padahal, sila kedua dan ketiga mengajarkan kita tentang pentingnya menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menjaga persatuan Indonesia di atas segala perbedaan.
Banyaknya pengaruh budaya barat tidak bisa difilter oleh individu sehingga menggerus nilai sosial dan menyebabkan sifat masyarakat menjadi apatis terhadap kehidupan sosialnya.
Ironisnya, Pancasila kerap hanya digunakan sebagai slogan atau alat politik dalam momen tertentu, bukan sebagai nilai yang tertanam dalam perilaku sehari-hari. Banyak pejabat yang menggaungkan Pancasila hingga semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, tetapi terlibat dalam praktik korupsi, kolusi, atau penyalahgunaan kekuasaan.
Ini bertentangan dengan sila kelima tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahkan banyak sekali para calon pejabat menggunakan dogma agama untuk menarik banyak perhatian suara seolah-olah menjual agama adalah cara yang tepat untuk berkampanye, sungguh miris dan sangat bertentangan dengan butir sila kesatu.
Dan Jika nilai-nilai dasar bangsa hanya sebatas formalitas, maka yang terjadi adalah kemunduran moral dan pudarnya identitas kebangsaan.
Baca Juga: Urgensi Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Etika Bermedia Sosial
Penerapan Pancasila harus dimulai dari kesadaran individu, diperkuat oleh keteladanan pemimpin, dan didukung oleh sistem pendidikan serta kebijakan yang adil. Pendidikan Pancasila tidak cukup hanya teoritis, tetapi harus menyentuh aspek etika, sosial, dan perilaku nyata dalam masyarakat.
Pemerintah telah membentuk kurikulum merdeka saat ini, salah satu programnya yaitu Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
P5 adalah upaya untuk mewujudkan pelajar pancasila yang mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkebhinekaan global, gotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Sehingga dengan adanya program ini akan mendorong tercapainya profil pancasila dalam diri pelajar.
Dengan demikian, menjadikan Pancasila sebagai nilai hidup sehari-hari bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Jika tidak, bukan tidak mungkin bangsa ini akan kehilangan jati dirinya. Pancasila adalah perjanjian leluhur dan kita sebagai bangsa yang kuat harus tetap berpegang teguh pada Pancasila untuk mencapai cita-cita nusantara.
Sudah saatnya kita berhenti bertanya apa arti kesetiaan terhadap NKRI, dan mulailah bertindak demi masa depan bangsa yang gemilang.
Penulis: Fabryan Farhanda
Mahasiswa Hukum Universitas Tidar
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News