Pengaruh Kafein pada Penyakit Insomnia

Kafein pada Penyakit Insomnia
Ilustrasi Kafein pada Penyakit Insomnia (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Kafein telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. Sebagai senyawa yang ditemukan secara alami dalam kopi, teh, cokelat, dan beberapa minuman energi, kafein dikenal luas karena kemampuannya untuk meningkatkan kewaspadaan.

Dalam jumlah yang tepat, kafein memberikan dorongan energi yang dibutuhkan untuk menjalani aktivitas sehari-hari, terutama bagi mereka yang menghadapi tekanan kerja atau akademik. Namun, kafein juga memiliki sisi gelap yang sering kali diabaikan, yaitu dampaknya terhadap pola tidur, yang bisa berujung pada gangguan tidur kronis seperti insomnia.

Dikutip dari situs pafibaritotimurkab.org bahwa insomnia adalah gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan untuk tertidur, mempertahankan tidur, atau mendapatkan tidur yang berkualitas meskipun memiliki waktu yang cukup untuk melakukannya. Kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan kronis, gangguan konsentrasi, dan berbagai masalah kesehatan mental dan fisik lainnya.

Bagi mahasiswa, kelompok yang sering kali menghadapi tekanan akademik dan sosial yang tinggi, insomnia telah menjadi masalah yang semakin umum. Salah satu penyebab utama insomnia di kalangan ini adalah konsumsi kafein yang tidak terkontrol.

Bacaan Lainnya

Kafein bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat dengan menghalangi kerja adenosin, yaitu senyawa kimia yang secara alami diproduksi tubuh untuk mendorong rasa kantuk. Dengan menghambat reseptor adenosin, kafein membuat otak tetap terjaga, meningkatkan fokus, dan memberikan energi tambahan.

Efek ini menjadikannya pilihan utama bagi mahasiswa yang membutuhkan dorongan ekstra untuk menyelesaikan tugas, belajar larut malam, atau menghadapi ujian. Namun, apa yang sering diabaikan adalah bahwa efek kafein tidak berhenti ketika sesi belajar selesai.

Kafein memiliki waktu paruh sekitar lima hingga enam jam, artinya setengah dari kafein yang dikonsumsi tetap ada di dalam tubuh selama periode tersebut.

Jika seorang mahasiswa minum kopi pada sore atau malam hari untuk meningkatkan konsentrasi, efek stimulannya kemungkinan masih terasa saat mereka mencoba tidur. Ini memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk tertidur (sleep latency), mengurangi total durasi tidur, dan menurunkan kualitas tidur.

Pada mahasiswa yang sudah memiliki kecenderungan insomnia, kafein dapat memperburuk gejalanya. Mereka mungkin mengalami kesulitan tidur yang lebih parah, lebih sering terbangun di malam hari, atau bangun dengan perasaan tidak segar meskipun telah tidur selama beberapa jam.

Dalam jangka panjang, ini menciptakan siklus yang sulit diputus. Kurang tidur di malam hari membuat mereka lelah di siang hari, yang mendorong konsumsi kafein lebih banyak untuk tetap terjaga. Lingkaran ini terus berulang, menyebabkan ketergantungan pada kafein dan memperparah insomnia.

Selain dampaknya pada pola tidur, konsumsi kafein yang berlebihan juga memengaruhi kesehatan mental. Kurang tidur karena insomnia sering kali dikaitkan dengan peningkatan risiko kecemasan dan depresi.

Mahasiswa yang merasa cemas tentang tenggat waktu atau nilai akademik mungkin menggunakan kafein untuk mencoba meningkatkan produktivitas mereka, tetapi ironisnya, kafein juga dapat memperburuk gejala kecemasan. Efek stimulannya dapat meningkatkan detak jantung dan menyebabkan perasaan gelisah, yang membuat mereka semakin sulit untuk bersantai dan tertidur.

Hal ini menjadi tantangan besar, terutama bagi mahasiswa yang sudah terbiasa mengandalkan kafein sebagai solusi untuk meningkatkan performa akademik.

Mereka mungkin tidak menyadari bahwa kualitas tidur yang buruk akibat konsumsi kafein justru mengganggu kemampuan mereka untuk berkonsentrasi, memproses informasi, dan mengingat materi pelajaran. Dalam jangka panjang, ini merugikan baik kesehatan mereka maupun hasil akademik yang ingin mereka capai.

Namun, tidak semua orang bereaksi terhadap kafein dengan cara yang sama. Sensitivitas terhadap kafein sangat bervariasi antar individu, tergantung pada faktor genetik, usia, kebiasaan konsumsi, dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Ada orang yang dapat minum kopi larut malam tanpa mengalami gangguan tidur, sementara yang lain mungkin kesulitan tidur hanya dengan mengonsumsi sedikit kafein di siang hari. Pemahaman tentang batas toleransi individu terhadap kafein sangat penting, terutama bagi mahasiswa yang sering menggunakannya untuk memenuhi tuntutan akademik.

Sebagai langkah untuk mengatasi masalah ini, mahasiswa perlu belajar mengelola konsumsi kafein dengan bijak. Salah satu caranya adalah dengan membatasi konsumsi kafein hanya di pagi atau awal siang hari, sehingga efek stimulannya tidak mengganggu waktu tidur malam. Alternatif lain adalah mengganti minuman berkafein dengan teh herbal atau air putih, yang tidak memiliki efek merugikan terhadap pola tidur.

Penting juga untuk menekankan pentingnya manajemen waktu. Banyak mahasiswa yang merasa perlu begadang karena tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.

Dengan membuat jadwal yang terorganisir dan realistis, mereka dapat menghindari kebutuhan untuk mengonsumsi kafein di malam hari. Selain itu, aktivitas fisik seperti olahraga ringan juga dapat membantu meningkatkan energi di siang hari tanpa mengganggu pola tidur.

Institusi pendidikan juga memiliki peran besar dalam membantu mahasiswa mengatasi insomnia yang terkait dengan kafein. Kampus dapat menyediakan program edukasi tentang efek kafein terhadap tidur dan kesehatan, serta menawarkan dukungan melalui layanan konseling atau program manajemen stres.

Dengan memberikan sumber daya ini, mahasiswa dapat lebih memahami risiko penggunaan kafein yang berlebihan dan belajar mengadopsi kebiasaan yang lebih sehat.

Kafein adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan manfaat besar dalam meningkatkan kewaspadaan dan produktivitas. Namun, di sisi lain, konsumsi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gangguan tidur yang serius, seperti insomnia, yang berdampak buruk pada kesehatan dan kualitas hidup.

Bagi mahasiswa, penting untuk menemukan keseimbangan antara memanfaatkan kafein dan menjaga pola tidur yang sehat. Dengan pendekatan yang bijak, mereka dapat menghindari dampak negatif kafein dan tetap menjaga kesehatan fisik serta mental mereka.

 

Penulis: Annaya Shaba
Mahasiswa Farmasi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses