Peran Media Sosial bagi Pemerintah pada saat Masa Pemilihan

Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Media sosial muncul setelah adanya internet. Internet sendiri memiliki perkembangan. Perkembangan pertama sendiri adalah ketika budaya teknokratis atau ketika keilmuan menjadi hal penting dalam kehidupan manusia.

Selanjutnya, budaya komunitas virtual atau munculnya media sosial, browser, website, sebagai teknologi dunia internet. Yang terakhir adalah, kultur entrepreneurial atau ketika terbuatnya software office yang bisa memberikan informasi dan menjadi lapangan pekerjaan.

Tahun 2024 merupakan salah satu bukti adanya budaya komunitas virtual dengan dilaksanakannya pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Tahun-tahun pemilihan merupakan tahun dengan banyaknya kompetisi dan berita hoax yang tersebar luas.

Akan tetapi, media sosial di zaman modern saat ini memiliki pengaruh besar dalam kehidupan apalagi untuk berkampanye. Sayangnya, dengan budaya di Indonesia yang masih belum bisa memilah mengenai berita atau informasi yang didapatkan melalui media sosial menjadikan media sosial sebagai sarana untuk melakukan cyber bullying, ancaman, dan penipuan.

Bacaan Lainnya

Menurut laporan We Are Social, sebanyak 77% penduduk di Indonesia sudah menggunakan internet. Peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia membuma peluang baru untim berinteraksi dan berkomunikasi.

Dengan begitu kampanye politik dapat mencapai lebih banyak lapisan masyrakat berkay keberadaan media sosial. Setiap partai politik telah memiliki akun official di X.

Salah platform yang banyak digunakan oleh warga Indonesia adalah TikTok. Dengan menggunakan komunikasi visual, meningkatkan kesadaran para pengguna untuk menggunakan hak pilihnya. Perancang membuat kontent video yang dekat dengan isu-isu masyarakat.

Contohnya adalah banyak dan kreator yang menyalahkan penggunaan dengan memotong sebuah video sehingga para penggunayang sudag melihat menjadi salah tangkap terkait video yang dimaksud. Dengan begitu banyak termakan oleh hoax. Namun, masih banyak juga para kreator yang memberikan konten edukasi dengan benar dan para pengguna yang masih kritis dalam menanggapi sebuah informasi dan berkomentar.

Baca juga: Mencegah Kejahatan Berbahasa di Media Sosial Melalui Penerapan Etika Berbahasa

Tulisan ini dibuat sebagai opini saya terhadap media sosial yang digunakan oleh politisi sebagai bentuk kampanye dan persuasif kepada masyarakat sebagai alat penyalur untuk memilih mereka.

Tulisan yang saya unggah tidak berniat untuk menjatuhkan setiap para calon, tetapi untuk edukasi berdasarkan teori-teori yang nanti akan dijabarkan dan bisa dibaca untuk para politisi mengenai hal-hal yang harus dihindari dalam penggunaan media sosial.

Informasi-informasi dan konten-konten yang ditampilkan di media sosial akan kerap banyak diduga sebagai akun buzzer dari salah satu calon. Ditambah dengan video video lama yang akan viral dan menjadi bumerang bagi para calon. Penggunaan kata yang tidak baik maupun perbuatan yang di masa lalu akan semakin banyak dilihat dan diketahui orang.

Media sosial sendiri bagus untuk jejak digital, namun apabila latar belakang buruk bisa menyebabkan pandangan masyarakat berubah. Apalagi tindakan-tindakan sukarela yanb dilakukan oleh para calon akan dianggap sebagai tindakan politis.

Media komunikasi yang banyak digunakan oleh para pejabat negata diantaranya adalah Instagram, TikTok, dan X. Jumlah komunikan yang dijangkau merupakan jumlah yang banyak untuk menarik massa. Dengan membangun personal branding melalui media sosial merupakan hal yang baik.

Dengan adanya dokumentasi yang diunggaj di Instagram. Kemudian, video seru viral yang ditayangkan di TikTok, serta unggahan tanggapan dan cerita-cerita di X.

Pada zaman sekarang sudah banyak informasi dan berita melalui media elektronik. Maka dari itu, baik politisi maupun masyrakat biasa banyak yang memanfaatkannya. Mengunggahnya sendiri pasti lebih mudah karena tidak perlu dijadwalkan atau sudah menyesuaikannya dari awal untuk sebuah acara atau kegiatan besar.

Keunggulannya adalah pesan yang diberikan dapat bersifat permanen. Kemudian demonstratif. Lalu, audiens sangat spesifik apalagu dengan Generasi pemilih pemula yang sedang aktifnya menggunakan internet dan media sosial. Kualitas pesan yang diberikan juga lebih baik dan unggul dibanding media yang lain.

Dalam media dan kekuasaan, terdapat kepentingan utama media, yaitu kepentingan ekonomi dan kepentingan kekuasaan. Media sebagai institusi politik dan ekonomi mempunya pengaruh untuk khalayak. Ada upaya dari para penguasa untuk mendapagkan kepentingan pribadi atau politik dan profit.

Penggunaan media bisa mendapatkan kewenangan dengan cara mempengaruhi cara pandang atau tindakan masyarakat dengan ‘konsumsi’ yang diberikan. Kewenangan ini merupakan bentuk kekuasaan yang menjadi kegiatan produktif dan bersifat kasat mata karena sudah tersebar di mana-mana dan menjadi kegiatan penting dalam aspek kehidupan berwujud pengetahuan dan praktik sosial.

Selain itu, media televisi, seperti RCTI, Metro TV, dan Tv One dipegang ole para pejabat negara. Dengan begitu apa yang ditayangkan pada saluran tersebut menyesuaikan cara pandang mereka karena mereka merupakan penguasanya.

Media sebagai kendaraan politik dapat dikaitkan dengan konglomerasi media di mana kepemilikan secara privat merupakan instrumen dominasi kelas dan juga berfungsi sebagai penggerak dukungan untuk kelas berkuasa.

Secara politik, pesan yang diberikan oleh media melayani kekuasaan yang mapan yang terkonsentrasi pada sejumlah korporasi dan bersumber dari pemerintah, serta ditekan oleh ideologi tertentu.

Secara sosial budaya, penggunaan media sosial banyak disalahgunakan. Banyak pengguna akun palsu yang mengatasnamakan politikus, artis, dan tokoh-tokoh penting yang ada di Indonesia.

Media sosial telah menjadi jembatan penghubung atau media antara para pemerintah dan masyarakat. Penggunaannya sendiri digunakan untuk berinteraksi dan berkampanye terutama pada saat tahun pemilihan suara untuk kepentingan politik mereka.

Meskipun begitu, penggunaan media sosial juga rentan penggunaannya, seperti penyebaran berita palsu, cyberbullying, dan penipuan. Sementara itu, para politikus juga memanfaatkan media televisi sebagai pendukung agenda politiknya.

Maka dari itu, pentingnya para pejabat negara memerhatikan tindakan mereka baik di depan media maupun di belakang media sehingga memiliki jejak yang baik apabila mereka mengingkan kekuasaan.

 

Penulis: Levina Aisyah Gunawan
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Univerisitas Brawijaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi  

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses