Peran Fast Fashion terhadap Terbentuknya Stratifikasi Sosial

buruh
Ilustrasi: istockphoto

Fast fashion adalah sebutan untuk barang-barang fesyen yang diproduksi secara massal dan berkembang secara cepat. Fast fashion lebih mengutamakan kuantitas dibandingkan dengan kualitas. Industri fast fashion menggunakan bahan yang belum tentu berkualitas agar biaya produksi lebih murah.

Industri fast fashion selalu mengikuti tren yang ada di dunia fesyen secara terus-menerus guna meraup keuntungan yang besar. Produsen memiliki banyak cara untuk meraup keuntungan salah satunya dengan mempekerjakan buruh secara maksimal dan memberi upah secara minimal.

Isu tenaga kerja sangat erat kaitannya dengan fast fashion. Untuk mencari keuntungan yang maksimal, perusahaan fast fashion harus menekan upah para pekerjanya. Buruh perusahaan fast fahion diminta untuk bekerja dengan waktu yang sangat lama agar produksi dapat terus berjalan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Namun sayangnya, upah yang mereka terima tidak setimpal. Perusahaan fast fashion internasional cenderung memproduksi barang secara massal agar barang tersebut dapat dipasarkan di lingkungan masyarakat.

Para buruh juga berhadapan langsung dengan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat berdampak bagi kesehatan fisik dan mental mereka. Dampak yang ditimbulkan dari hal ini tentu akan merugikan para buruh di perusahaan fast fashion.

Ironisnya, isu tenaga kerja justru menimpa perusahaan fast fashion terkenal salah satunya Uniqlo. Pada tahun 2017, Uniqlo diprotes karena pabriknya tidak membayar 4000 pekerja di berbagai tempat. Tenaga kerja yang bekerja di pabrik fast fashion internasional kebanyakan diambil dari negara-negara berkembang yang tidak memiliki hukum perlindungan buruh yang ketat.

Sehingga perusahaan fast fashion bisa berlaku semena-mena terhadap buruhnya. Lingkungan pabrik fast fashion memiliki situasi yang buruk dengan memberikan jam kerja yang banyak bagi para buruh. Di dalamnya, ada juga pekerja ilegal yang bekerja untuk mempercepat produksi dan menekan pengeluaran gaji.

Tidak jarang pabrik fast fashion mempekerjakan anak di bawah umur. International Labor Organization (ILO) mengestimasikan ada kurang lebih 85 juta anak yang bekerja di industri fast fashion.

Berbeda dengan buruh yang menderita, perusahaan memperoleh untung yang sangat banyak dari hasil eksploitasi buruh yang bekerja. Hal ini berkaitan dengan adanya teori stratifikasi sosial. Dasar pembentukan startifikasi sosial salah satunya adalah kekuasaan.

Dalam artian kekuasan menjadi pondasi atau dasar pembentukan startfikasi sosial, karena tidak setiap orang dapat menduduki jabatan yang sama. Sehingga perbedaan kekuasan akan dialami oleh setiap orang. Hal ini membuat setiap individu yang memiliki kekuasaan akan ditempatkan di lapisan sosial atas.

Orang-orang yang berkuasa bisa saja berbuat semena-mena kepada orang di bawahnya. Sama seperti yang dilakukan oleh petinggi perusahaan fast fashion yang mengeksploitasi tenaga kerjanya untuk meraup keuntungan yang melimpah.

Pada awalnya perusahaan harus bersifat startifikasi terbuka yang di mana setiap individu memiliki kemungkinan untuk berpindah ke lapisan atas maupun ke lapisan bawah. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan yang tinggi. Namun, kenyataannya mayoritas buruh berpendidikan rendah.

Sehingga kemungkinan buruh untuk naik ke lapisan atas sangat kecil. Walaupun para buruh ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, hal ini sangat sulit dicapai karena adanya kendali ekonomi. Hal ini membuat para buruh berpikir untuk mencukupi kehidupannya terlebih dahulu dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan.

Sehingga para buruh akan terus berada di lapisan paling bawah dan petinggi perusahaan akan terus bersikap semena-mena kepada para buruh. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan sifat startifikasi terbuka yang seharusnya lapisan bawah dapat naik, namun kenyataannya untuk naik kelapisan paling atas sangat sulit atau hampir mustahil di lingkungan industri fast fashion.

Permasalahan ini dapat terselesaikan jika ada kesadaran dari pemerintah, perusahaan fast fashion, buruh yang bekerja, dan masyarakat sebagai konsumen. Dari sisi pemerintah sebagai penegak hukum, harus tegas terdahap permasalahan yang terjadi.

Pemerintah harus melek banyak warganya yang dipekerjakan secara tidak layak oleh perusahaan asing. Harus ada hukum tegas terhadap mereka yang mengeksploitasi warganya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengimplementasikan undang-undang ketenagakerjaan secara lebih maksimal.

Agar seluruh tenaga kerja memiliki jaminan keamanan dan kelayakan dalam bekerja. Pemerintah sebaiknya bisa membatasi masuknya produk-produk fast fashion di Indonesia.

Sebagai gantinya, pemerintah bisa memperkuat produksi produk-produk fesyen lokal dan UMKM fesyen. Karena produk buatan anak bangsa tentu akan lebih berkualitas dibandingkan dengan produk-produk fast fashion yang dibuat hanya untuk keuntungan sepihak.

Upaya dari pemerintah tidak akan berhasil jika tidak ada kerja sama dengan pihak perusahaan fast fashion yang beredar di Indonesia. Perusahaan fast fashion sudah seharusnya mengikuti peraturan yang diciptakan oleh pemerintah.

Dengan adanya hal ini perusahaan tidak boleh bermain-main dengan aturan yang sudah ada terlebih perusahaan dilarang mencari kelemahan hukum di suatu negara dan kemudian memanfaatkan hal itu untuk mencari keuntungan yang semaksimal mungkin.

Hal ini harus dapat terealisasikan dengan baik agar kestabilan di dunia pekerjaan tetap terjaga. Hal ini dibuktikan dengan Pasal 77 UU Keternagakejaan mengenai waktu atau jam pekerja dan Pasal 88 Ayat 2 yang berisi tentang kebijakan pengupahan sebagai salah satu untuk mewujudkan pekerja atas penghidupan yang lebih layak.

Dengan ini diharapkan untuk seluruh perusahaan dapat mengikuti peraturan yang telah diciptakan oleh pemerintah. Perusahaan sebaiknya mendaur ulang hasil produksinya. Seperti yang dilakukan oleh brand H&M yang mendaur ulang polyester (bahan pakaian yang mereka gunakan) untuk menjadi barang yang baru.

Uniqlo juga sudah menyediakan wadah untuk masyarakat bisa membuang pakaian mereka yang sudah tidak bisa digunakan yang nantinya akan didaur ulang. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap barang-barang yang mereka produksi secara massal.

Selain pemerintah dan pengusaha tentu harus ada upaya dari buruh sendiri agar terciptanya keseimbangan antara stratifikasi kelas sosial atas maupun bawah. Buruh seharusnya sadar mereka tidak bisa berada di strata tersebut secara terus-menerus. Harus ada upaya dan usaha dari buruh untuk bisa merangkak naik.

Salah satu caranya adalah terbuka kepada pendidikan. Walau tidak bisa dipungkiri sebagian besar dari buruh tentu mengutamakan pekerjaan karena gaji yang hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika akses pendidikan tidak memungkinkan, buruh harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan keadilan dan kehidupan yang layak.

Masyarakat sebagai konsumen juga dapat berkontribusi dalam permasalahan fast fashion ini. Masyarakat bisa membatasi pembelian fast fashion/ selektif untuk pembelian barang. Selain itu, konsumen jangan berperilaku konsumtif terhadap barang fast fashion.

Karena jika permintaan barang turun, diharapkan produksi barang juga menurun. Sebagai gantinya, masyarakat bisa membeli produk-produk fashion lokal sehingga dapat menunjang UMKM di bidang fashion. Masyarakat juga bisa membuat sebuah kampanye terhadap dampak dari fast fashion seperti kertidaksejahteraan pekerja/ buruh di belakangnya.

Masyarakat yang memililki pengaruh lebih/ influencer bisa menyampaikan kampanye pada media sosial atau offline agar masyarakat bisa sadar akan permasalahan fast fashion yang ada ini. Cara lainnya masyarakat bisa mendaur ulang pakaian yang sudah tidak bisa terpakai. Karena sekarang sudah banyak perusahaan yang menyediakan wadah untuk mendaur ulang pakaian.

Penulis:
1. Daltonrich Halimawan
2. Stheavian Fredianta
3. Veronica Heralia
Siswa Jurusan IPS SMA Kolese Gonzaga

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI