Pengaruh Rasionalisasi Harga terhadap Penganggaran Kesehatan

Kesehatan
Ilustrasi: istockphoto
  1. Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran risiko biaya sepanjang waktu, sehingga besaran tersebut dapat dijangkau oleh setiap rumah tangga. Artinya suatu sistem pembiayaan harus mampu memprediksikan risiko kesakitan individu dan besarnya pembiayaan dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun).
  2. <!– /wp%LS����

Abstrak

Undang-Undang Otonomi Daerah memberikan peluang kepada daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan kesehatan sesuai dengan potensi dan kebutuhan setempat. Perencanaan dan penganggaran kesehatan merupakan proses yang terintegrasi di dalam penyusunan rancangan program, kegiatan dan penentuan alokasi dana untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan.

Di Indonesia, persentase anggaran kesehatan daerah bervariasi antara 2,5%-7%. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa besaran anggaran kesehatan yang disetujui oleh Pemeritah Daerah sangat tergantung dari usulan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masing-masing.

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui apakah rasionalisasi harga berpengaruh terhadap penganggaran kesehatan. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan kualitatif deskriptif dengan studi literatur.

Baca Juga: Penggunaan serta Dampak Positif & Negatif IT di Bidang Kesehatan Industri 4.0

Bacaan Lainnya

Hasil studi literatur menunjukkan bahwa rasionalisasi harga berpengaruh terhadap penganggaran kesehatan, pengumpulan sumber dana rakyat tersebut harus dilakukan secara adil dan efisien. Selain itu, upaya pencarian sumber dana juga harus memenuhi tidak beberapa aspek antara lain, jumlah dana yang terkumpul harus kuat, memastikan ketersediaannya stabil dan dapat diprediksi.

Diperlukan komitmen Pemerintah Daerah untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu mengalokasikan 10% APBD untuk anggaran kesehatan.

Untuk mendapatkan dukungan politik dalam penganggaran kesehatan, maka Dinas Kesehatan perlu melakukan advokasi kepada lembaga legislatif maupun eksekutif, agar lebih memahami konteks dan dinamika sektor kesehatan

Kata Kunci: Rasionalisasi Harga, Kesehatan, Anggaran.

Abstract

The Regional Autonomy Law provides opportunities for regions to develop health development plans according to local potential and needs. Health planning and budgeting is an integrated process in the preparation of program designs, activities and determining the allocation of funds to achieve health development goals. In Indonesia, the percentage of regional health budget varies between 2.5%-7%.

This fact shows that the amount of the health budget approved by the Regional Government is highly dependent on the proposals of the respective Regional Apparatus Organizations (OPD). Writing this article aims to find out whether price rationalization affects health budgeting.

The research method used is descriptive qualitative with literature study. The results of a literature study show that price rationalization has an effect on health budgeting, the collection of public funds must be done in a fair and efficient manner.

Apart from that, efforts to find sources of funds must also fulfill several aspects, among others, the amount of funds collected by sellers must be adequate, ensuring their availability is stable and predictable.

Regional Government commitment is needed to carry out the mandate of Law Number 36 of 2009, namely to allocate 10% of the APBD for the health budget. In order to gain political support in health budgeting, the health office needs to advocate to the legislative and executive institutions, in order to better understand the context and dynamics of the health sector.

Keywords: Price Rationalization, Health, Budget.

Baca Juga: Sistem Manajemen PT ASKI: Mendorong Inovasi dalam Transformasi Kesehatan di Tengah Pandemi Covid-19

Pendahuluan

Indonesia berada di urutan ke-4 di dunia dan urutan pertama di antara negara-negara ASEAN didasarkan pada jumlah penduduk (Halim et al., 2022). Jumlah populasi yang besar merupakan suatu hal yang positif, karena jumlah populasi yang besar tersebut dapat dijadikan sebagai subjek pembangunan.

Sumber Daya Manusia atau SDM merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pembangunan pada suatu negara. Namun di sisi lain, jumlah populasi yang besar menjadi beban bagi pembangunan (apabila penduduknya tidak berkualitas).

Memiliki jumlah populasi yang besar merupakan suatu tantangan tersendiri untuk pemerintah dalam melakukan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang bisa dilakukan dengan meningkatkan Indeks Manusia (IPM) melalui pengeluaran pemerintah.

IPM merupakan data strategis sebagai ukuran kinerja pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU) (BPS, 2022).

Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dan alokasi dana yang harus disediakan untuk dimanfaatkan dalam upaya kesehatan sesuai dengan kebutuhan perorangan, kelompok, dan masyarakat.

Dalam sistem kesehatan nasional, pembiayaan kesehatan adalah penataan sumber daya keuangan yang mengatur penggalian, pengalokasian, dan membelanjakan biaya kesehatan dengan prinsip efisiensi, efektif, ekonomis, adil, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembiayaan yang dialokasikan untuk kesehatan dikatakan baik apabila dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, jumlahnya mencukupi, dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi pembengkakan biaya yang berlebihan (Indrayathi PA., Hardy PDK., 2019).

Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, akan semakin membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk meninjau kembali tarif layanan serta mempertimbangkan kemampuan dan kemauan membayar masyarakat untuk kemudian diajukan ke pihak legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II (DPRD II) guna mendapatkan persetujuan sebelum dituangkan dalam sebuah peraturan daerah (PERDA) tentang tarif layanan kesehatan di rumah sakit. Menetapkan tarif rendah, berarti subsidi pemerintah kepada pengguna jasa pelayanan akan besar.

Menyadari kemampuan pemerintah yang terbatas untuk mengatasi semua masalah yang dihadapi terutama masalah pembiayaan, maka perlu pelayanan kesehatan dapat terus ditingkatkan.

Salah satu upaya yang harus dilakukan dalam kondisi saat ini adalah dengan analisis biaya satuan (analisis unit cost) atas pelayanan kesehatan sehingga mampu untuk memeperkirakan penganggaran kesehatan. 

Berdasarkan adanya latar belakang dan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian studi literatur dengan judul “Pengaruh Rasionalisasi Harga terhadap Penganggaran Kesehatan”.

Baca Juga: Pengaruh Kurangnya Pemahaman Pola Hidup Sehat terhadap Kesehatan Anak Remaja

Kajian Teori

Rasionalisasi Harga

Harga atau biaya adalah nilai sejumlah input (faktor produksi) yang dipakai untuk mengahasilkan suatu produk/output (Jacobalis, 1989).

Biaya adalah nilai suatu pengorbanan yang dikeluarkan (dipakai) untuk memperoleh suatu hasil dalam mencapai tujuan tertentu, dengan demikian pengorbanan itu dapat diukur dengan uang (Depkes, 1977). Pengorbanan itu dapat berupa uang, barang, tenaga, waktu, maupun kesempatan.

Analisis biaya atau rasionalisasi biaya (harga) adalah suatu proses pengumpulan dan pengelompokan data keuangan rumah sakit untuk memperolah usulan biaya rumah sakit. Sedangkan menurut Sulistiadi W. (1999), analisis biaya adalah proses menata kembali data atau informasi yang ada dalam laporan keuangan untuk memperoleh usulan biaya pelayanan rumah sakit.

Penganggaran Kesehatan

Anggaran kesehatan tahun 2019 diarahkan untuk: (1) Percepatan peningkatan kepesertaan; (2) Peningkatan akses dan kualitas layanan program JKN; (3) Mendorong supply side melalui sinkronisasi pemerintah pusat dan daerah; (4) Mendorong pola hidup sehat melalui Germas; (5) Peningkatan nutrisi ibu hamil, menyusui dan balita, serta imunisasi; (6) Percepatan penurunan stunting melalui skema Program for Result (P for R); dan (7) Pemerataan akses layanan kesehatan melalui DAK Fisik dan pembangunan rumah sakit di daerah menggunakan skema KPBU.

Dengan kemudahan masyarakat mendapat akses terhadap layanan kesehatan, maka kebutuhan dasar masyarakat akan kesehatan dapat dipenuhi sehingga kualitas kehidupan masyarakat menjadi meningkat.

Dengan mengoptimalkan pengeluaran pemerintah, dalam hal ini khususnya pengeluaran untuk kepentingan kesehatan, maka kualitas kesehatan yang lebih baik dapat dihasilkan sehingga produktivitas yang tinggi akan lebih mudah dicapai (Jean Sanny Mongan, 2019).

Penelitian terdahulu yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa belanja pemerintah bidang kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan (Ardiningrum et al., 2021; Diba et al., 2018; Ernita, 2022; Halim et al., 2022).

Baca Juga: Membangun Personal Boundaries sebagai Upaya Menjaga Kesehatan Mental

Sebuah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan haruslah bertujuan untuk (Setyawan FEB., 2021):

  1. Risk spreading, pembiayaan kesehatan harus mampu meratakan besaran risiko biaya sepanjang waktu, sehingga besaran tersebut dapat dijangkau oleh setiap rumah tangga. Artinya suatu sistem pembiayaan harus mampu memprediksikan risiko kesakitan individu dan besarnya pembiayaan dalam jangka waktu tertentu (misalnya satu tahun).
  2. <!– /wp%LS����

Pos terkait