Perkembangan teknologi komunikasi telah membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan manusia, dimulai dari telepon sederhana yang memungkinkan komunikasi jarak jauh, lambat laun hingga menuju era digital yang membawa kita pada perangkat canggih yang kita kenal sebagai smartphone.
Pada awalnya, telepon hanya berfungsi sebagai alat untuk melakukan panggilan suara, namun seiring berjalannya waktu, teknologi terus berevolusi. Munculnya telepon genggam atau ponsel memungkinkan kita untuk berkomunikasi sambil berpindah tempat.
Ponsel pada generasi awal memiliki fitur yang sangat terbatas, namun perlahan-lahan mulai dilengkapi berbagai fitur tambahan seperti pesan singkat (SMS) dan permainan sederhana. Puncak dari evolusi teknologi komunikasi ini adalah kemunculan smartphone, yang menggabungkan fungsi telepon dengan komputer mini.
Smartphone tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, melainkan dapat mengakses internet, mengambil foto dan video, berbelanja online, bahkan menonton serial movie atau drama yang dahulu biasa dilakukan dengan melalui televisi.
Perkembangan pesat teknologi layar sentuh, prosesor yang semakin cepat, dan kapasitas penyimpanan yang besar telah mengubah smartphone menjadi pusat dari kehidupan digital kita. Berbagai inovasi akan fitur-fitur baru tersebut membuat benda ini semakin diminati.
Salah satu fitur yang paling diminati dari smartphone ialah media sosial yang dapat diakses menggunakan internet, karena antar individu yang berjauhan dapat merasa lebih dekat dengan berkomunikasi melalui media sosial tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet Indonesia (APRJII, 2017) melaporkan sekitar 87,13% pengguna internet telah mengakses sosial media. Dengan adanya fitur ini, pengguna media sosial terdiri dari berbagai kalangan usia, baik anak-anak hingga lanjut usia.
Baca Juga:Â Pancasila sebagai Kontrol Generasi Z dalam Menghadapi Degradasi Moral di Era Globalisasi
Sayangnya, dengan segala kemudahan yang ada, seseorang lupa akan dampak negatifnya, contohnya adalah perilaku yang biasa disebut Phubbing.
Phubbing adalah sebuah kata singkatan dari phone dan snubbing. Dengan kata lain, Phubbing merupakan tindakan mengabaikan orang di sekitar dengan terlalu fokus pada perangkat digital, seperti smartphone selama interaksi berlangsung atau terjadi.
Perilaku ini tidak hanya menunjukkan ketidakpedulian terhadap lawan bicara, tetapi juga menggambarkan perubahan pola komunikasi manusia yang dipengaruhi oleh teknologi.
Chotpitayasunondh & Douglas mendefinisikan phubbing sebagai perilaku menyakiti lawan bicara dengan lebih mengutamakan smartphone. Mereka menjelaskan bahwa phubbing terjadi ketika seseorang lebih memperhatikan ponselnya daripada komunikasi interpersonal.
Selain itu, Korodog et al menyatakan bahwa phubbing dapat digambarkan sebagai individu yang melihat telepon genggamnya saat berbicara dengan orang lain, sehingga mengabaikan interaksi sosial.Â
Generasi remaja saat ini, yang biasa juga disebut generasi Z adalah generasi yang paling berpotensi melakukan perilaku Phubbing, karena generasi ini termasuk generasi yang sangat akrab dengan smartphone atau gadget.
Remaja yang melakukan Phubbing akan terus mengecek smartphone-Nya walau sedang berinteraksi dengan orang lain, berpura-pura mendengarkan tetapi matanya tertuju pada smartphone, sulit lepas dari penggunaan smartphone, dan memberikan respon yang hanya sekadar basa-basi.
Sedangkan remaja yang tidak melakukan Phubbing cenderung akan lebih dapat mendengarkan dan memberikan perhatian lawan bicara, dapat memberikan respon secara timbal balik ketika lawan bicara membutuhkan saran dan berkomunikasi, individu tersebut akan memilih untuk meletakkan smartphone-Nya dan melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya.
Baca Juga:Â Mengenal Lebih dalam tentang Phubbing dan Cara Mengatasinya
Ciri-ciri remaja yang terjerumus dalam perilaku Phubbing dapat dikenali melalui beberapa tanda yang menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memprioritaskan interaksi sosial di atas penggunaan ponsel.
Berikut ciri-ciri utama dari individu yang sering melakukan perilaku tersebut, diantaranya individu cenderung lebih fokus pada ponsel mereka daripada memperhatikan orang di sekitarnya.
Mereka sering mengabaikan percakapan langsung, memberikan respon singkat, atau bahkan tidak mendengarkan sama sekali karena terlalu sibuk dengan ponsel.
Ketergantungan pada perangkat seluler membuat mereka merasa cemas atau tidak nyaman jika ponsel tidak ada dalam jangkauan, dan mereka lebih memilih berinteraksi melalui pesan teks atau media sosial daripada berbicara langsung.
Perilaku ini mengurangi kualitas hubungan sosial, membuat orang lain merasa diabaikan, dan dapat menyebabkan gangguan dalam komunikasi serta hubungan interpersonal.
Perilaku phubbing dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi pelaku maupun orang di sekitarnya. Bagi pelaku, dampaknya termasuk berkurangnya kualitas hubungan sosial, karena orang lain merasa diabaikan atau tidak dihargai saat berinteraksi.
Hal ini bisa menyebabkan isolasi sosial dan kesulitan dalam membangun hubungan yang lebih dekat dan bermakna. Selain itu, phubbing dapat mengganggu kemampuan komunikasi langsung, melemahkan keterampilan sosial, serta meningkatkan kecemasan dan stres akibat ketergantungan pada ponsel.
Baca Juga:Â Pengaruh Perkembangan Teknologi bagi Kehidupan Manusia
Bagi orang yang menjadi korban Phubbing, dampaknya bisa berupa perasaan frustasi, kesal, atau merasa tidak dihargai. Perasaan tersebut dapat merusak hubungan personal, baik dengan keluarga, teman, maupun rekan kerja.
Dalam jangka panjang, phubbing dapat mengurangi kualitas interaksi sosial, mengurangi rasa empati, dan berdampak buruk pada kesehatan mental, baik bagi pelaku maupun yang terabaikan.
Untuk mengatasi dan mencegah perilaku Phubbing, penting untuk meningkatkan kesadaran diri akan dampak negatifnya terhadap hubungan sosial, sehingga dapat memotivasi individu untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan ponsel di sekitar orang lain.
Menetapkan batas waktu penggunaan ponsel, seperti hanya memeriksa ponsel setelah pertemuan sosial, serta fokus pada interaksi langsung dengan orang di sekitar sangat membantu. Pengingat atau aplikasi yang mengatur waktu penggunaan ponsel juga bisa membantu mengurangi ketergantungan pada perangkat.
Selain itu, melakukan aktivitas tanpa ponsel dan membangun kebiasaan positif dalam interaksi sosial, seperti memberi perhatian penuh saat berbicara, dapat memperbaiki kualitas hubungan.
Menciptakan aturan sosial bersama dalam kelompok atau keluarga untuk membatasi penggunaan ponsel dalam waktu tertentu, serta mengajarkan empati dan penghargaan terhadap kehadiran orang lain, juga merupakan cara efektif untuk mencegah perilaku phubbing dan meningkatkan kualitas interaksi sosial.
Perkembangan teknologi komunikasi, khususnya kemunculan smartphone dan media sosial, telah mengubah cara kita berinteraksi dengan orang lain, namun juga menimbulkan fenomena negatif seperti phubbing.
Baca Juga:Â Nomophobia yang Menghantui Para Remaja
Phubbing, yaitu perilaku mengabaikan orang di sekitar dengan lebih fokus pada perangkat digital, terutama ponsel, banyak dilakukan oleh remaja, khususnya generasi Z yang sangat akrab dengan teknologi.
Dampak dari perilaku ini sangat merugikan, baik bagi pelaku maupun orang di sekitarnya, karena dapat menurunkan kualitas hubungan sosial, mengurangi empati, serta meningkatkan stres dan kecemasan.
Untuk mengatasi dan mencegah phubbing, penting untuk meningkatkan kesadaran diri, menetapkan batasan penggunaan ponsel, dan membangun kebiasaan berinteraksi secara langsung dan penuh perhatian.
Melalui pengaturan yang bijak dan perhatian terhadap dampak sosialnya, phubbing dapat diminimalkan, sehingga hubungan interpersonal dapat terjaga dengan baik dan kualitas interaksi sosial pun meningkat.
Penulis: Baiq Itfi Humaira
Mahasiswa Prodi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News